MAKALAH PROSEDUR PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Demi mendapatkan gelar diploma atau sarjana, mahasiswa diwajibkan membuat karya tulis ilmiah berupa makalah akhir maupun skripsi. Dalam membuat skripsi, mahasiswa terlebih dahulu melakukan penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus mengenal terlebih dahulu konsep dasar penelitian dan jenis-jenis penelitian. Apabila sudah mengetahui jenis penelitian yang akan digunakan, barulah memulai penelitian.
Menentukan populasi atau sampel adalah hal utama yang harus diperhatikan peneliti yang sudah mengetahui hal yang akan diteliti. Selain itu peneliti juga harus memikirkan instrumen yang dapat mendukung penelitiannya. Instrumen penelitian hendaklah sesuai dengan apa yang ingin diteliti dan jenis data yang digunakan. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dijelaskan perihal instrumen penelitian untuk menambah pengetahuan pembaca, agar dapat melakukan penelitian yang baik dan benar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu instrumen penelitian?
2.      Apa-apa saja jenis instrumen penelitian?
3.      Bagaimana langkah-langkah dalam menyusun instrumen penelitian?
4.      Bagaimanakah ciri-ciri instrumen penelitian yang memilki validitas?
5.      Bagaimanakah ciri-ciri instrumen penelitian yang memilki reliabilitas?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mendeskripsikan definisi instrumen penelitian
2.      Untuk mendeskripsikan jenis-jenis instrumen penelitian
3.      Untuk mendeskripsikan langkah-langkah dalam menyusun instrumen penelitian
4.      Untuk mendeskripsikan ciri-ciri instrumen penelitian yang memilki validitas
5.      Untuk mendeskripsikan ciri-ciri instrumen penelitian yang memilki reliabilitas

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian. Instrumen sebagai alat penelitian umumnya menggunakan suatu metode. Menyusun instrumen penelitian dapat dilakukan peneliti jika peneliti telah memahami benar penelitiannya.
Instrumen merupakan komponen kunci dalam suatu penelitian. Mutu instrumen akan menentukan mutu data yang digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, instrumen harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2012: 224) peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.         Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi peneliti.
2.         Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekeligus.
3.         Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4.         Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5.         Peneliti sebagai instrumen dapat segara menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, dan untuk mengetes hipotesis yang timbul seketika.
6.         Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
7.         Dalam penelitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantitatifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman yang mengenai aspek yang diteliti.

B.     Jenis-jenis Instrumen Penelitian
Arifin (2011: 226-244) menjelaskan bahwa instrumen penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Tes memiliki sifat mengukur, sedangkan nontes bersifat menghimpun. Tes terdiri dari beberapa jenis, di antara tes tertulis, tes lisan, dan tes tindakan, sedangkan nontes terdiri dari angket, observasi, wawancara, skala sikap, daftar cek, skala penilaian, studi dokumentasi, dan sebagainya.
1.         Tes
Tes adalah suatu teknik pengukuran yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden. Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan berbagai sudut pandang. Heaton (dalam Arifin, 2011: 226) membagi tes menjadi empat bagian, yaitu tes prestasi belajar (achievment test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat (aptitude test), dan tes diagnostik (diagnostic test).
Bidang psikologi mengklasifikasikan tes menjadi empat bagian, yaitu tes intelegensia umum, tes kemampuan khusus, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Dilihat dari cara penyusunannya, tes dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes buatan guru (teacher made test), dan tes baku atau tes standar (standardized test). Ditinjau dari bentuk jawaban responden, maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif. Pembagian jenis tes tersebut menunjukkan banyaknya ragam tes yang dapat digunakan dalam penelitian. Jenis atau bentuk tes mana yang akan digunakan sangat bergantung pada masalah dan tujuan penelitian. Salah satu bentuk tes yang banyak digunakan dalam penelitian adalah tes objektif atau sering disebut tes dikotomi karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0.
Tes objektif menuntut responden untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkina jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna.

2.         Angket (Questioner)
Angket adalah instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan untuk menjaring data atas informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan pendapatnya. Angket memiliki kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: (a) bentuk angket berstruktur, dan (b) bentuk angket tak berstruktur.

3.         Observasi (observation)
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupin dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini sering digunakan dalam penelitian terutama penelitian kualitatif.

4.         Wawancara (interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk mencpai tujuan tertentu.

5.         Skala Sikap (attitude scale)
Secara umum, sikap dapat diartikan sebagai suatu kesiapan yang kompleks dari seorang individu untuk memperlakukan suatu objek dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu. Model skala sikap dapat digunakan untuk mengukur sikap, di antaranya: (1) menggunakan bilangan untuk menunjukan tingkat-tingkat dari objek sikap yang dinilai, (2) menggunakan frekuensi terjadi atau timbulnya sikap itu, (3) menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, (4) mengggunakan istilah-istilah yang menunjukan kedudukan, dan (5) menggunakan kode bilangan atau huruf.

6.         Skala Minat
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi proses dan hasil belajar. Peran minat dalam menunjang keberhasilan belajar sangat besar antara lain sebagai pendorong kegiatan belajar dan sebagai stimulus dalam belajar. Untuk itu, perlu diperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi munculnya minat, seperti motivasi, belajar, materi pelajaran, keluarga, teman pergaulan, cita-cita, dan lain-lain.

7.         Daftar cek (ceck list)
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek atau aspek-aspek yang akan diamati. Melalui daftar cek memungkinkan seseorang mencatat tiap-tiap kejadian yang dianggap penting. Ada beberapa aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian peneliiti sebagai observer tinggal memberikan tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.

8.         Skala Penilaian (raing scale)
Pada skala penilaian fenomena yang akan diobservasi disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Skala penilaian tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variabel tertentu, tetapi lebih jauh mengukur bagaimana intensitas fenomena yang ingin diukur.

9.         Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik untuk mempelajari dan menganalisis bahan-bahan tertulis kantor atau sekolah, seperti silabus, program tahunan, program bulanan, program mingguan, RPP, kisi-kisi, buku rapor, daftar nilai, dan lain-lain.

C.       Langkah-langkah Penyusunan Instrumen
Dalam mengukur suatu variabel penelitian, seorang peneliti dapat menyusun sendiri instrumen penelitian. Namun, dalam hal-hal tertentu peneliti dapat menggunakan instrumen yang telah ada yaitu berupa instrumen  baku atau instrumen yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Instrumen yang telah ada itu dapat pula merupakan instrumen yang disusun berdasarkan suasana sosial budaya asing. Untuk itu, peneliti tidak cukup hanya menerjemahkan setiap butir instrumen, melainkan harus menyadurnya dengan seksama. Pemakaian instrumen yang telah ada tersebut tidak luput dari kriteria yang dikenakan pada instrumen yang disusun sendiri. Dengan kata lain penyaduran instrumen harus pula diikuti oleh pengujian mutu instrumen sesuai dengan kriteria yang dimaksud.
Jika instrumen dibuat atau dikembangkan sendiri, maka ada beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.
a.       Merumuskan masalah penelitian.
b.      Menemukan variabel.
c.       Menentukan instrumen yang akan digunakan.
d.      Menjabarkan konstruksi setiap variabel.
e.       Menyusun kisi-kisi instrumen setiap variabel.
f.       Menyusun butir-butir instrumen.
g.       Mengkaji ulang butir-butir instrumen.
h.      Menyusun perangkat sementara.
i.        Menguji coba perangkat instrumen.
j.        Memperbaiki instrumen .
k.      Menata perangkat instrumen akhir.

Berbeda dengan itu, menurut Margono (2010, 155-156) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian, yaitu sebagai berikut.
a.       Masalah dan variabel yang diteliti termasuk indikator variable, harus jelas spesifik sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis instrumen yang akan digunakan.
b.      Sumber data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu, sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika item dalam instrumen penelitian.
c.       Keterampilan dalam instrumen itu sendiri sebagai alat pengumpul data baik dari kejagaan, kesahihan, maupun objektivitasnya.
d.      Jenis data yang diharapkan dari penggunaan instrumen harus jelas, sehingga peneliti dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
e.       Mudah dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan.

Jika peneliti menyadur instrumen baku yang dikembangkan dalam bahasa asing, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a.       Menelaah instrumen asli dengan mempelajari panduan umum (manual) instrumen dan butir-butirnya. Hal ini dilakukan untuk memahami konstruksi variabel yang diukur dengan instrumen tersebut, kisi-kisinya, butir-butirnya dan cara penafsiran jawaban.
b.      Menerjemahkan setiap butir instrumen ke dalam bahasa indonesia. Penerjemahan ini harus dilakukan oleh dua orang secara terpisah.
c.       Memadukan kedua terjemahan itu oleh orang ketiga.
d.      Menerjemahkan kembali ke dalam bahasa asalnya. Hal ini untuk mengetahui kebenaran penerjemahan.
e.       Memperbaiki butir instrumen apabila diperlukan.
f.       Menguji pemahaman subjek terhadap butir instrumen.
g.      Menguji validitas dan reabilitas instrumen.

D.    Validitas Instrumen
Gay (dalam Sukardi, 2012: 121) mengemukakan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas suatu instrumen penelitian tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu  tes adalah valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Contoh dalam tes pencapaian prestasi anak yang direncanakan oleh orang dewasa, akan berbeda bentuk maupun substansinya dengan tes prestasi untuk anak usia remaja.
Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Keempat macam validitas tersebut sering pula dikelompokkan menjadi dua macam menurut rentetan berpikirnya. Kedua macam validitas itu, yaitu validitas logik dan validitas empirik. Validitas logik pada prinsipnya mencakup validitas isi, yang ditentukan utamanya atas dasar pertimbangan (judgment) dari para pakar. Kelompok validitas yang lain adalah validitas empirik. Dinamakan demikian karena validitas tersebut ditentukan dengan menghubungkan performansi sebuah tes terhadap kriteria penampilan tes lainnya dengan menggunakan formulasi statistik. Yang termasuk dalam validitas logik diantaranya adalah validitas konkuren dan prediksi. Jika dibandingkan antara validitas logik dan empirik, maka validitas empirik pada umumnya menunjukkan lebih objektif.
Penilaian validitas konstruk pada prinsipnya mencakup dua aspek di atas pertimbangan dan kriteria eksternal. Untuk tes tertentu, ini penting untuk mencari kejelasan (evidence) yang berkaitan dengan tipe validitas yang tepat untuk suatu tujuan Dalam penelitian validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam,  validitas isi, validitas konstruk, validitas konkuren, dan prediksi yang akan diuraikan dengan lebih jelas, sebagai berikut.

1.         Validitas Isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan subtansi  yang ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dan valid teknik samplingnya. Valid isi mencakup khususnya hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-item itu menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur, sedangkan validitas sampling pada umumnya berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sampel tes merepresentasikan total cakupan isi.
Validitas isi juga mempunyai peran yang sangat penting dalam pencapaian atau achievement test. Tes isi pada umunya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak ada cara untuk menunjukkan cara pasti. Tetapi untuk memberikan gambaran bagaimana suatu tes divalidasi  dengan menggunakan validitas isi, pertimbangan ahli tersebut dipertimbangkan.


2.         Validitas Kontruk
Validitas kontruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah kontruk sementara. Kontruk secara defInitif merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi dapat dirasakan pengaruhnya melalui satu atau dua indera kita. Kontruk tidak lain adalah merupakan “temuan” atau suatu pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Proses melakukan validasi kontruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan hipotesis testing yang diduksi dari teori yang menyangkut dengan kontruk yang relevan.

3.         Validitas Konkuren
Validitas konkuren adalah derajat dimana skor dalam satu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat. Tes dengan validasi konkuren biasanya diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan kriteria valid yang sudah ada. Seringkali juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan yang sama seperti bebrapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan lebih cepat. Validitas konkuren ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau pembedaan. Metode hubungan pada umunya dilakukan dengan cara melibatkan antara skor-skor pada tes dengan skor tes yang telah baku atau kriteria tes yang sudah ada, misalnya tes GPA. Cara-cara membuat validitas dengan validitas konkuren dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut.
a.       Administrasikan tes yang baru dilakukan terhadap group atau anggota kelompok.
b.      Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada.
c.       Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut.

      Hasil yang dicapai atau koefisien validitasnya yang muncul menunjukkan derajat hubungan validitas tes yang baru. Jika koefisien tinggi berarti tes yang baru tersebut mempunyai validitas konkuren yang baik. Sebaliknya tes yang baru dikatakan mempunyai validitas konkuren yang jelek jika konkuren koefisien yang dihasilkan rendah. Metode pembeda merupakan validitas konkuren yang melibatkan penentuan suatu tes. Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan dengan seesorang yang tidak memilki sifat-sifat tersebut. Tes mental adalah contoh nyata terapan suatu tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan benar untuk mengklarifikasi person yang satu dengan lainnya maka validitas konkuren tersebut memiliki daya pembeda yang baik.


4.         Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah validitas yang menunjukkan suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana seseorang akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan yang direncanakan. Tes kemampuan akademik yang sering diberikan pada mahasiswa yang hebat melanjutkan ke jenjang pasca sarjana juga dikenal mempunyai nilai prediksi yang baik terhadap calon mahasiswa dalam menyelesaikan studi di pasca sarjana tersebut.
Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung beberapa faktor, misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, intensitas mengajar dan letak geografis. Yang perlu diperhatikan ketika melakukan tes prediksi di antaranya adalah perlunya memperhatikan proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang telah dibakukan. Untuk tes validasi prediksi, prinsip instrumen umum yang menyatakan bahwa tidak ada tes yang memiliki tes prediksi sempurna masih tetap berlaku. Oleh karena itu perlu disadari bahwa tes yang dihasilkan juga memiliki sifat ketidaksempurnaan tersebut.
Validitas prediksi suatu tes pada umunya ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes dan beberapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang selanjutnya disebut predicktor, sedangkan tingkah laku yang hendak diprediksi pada umumnya disebut sebagai criterion. Yang perlu diperhatikan ketika suatu criterion ditentukan oleh seorang peneliti bahwa dalam menentukan tercapainya suatu kriteria apakah sebagian mahasiswa yang mengambil matakuliah tersebut dapat mencapai kriteria yang telah ditentukan? Seberapa besar mahasiswa dapat mencapai kriteria dalam suatu tes sering disebut sebagai rerata dasar atau baserate. Rerata dasar adaah proporsi individual yang diharapkan untuk memenuhi criterion yang telah ditentukan. Dalam penentuan criterion suatu objek, kita sebaiknya menghindari criterion dimana nilai dasarnya  adalah sangat tinggi. Nilai rerata dasar tinggi berarti sangat mudah. Sebaliknya jangan pula terjadi bahwa nilai rerata dasar yang ada adalah sangat rendah. Karena nilai rerata dasar rendah adalah tidak lain menurunkan nilai tes sangat sulit.
Ketika kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan, prosedur selanjutnya menentukan validitas prediksi suatu tes dengan cara sebagai berikut.
1.      Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.      Tentukan group yang dijadikan subjek pilot studi.
3.      Identifikasi kriterion prediksi yang hendak dicapai.
4.      Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel criterion muncul dan terpenuhi dalam group yang telah ditentukan.
5.      Capai ukuran-ukuran  criterion tersebut.
6.      Korelasikan dua set skor yang dihasilkan.
Yang menarik antara validitas konkuren dengan validitas prediksi di antaranya adalah bahwa kedua validitas tersebut hampir sama pelaksanaannya. Perbedaan utama yang terjadi adalah dalam hal pengukuran criterion. Dalam melakukan tes validasi konkuren pelaksanaan tes dapat dilakukan dalam waktu yang sama atau dengan penentuan prediktor atau beda sedikit.  Dalam pelaksanaan tes validasi prediksi-prediksi, salah satu harus menunggu sampai kriteria yang ditunggu terpenuhi, walaupun harus dengan menunggu waktu dan pengumpulan data yang kadang memerlukan waktu lama. Dalam kedua tes, baik konkuren maupun prediksi, yang mesti ada padanya adalah koefisien korelasi yang mungkin tinggi atau mungkin rendah. 

E.     Reliabilitas Instrumen
Syarat lainnya yang juga penting bagi peneliti adalah realibilitas. Realibilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali.
Ada beberapa tipe reliabilitas tes sering digunakan dalam kegiatan penelitian dan masing-masing reliabilitas mempunyai konsistensi yang berbeda, termasuk tes-retes, ekuivalen, dan belah dua yang ditentukan melalui korelasi.
1.         Reliabilitas tes-retes
Reliabilitas tes-retes adalah derajat yang menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes dari waktu ke waktu. Tes-retes menunjukkan variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan satu tes yang dilakukan dua kali atau lebih, sebagai akibat kesalahan pengukuran. Reliabilitas tes-retes ini penting, khususnya ketika digunakan untuk menemukan prediktor, misalnya tes kemampuan. Penentuan pemakaian reliabilitas tes-retes, juga tepat ketika bentuk tes alternatif lainnya tidak ada, dan ketika tampak bahwa orang yang mengambil tes kedua juga ingat atas jawaban yang pertama.
 Reliabilitas tes-retes dapat dilakukan dengan  cara sebagai berikut.
a.       Selenggarakan tes pada suatu group yang tepat sesuai dengan rencana.
b.      Setelah selang waktu tertentu (satu atau dua minggu), lakukan kembali penyelenggaraan tes yang sama dengan group yang sama tersebut.
c.       Korelasikan hasil tes tersebut. Tes-retes juga mempunyai berbagai permasalahan. Di antara permasalahan tersebut, yaitu waktu tenggang yang ambil ketika dilakukan tes yang pertama dengan tes kedua. Faktor-faktor tersebut menjadikan konsistensi tes cenderung artivisial dan rendah.  Mengenai interval waktu yang baik antara tes pertama dengan tes berikutnya diberikan pada sybjek pelaku pilot studi.  Gay (dalam sukardi, 2012: 129) memeberikan referensi pada suatu hari terlalu pendek, sebaliknya satu bulan terlalu panjang. Oleh karena itu selisih waktu pemberian tes melalui tes-retes antara 1-2 minggu.

2.         Reliabilitas Bentuk Ekuivalens
Sesuai dengan namanya, yaitu ekuivalen maka tes yang ada diukur reliabiltasnya dibuat identik. Setiap tampilannya, kecuali subtansi item nya yang ada dapat berbeda. Kedua tes tersebut sebaiknya mempunyai karakteristik sama. Reliabilitas ekuivalen, pada umumnya juga menggambarkan bentuk konsistensi alternatif, yang dapat menunjukkan variasi skor yang terjadi dari bentuk tes satu dengan yang lainnya. Beberapa langkah yang dapat diambil dalam proses  melaksanakan tes realiabilitas secara ekuivalen adalah sebagai berikut.
a.       Tentukan subjek sasaran yang hendak di tes.
b.      Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
c.       Administrasikan hasilnya secara baik.
d.      Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan untuk yang kedua kalinya pada group tersebut.
e.       Korelasikan kedua hasil tes skor.

3.         Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua termasuk reliabilitas yang mengukur konsistensi internal. Konsistensi internal ialah salah satu tipe reliabilitas yang didasarkan pada keajekan dalam tes. Reliabilitas belah dua ini pelaksanannya hanya memerlukan waktu satu kali. Cara melakukan reliabilitas belah dua pada garis besarnya dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut.
a.       Melakukan pengetesan item-item yang telah dibuat kepada subjek sasaran.
b.      Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar jumlah item yang paling umum dengan membagi ganjil dan genap pada kelompok tersebut.
c.       Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok penerima item genap dan item ganjil.
d.      Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula korelasi yang relevan dengan teknik pengukuran.

 
BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
Instrumen penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian. Instrumen sebagai alat penelitian umumnya menggunakan suatu metode.
Instrumen penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Tes memiliki sifat mengukur, sedangkan nontes bersifat menghimpun. Tes terdiri dari beberapa jenis, di antara tes tertulis, tes lisan, dan tes tindakan, sedangkan nontes terdiri dari angket, observasi, wawancara, skala sikap, daftar cek, skala penilaian, studi dokumentasi, dan ssebagainya. Dalam mengukur suatu variabel penelitian, seorang peneliti dapat menyusun sendiri instrumen penelitian. Namun, dalam hal-hal tertentu peneliti dapat menggunakan instrumen yang telah ada yaitu berupa instrumen  baku atau instrumen yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Instrumen yang telah ada itu dapat pula merupakan instrumen yang disusun berdasarkan suasana sosial budaya asing.
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas suatu instrumen penelitian tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu  tes adalah valid, tidak universal

B.     Saran
Menentukan instrumen penelitian merupakan hal yang mempengaruhi keakuratan sebuah hasil penelitian. Instrumen yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian mengakibatkan hasil yang didapatkan memiliki validitas. Seorang peneliti harus memahami penelitiannya, dan menentukan apakah tes atau nontes yang tepat digunakan. Agar peneliti mendapatkan instrumen yang sesuai penelitian, maka perlu mengetahui langkah-langkah menyusun instrumen penelitian.

 DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Komentar