Makalah Pengenalan Sintaksis




PENGENALAN SINTAKSIS


MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Tata Bahasa Indonesia
yang dibina oleh Dewi Angraini, S.Pd.








Oleh Kelompok 1

Yusniar Br Purba/1305290
Novia/1300828
Winda Rahma Sari/1300844










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
  












BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Bahasa juga sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dalam linguistik  atau ilmu bahasa mengkaji mengenai  fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Makalah ini mengkaji bidang sintaksis, dimulai dari hakikat, alat, satuan, objek dan ruang lingkup sintaksis, hubungan sintaksis dengan subbidang kajian yang lain, serta perkembangan kajian sintaksis.
Makalah ini menguraikan pembahasan dalam sintaksis. Harapan penulis dengan adanya makalah pengenalan tentang sintaksis  ini, pembaca  bisa mengetahui dan memahami  pengenalan sintaksis dalam ilmu bahasa.
      
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sintaksis?
2.      Apa saja alat dan satuan sintaksis?
3.      Apa objek dan ruang lingkup kajian sintaksis?
4.      Apa hubungan sintaksis dengan subbidang kajian yang lain?
5.      Bagaimana perkembangan kajian sintaksis?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan sintaksis.
2.      Mendeskripsikan apa saja alat dan satuan sintaksis.
3.      Mendeskripsikan objek dan ruang lingkup kajian sintaksis
4.      Mendeskripsikan hubungan sintaksis dengan subbidang kajian yang lain.
5.      Mendeskripsikan perkembangan kajian sintaksis.





BAB II
PEMBAHASAN

                       A.            Pengertian Sintaksis
   Istilah sintaksis berasal dari bahasa Belanda sintaxis yang berarti menata secara bersama-sama. Menurut  Ramlan (dalam Manaf, 2010:2) hal yang ditata itu adalah bentuk-bentuk bahasa yang berupa, kata, frasa, dan klausa untuk membentuk satuan bahasa yang lebih besar, yaitu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, sintaksis berarti cabang linguistik di bidang gramatikal (tata bahasa) yang mengkaji tata kalimat.
   Senada dengan pendapat tersebut, Verhaar (dalam Manaf, 2010: 2) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang linguistik yang membahas susunan kata di dalam kalimat. Menurut Chaer (2009: 3) sintaksis itu membicarakan tentang penataan dan pengaturan kata-kata ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membahas tata kalimat bahasa Indonesia.

                       B.            Alat Sintaksis
Jika diamati secara cermat, ujaran seseorang terdapat seperangkat aturan yang mengatur deretan kata-kata yang membentuk kalimat itu. Perangkat kaidah ini disebut alat sintaksis. Alat sintaksis merupakan bagian dari kemampuan mental penutur untuk dapat menentukan apakah urutan kata, bentuk kata, dan unsur lain yang terdapat dalam ujaran itu membentuk kalimat atau tidak, atau kalimat yang didengar atau dibacanya berterima atau tidak.
Ada sejumlah alat sintaksis yang mengatur unsur-unsur bahasa sehingga terbentuk satuan bahasa yang disebut kalimat. Alat-alat sintaksis itu adalah urutan, bentuk kata, intonasi, dan konektor. Untuk lebih memahami mengenai alat sintaksis tersebut, berikut penjelasannya.

                                        1.   Urutan
   Menurut Chaer (2007:213) yang dimaksud dengan urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Contoh konstruksi jambu merah memiliki makna yang berbeda dengan konstruksi yang mempunyai urutan merah jambu. Perhatikan kalimat berikut!
                         a.            Ibu Ani menjual jambu merah di pasar.
                         b.            Rita memakai baju berwarna merah jambu ke kampus.


jambu merah= jambu yang berwarna merah
merah jambu.= warna merah muda (pink)

Agar lebih memahami urutan, perhatikan kembali contoh berikut!
                         c.            air jernih dan jernih air *)
                        d.            lompat jauh dan jauh lompat *)
                        e.            anak kecil dan kecil anak*)
                        f.            adik minum susu dan susu minum adik *)
   Bentuk-bentuk yang diberi tanda diakronik *) adalah bentuk-bentuk yang tidak berterima. Hal itu dapat dipahami karena konstruksi seperti itu tidak berterima oleh penutur bahasa Indonesia.
Hal itu juga menunjukkan betapa pentingnya urutan dalam kalimat. Untuk setiap bahasa derajat pentingnya peranan urutan tidak sama. Bahasa-bahasa yang lebih banyak mengandalkan bentuk, pada umumnya kurang mementingkan peran urutan

                                        2.   Bentuk Kata
   Bentuk kata sebagai alat sintaksis biasanya diperlihatkan oleh afiks (imbuhan). Bentuk kata meliputi fungsi-fungsi kedudukan kata pada sebuah kalimat. Afiks-afiks itu memperlihatkan makna gramatikal yang beragam. Perhatikan contoh kalimat berikut!
                         a.             Pisang makan Rina.
                         b.            Pisang dimakan Rina.
                         c.            Susu meminum Risa.
                        d.            Susu diminum Risa.
                         e.            Buku membaca Doni.
                          f.            Buku dibaca Doni.
   Konstruksi yang pertama menunjukkan konstruksi yang tidak gramatikal, atau tidak berterima oleh penutur bahasa Indonesia. Adanya kata (bentuk) makan menyebabkan konstruksi itu tidak berterima. Baru setelah bentuk makan dibubuhi prefiks di- menjadi dimakan, konstruksi tersebut menjadi konstruksi yang berterima. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk kata secara nyata menentukan apakah konstruksi tersebut berwujud kalimat atau tidak.         

                                        3.   Intonasi
   Menurut Chaer (2007:216) alat sintaksis ketiga yang di dalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti, yang akibatnya sering kali menimbulkan kesalahpahaman adalah intonasi. Dalam tulisan, intonasi ini secara kurang sempurna dinyatakan oleh pemakaian huruf dan tanda-tanda baca. Dalam bahasa Indonesia, misalnya batas antara subjek dan predikat ditunjukkan oleh intonasi. Di samping itu, intonasi dipakai juga untuk menjelaskan amanat yang hendak disampaikan. Hal ini biasanya meniadakan tafsir ganda. Perhatikan contoh berikut!
                         a.            Adik kakak cantik./
Adik kakak/ cantik.
Adik/ kakak cantik?

                         b.            Dukun beranak di jalan./
Dukun beranak/ di jalan.
Dukun/ beranak di jalan.

                                        4.   Konektor 
   Konektor yaitu berupa morfem yang secara kuantitas merupakan kelas tertutup. Konektor berfungsi menghubungkan suatu konstituen lain, baik yang berada di dalam atau di luar kalimat. Dilihat dari sifat hubungannya, konektor terbagi dua, yaitu sebagai berikut.
                                     a.      Konektor koordinatif
   Konektor koordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang sama kedudukannya atau sederajat. Contoh konjungsi dan, atau dan tetapi.
                                     b.      Konektor subordinatif
   Konektor suboordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang tidak sederajat. Contoh konjungsi kalau, meskipun, dan karena.


                                   C.      Satuan Sintaksis
   Satuan sintaksis adalah satuan-satuan dalam sintaksis, yaitu meliputi kata, frase, klausa, dan kalimat.

                                        1.   Kata
   Kata merupakan satuan terbesar dalam morfologi (satuan terkecilnya adalah morfem), tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hirarkis menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase.
   Kata dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
   Kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu yang disebut kata penuh (full word) dan kata tugas (function word). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sebagai sebuah satuan tuturan. Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam pertuturan dia tidak dapat berdiri sendiri.
   Kata penuh termasuk kategori nomina, verba, ajektiva, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi. Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori nomina, verba, dan ajektiva memiliki makna leksikal masing-masing, misalnya kata kucing dan mesjid, yang memiliki makna ’sejenis binatang’ dan ’tempat ibadah orang Islam. Bandingkan dengan kata dan dan meskipun yang memang tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis, yaitu dan untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen; meskipun untuk menggabungkan menyatakan penegas.
   Sebagai kata penuh kata-kata yang berkategori nomina, verba, dan ajektiva dapat mengalami proses morfologi, seperti kata kucing yang dapat diberi prefiks ber- disertai perulangan, dan diberi sufiks –an sehingga menjadi berkucing-kucingan. Bandingkan dengan kata-kata yang tidak bisa menjadi berdan *) atau mendankan *).


                                        2.   Frasa
   Frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frasa juga biasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih. Unsur-unsur yang membentuk frase adalah morfem bebas.
   Menurut (Ramlan, 2001:139) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan. Frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktis atau makna gramatikal. Perbedaannya dengan kata majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna.  Frase juga disebut suatu konstruksi atau satuan gramatikal yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan tidak berciri klausa ialah bahwa konstruksi frase itu tidak memiliki unsur predikat, sehingga sering dikatakan tidak berstruktur predikatif. Unsur-unsur yang membentuk frase adalah morfem bebas dan bukan morfem terikat.


Perhatikanlah contoh yang di bawah ini!
                         a.            sudah pulang antar bangsa*)
                         b.            kulit kayu amoral *)
Konstruksi antarbangsa dan amoral bukan frasa, karena unsur pembentuknya bukan morfem bebas melainkan morfem terikat, yaitu antar, bangsa dan a, moral, antar dan a adalah morfem terikat, bukan morfem bebas.
   Sama halnya dengan kata, frasa juga dapat berdiri sendiri, dan jika dipindahkan letaknya dalam kalimat, secara lengkap tidak dapat dipisahkan sendirian. Misalnya pada ujaran pemimpin antarbangsa. Kata bangsa tidak dipisahkan dari antar. Sebagaimana halnya kata, frasa juga berperan mengisi fungsi sintaksis, baik sebagai subjek, predikat, objek, maupun keterangan
   Selanjutnya, perlu pula diketahui bahwa pada umumnya frasa dapat diperluas. Perhatikanlah contoh yang di bawah ini!
                         c.            Ia datang kemarin.
                        d.            Ia sudah datang kemarin petang.
                         e.            Ia pasti sudah datang kemarin petang itu.
Kata pasti merupakan perluasan dari frasa sudah datang dan kata itu merupakan perluasan dari frasa kemarin petang.
Contoh frasa yang lain yaitu sebagai berikut.
                          f.            mau pulang
                         g.            akan pergi
                         h.            sangat jauh
                           i.            sedang mandi

                                        3.   Klausa
   Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan. Klausa berpotensi menjadi sebuah kalimat tunggal. Contohnya adalah sebagai berikut.
                                     a.      Tomi pergi, dapat menjadi kalimat Tomi, pergi!
                                     b.      adik bermain, dapat menjadi kalimat Adik bermain.
Klausa dapat diperluas dengan menambahkan keterangan waktu, tempat, cara, dengan menambahkan keterangan. Keterangan itu tidak merupakan unsur inti klausa. Dalam klausa (ibu membeli roti di warung) unsur inti klausa itu adalah ibu (subjek) dan membeli (predikat), sedangkan roti (objek) dan di warung (keterangan) bukan merupakan unsur inti klausa.

                                        4.   Kalimat
   Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran lengkap. Yang menjadi dasar dalam kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar dapat berupa kata, frase, dan klausa. Kalimat yang didasari kata atau frase, maka kalimat tersebut cenderung menjadi kalimat minor. Sedangkan kalimat yang didasari klausa pasti akan menjadi kalimat mayor. Menurut Chaer (2007:241) jenis-jenis kalimat adalah sebagai berikut.
                                     a.      Kalimat Inti dan Kalimat Non-inti
   Kalimat inti adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti bersifat deklaratif, netral, dan afirmatif. Sedangkan kalimat non-inti adalah kalimat yang telah mengalami berbagai proses transformasi.
                                     b.      Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
   Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa. Sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri sekurang-kurangnya dua klausa.
                                     c.      Kalimat Mayor dan Kalimat minor
   Kalimat mayor adalah kalimat yang memiliki minimal dua fungsi sintaksis, yaitu subjek dan predikat. Sedangkan kalimat minor adalah kalimat yang memiliki satu fungsi sintaksis, dan dapat dipahami sesuai konteks munculnya kalimat tersebut.
                                    d.      Kalimat Verbal dan Kalimat Non-verbal
   Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal. Sedangkan kalimat non-verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa yang bukan verbal, melainkan nomina, adjektiva, dan sebagainya.
                                     e.      Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
   Kalimat bebas adalah kalimat yang dapat berdiri sendiri atau mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri dalam ujaran lengkap, melainkan terikat dengan kalimat lain.

                       D.            Objek Kajian Sintaksis
Objek kajian sintaksis adalah struktur internal kalimat. Berkaitan dengan objek kajian itu, sintaksis mengkaji struktur frasa, klausa, kalimat, dan hubungan frasa, klausa, dan kalimat, serta proses pembentukan frasa, klausa, dan kalimat.
                            1.         Sruktur frasa, berisi uraian tentang unsur pembentuk frasa, relasi antarunsur frasa, kaidah pembentukkan frasa, dan jenis frasa.
                            2.         Struktur klausa, berisi tentang unsur pembentuk klausa, relasi antarunsur, kaidah pembentukkan klausa, dan jenis klausa.
                            3.         Struktur kalimat, berisi uraian tentang struktur kalimat, unsur pembentuk kalimat, relasi antarunsur kalimat, proses pembentukkan kalimat, dan jenis kalimat.
Jadi, kalimat mempunyai hubungan yang erat dengan satuan bahasa di bawahnya, yaitu kata, frasa, dan klausa. Kalimat dibentuk oleh klausa. Klausa dibentuk oleh kata atau frasa. Frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar.

                       E.            Hubungan Sintaksis dengan Subbidang Kajian yang Lain
      Hubungan sintaksis dengan subbidang yang lain dapat dilihat sebagai berikut.
                            1.         Hubungan Sintaksis dengan Fonologi
Hubungan sintaksis dengan fonologi dapat dilihat dari satuan bahasa yang disusun menjadi kalimat, yang dapat dipahami oleh orang lain jika diungkapkan dengan ucapan yang tepat atau  tulisan yang tepat. Struktur kalimat yang sama jika diucapkan dengan lafal yang berbeda, menimbulkan makna yang berbeda. Contohnya kalimat ini kebun binatang yang diucapkan dengan irama datar membentuk makna ‘seorang penutur memberitahu orang yang diajak bertutur bahwa tempat yang di dekat penutur adalah tempat dikumpulkannya binatang untuk tujuan pariwisata’. Di sisi lain, kalimat ini kebun/ binatang yang diucapkan dengan memberi pemberhentian sementara pada kata kebun dan memberi tekanan pada kata binatang membentuk makna ‘seorang penutur menyumpahi (memarahi) orang yang diajak bertutur dan menganggap orang yang diajak bertutur sebagai binatang.

                                        2.   Hubungan Sintaksis dengan Morfologi
   Hubungan antara sintaksis dengan morfologi dapat dilihat dari kalimat dan satuan bahasa pembentuknya. Kalimat dibentuk dari untaian kata. Kalimat yang tepat adalah kalimat yang dibentuk dari kata-kata yang tepat dalam susunan yang tepat. Kemampuan dalam bidang morfologi merupakan syarat penting untuk mempelajari sintaksis.

                                     3.         Hubungan Sintaksis dengan Wacana
   Hubungan antara sintaksis dengan wacana dapat dilihat dari sudut pandang teks sebagai satuan bahasa yang dibentuk oleh kalimat-kalimat yang saling berhubungan maknanya. Teks yang baik dibentuk oleh kalimat-kalimat yang baik dan kalimat-kalimat yang baik itu disusun secara tertib sehingga membentuk kesatuan makna.
   Wacana membahas struktur teks yang merupakan struktur hubungan antarkalimat. Objek wacana terkecil adalah paragraf dan objek kajian yang lebih besar lagi dapat berupa esai, artikel, buku, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain. Sintaksis membahas struktur intrakalimat.

                            4.         Hubungan Sintaksis dengan Semantik
Hubungan antara sintaksis dengan semantik dapat dilihat dari syarat kalimat yang harus memenuhi kesesuaian bentuk dan makna. Kalimat yang tepat struktur, tetapi tidak tepat makna. Maksudnya adalah kalimat yang tidak dapat diterima. Contohnya kalimat pohon manggaku (S) padam (p) karena kekurangan air (ket.) adalah kalimat yang benar berdasarkan struktur kalimat, tetapi tidak tepat makna. Kata padam tidak cocok untuk mengungkapkan hilangnya daya hidup tumbuhan. Hilangnya daya hidup tumbuhan cocok diungkapkan dengan kata mati. Sebaliknya, kata padam cocok untuk mengungkapkan hilangnya daya hidup api. Misalnya, api padam.

                            5.         Hubungan Sintaksis dengan Pragmatik
Hubungan antara sintaksis dengan pragmatik dapat dilihat dari hubungan antara tuturan dan kalimat. Objek kajian pragmatik adalah tuturan. Sebuah tuturan dibangun oleh bunyi tuturan, pelaku tutur, topik, tujuan, dan sarana. Tuturan diungkapkan dengan kalimat. Jadi, kalimat yang baik membuat tuturan dapat dipahami secara mudah dan tepat.

              F. Perkembangan Kajian Sintaksis
      Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang sudah cukup lama dipelajari oleh para ahli. Sejak tradisi Yunani-Latin sampai sekarang, sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang selalu menjadi fokus kajian. Sejalan dengan timbulnya berbagai aliran di dalam ilmu bahasa, timbul pula berbagai aliran sintaksis. Karena sintaksis merupakan bagian dari tata bahasa, pembicaraan sejarah sintaksis di indonesia juga sejalan dengan pembicaraan sejarah tata bahasa di Indonesia. Pada umumnya, buku tata bahasa Melayu waktu itu ditulis oleh orang asing, misalnya Werndly (1736) dan Marsden (1812). Tata bahasa Indonesia pada awalnya ditulis menurut model tata bahasa Yunani-Latin dan didasarkan pada kajian bahasa Melayu. Artinya, tata bahasa Indonesia tidak disusun berdasarkan sifat, ciri, dan atau perilaku bahasa Indonesia. Walaupun bahasa Melayu dan bahasa Indonesia itu serumpun, bahkan bahasa Indonesia itu dikembangkan dari bahasa Melayu, saat ini kedua bahasa itu sudah banyak memiliki ciri ,sifat dan perilaku yang berbeda. Hubungan antara sintaksis dengan pragmatik dapat dilihat dari hubungan antara tuturan dan kalimat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa linguistik adalah ilmu yang membahas bahasa secara ilmiah. Berdasarkan uraian di atas sintaksis bahasa Indonesia adalah cabang ilmu bahasa yang membahas tata kalimat bahasa Indonesia.
Ada sejumlah alat sintaksis yang mengatur unsur-unsur bahasa sehingga terbentuk satuan bahasa yang disebut kalimat. Alat-alat sintaksis itu adalah urutan, bentuk kata, intonasi, dan partikel atau konektor.
Satuan sintaksis adalah satuan-satuan dalam sintaksis, yaitu meliputi kata, frase, klausa, dan kalimat.
Objek kajian sintaksis adalah struktur internal kalimat. Berkaitan dengan objek kajian itu, sintaksis mengkaji struktur frase, klausa, kalimat, dan hubungan frase, klausa, dan kalimat, serta proses pembentukan frase, klausa, dan kalimat.
Hubungan sintaksis dengan fonologi dapat dilihat dari satuan bahasa yang disusun menjadi kalimat yang dapat dipahami oleh orang lain. Hubungan antara sintaksis dengan morfologi dapat dilihat dari kalimat dan satuan bahasa pembentuknya. Hubungan antara sintaksis dengan wacana dapat dilihat dari sudut pandang teks sebagai satuan bahasa yang dibentuk oleh kalimat-kalimat yang saling berhubungan maknanya. Hubungan antara sintaksis dengan semantik dapat dilihat dari syarat kalimat yang harus memenuhi kesesuaian bentuk dan makna.
Sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang sudah cukup lama di pelajari oleh para ahli. Sejak tradisi Yunani-Latin sampai sekarang, sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang selalu menjadi fokus kajian.

B.     Kritik dan Saran
Setelah memahami tentang pengenalan sintaksis, pembaca diharapkan dapat memahami tentang sintaksis. Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih terdapat banyak kekeliruan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik di lain kesempatan




DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
     Manaf, Abdul Ngusman. 2010. Sintaksis Teori dan Terapan dalam Bahasa Indonesia. Padang:         Sukabina Press.
Maksan, Marjusman. 1994. Ilmu Bahasa. Padang: IKIP Padang Press.
 

 

Komentar