ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

KESALAHAN KATA DALAM TEKS DESKRIPSI
 SISWA KELAS VII SMP NEGERI 11 PADANG

Yusniar Br Purba
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang
Yusniarbrpurba@gmail.com

ABSTRAK
Artikel ini ditulis untuk mengetahui kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang. Kesalahan-kesalahan tersebut dikaji menggunakan  morfologi. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan mencakup tataran afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Oleh sebab itu, kata-kata yang salah diperoleh dari sumber data penelitian yaitu teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, sehingga penganalisisan data dengan mengklasifikasikan kesalahan dan membahasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang sebagai berikut. Pertama, dalam tataran afiksasi ditemukan kesalahan peluluhan fonem, penentuan bentuk asal, penulisan kata depan, awalan, klitika, dan partikel. Kedua, dalam tataran reduplikasi ditemukan kesalahan pengulangan kata dasar, pengulangan kata berprefiks, dan penggunaan tanda hubung dalam kata ulang. Ketiga, dalam tataran komposisi ditemukan kesalahan penulisan komposisi nominal memiliki makna idiomatik penuh, komposisi nominal memiliki makna idiomatik sebagian, dan komposisi nominal bermakna gramatikal.
Kata kunci: kesalahan, kata, teks deskripsi

ABSTRACT
The purpose of the article is to understand of the word errors in description text in 7ᵗʰ grade SMPN 11 Padang. These errors were examined using morphology. The errors found include of affixation, reduplication, and composition. The approach used in this research is a qualitative approach with descriptive methods. The data obtained from the description text in 7ᵗʰ grade SMPN 11 Padang. The data collected by documentary technique, and then analyzing the data to classify errors and discuss it. Based on the results showed that the word errors in the description text in 7ᵗʰ grade SMPN 11 Padang. First, the level of affixation errors founded is assimilated phonemes, the determination of the primary forms, writing prepositions, prefixes, and particles. Second, the level of reduplication errors founded is repetition of basic words, repetition of words prefixed, and the use of a hyphen in the word. Third, the level of composition errors founded is writing nominal composition has a full idiomatic meaning, nominal composition has a partially idiomatic meaning, and the nominal composition has grammatical meaning.
 Key words: errors, word, description text
                                                                                                       



  A.               Pendahuluan
Kata merupakan satuan terbesar dalam morfologi, tetapi satuan terkecil dalam sintaksis yang dapat membentuk satuan lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Kata adalah satuan bahasa yang paling berperan dalam berkomunikasi. Seseorang dapat menyampaikan gagasan pikirannya dengan baik apabila pandai dalam memilih dan menggunakan kata dengan tepat. Menyampaikan gagasan dapat dengan cara berbicara dan menulis.
Menulis telah menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang di Indonesia. Hal itu terlihat dari usaha pemerintah dalam meningkatkan keterampilan menulis. Sejak menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar, siswa telah diajarkan menulis. Menulis dapat dilakukan setelah seseorang mampu membaca. Awal memasuki sekolah dasar, siswa diajarkan mengenali huruf dan perlahan diajarkan membaca. Setelah mampu membaca, siswa kemudian diajarkan menulis.
Menulis bukan saja menjadi materi pembelajaran di sekolah dasar, melainkan berlanjut hingga sekolah menengah. Di jenjang pendidikan sekolah menengah, siswa tidak lagi diajarkan hanya sekedar mampu menulis satu kata, satu kalimat, atau satu paragraf, tetapi harus mampu menulis satu teks bahkan berbagai teks. Teks adalah naskah, yaitu kumpulan paragraf yang menjelaskan sebuah gagasan pokok.
Sejak menggunakan kurikulum 2013, setiap siswa diajarkan mampu menulis berbagai teks. Salah satu materi pembelajaran menulis yang harus dikuasai siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah menulis teks deskripsi. Teks tersebut merupakan teks yang diajarkan saat siswa pertama kali belajar bahasa Indonesia di kelas VII. Artinya, teks prosedur adalah teks pertama yang dipelajari siswa kelas VII pada semester I. Teks deskripsi tercantum dalam Kompetensi Dasar (KD) 4.2, yang berbunyi ”Menyajikan data, gagasan, kesan dalam bentuk  teks deskripsi tentang objek (sekolah, tempat wisata,  tempat bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) secara tulis dan lisan dengan memperhatikan struktur, kebahasaan baik secara lisan dan tulis.” Sebelum diajarkan menulis teks deskripsi, siswa terlebih dahulu diajarkan mengenali contoh teks deskripsi dari segi struktur dan ciri kebahasaannya.
Seorang siswa tidak akan mampu menulis dengan baik apabila tidak kaya kosa kata. Siswa kesulitan menyampaikan gagasannya karena tidak tahu harus menggunakan kosa kata apa dalam tulisannya. Sekalipun disebut sebagai satuan bahasa terkecil, kata mempunyai peran besar dalam menghasilkan tulisan yang baik. Tulisan yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa teks deskripsi.
Menurut Kosasih dan Restuti (2013:53), teks deskripsi adalah teks yang berisi penjelasan mengenai objek, gagasan dan menggambarkan sesuatu dengan serinci-rincinya. Artinya, seseorang dapat menulis sebuah teks deskripsi apabila seseorang tersebut telah melihat, mendengar, atau mengalami sendiri apa yang dideskripsikan. Tujuan teks deskripsi adalah menggambarkan objek dengan cara memerinci objek secara subjektif atau melukiskan kondisi objek dari sudut pandang penulis. Namun, sekalipun bersifat subjektif, teks deskripsi bukan ditulis berdasarkan khayalan, melainkan dari apa yang telah dialami penulis.
Selain menggambarkan, teks deskripsi juga dapat disebut bertujuan melukiskan secara rinci dan penggambaran sekonkret mungkin suatu objek/suasana/perasaan sehingga pembaca seakan-akan melihat, mendengar, mengalami apa yang dideskripsikan (Harsiati, 2016:7). Sebuah teks deskripsi dapat dikatakan baik apabila telah berhasil membuat pembaca terbayang dengan apa yang dideskripsikan.
Tujuan teks deskripsi bukan saja dapat tercapai karena kemampuan siswa mendeskripsikan menggunakan kalimat, melainkan dibutuhkan penggunaan kata yang tepat untuk menyampaikan informasi yang tepat sehingga mudah dipahami pembaca. Penggunaan kata yang tepat bukan saja untuk memudahkan pemahaman pembaca, melainkan juga agar berterima dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata yang dimaksud adalah pembentukan kata yang benar. Pembentukan kata merupakan kajian linguistik bidang morfologi. Pembentukan kata berkaitan dengan afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan kata), dan komposisi (penggabungan kata), akronimisasi (pemendekan atau penyingkatan), dan konversi (pengubahan status). Namun, yang difokuskan dalam penelitian ini adalah afiksasi, reduplikasi, dan komposisi saja.
Pertama, kesalahan dalam tataran afiksasi dapat berupa peluluhan fonem-fonem tertentu, penulisan klitika, penulisan kata depan, dan penulisan partikel. Selanjutnya, kesalahan dalam tataran reduplikasi dapat berupa menentukan bentuk dasar yang diulang. Terakhir, kesalahan dalam kata majemuk dapat berupa penulisan satuan bahasa serangkai atau tidak.
Terkait dengan hal itu, kesalahan-kesalahan dalam hasil pembentukan kata masih banyak ditemukan dalam tulisan siswa. Hasil pembentukan yang dimaksud adalah bentuk atau wujud fisik proses pembentukan kata. Oleh sebab itu, data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam tulisan siswa, khususnya tulisan berupa teks deskripsi dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 1
Bukti Latihan Siswa


Gambar satu menunjukkan bahwa siswa belum mampu menulis teks dengan baik. Penulisan kalimat masih tidak tepat. Penggunaan tanda baca penanda kalimat deklaratif seharusnya titik (.), tetapi digunakan tanda koma (,). Namun, meskipun terdapat kesalahan dari segi pembentukan kalimat, penelitian ini mengkhususkan kesalahan berbahasa dari segi hasil pembentukan kata atau dalam bidang morfologi. Kesalahan kata dalam latihan siswa tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, kesalahan terletak dalam menuliskan terhenti-henti. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam reduplikasi. Kata tersebut seharusnya mengulang keseluruhan kata dasar henti, dan tidak menggunakan morfem ter-. Kedua, kesalahan terletak dalam menuliskan makan nya, orang nya, dan orang tua nya. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan klitika, seharusnya klitika –nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Ketiga, kesalahan terletak dalam menuliskan di kasih. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan awalan yang ditulis seolah-olah preposisi atau kata depan, seharusnya kata di ditulis serangkai dengan kata kerja yang mengikutinya.
Gambar satu merupakan latihan siswa kelas VII D tahun ajaran 2016-2017 di SMP Negeri 11 Padang. Kesalahan penulisan kata bukan saja ditemukan dalam satu kelas, melainkan juga dalam kelas VII lain di sekolah yang sama, yaitu kelas VII G. Hal itu dapat terlihat dalam gambar kedua berikut ini.
Gambar 2
Bukti Latihan Siswa

 
Gambar tersebut menunjukkan bahwa dari segi penulisan teks, siswa telah dapat digolongkan menulis teks dengan baik dibandingkan dengan gambar satu. Namun, jika dilihat dari kata yang digunakan, masih ditemukan pembentukan kata yang tidak tepat dalam bahasa Indonesia. Gambar dua merupakan bukti yang mendukung permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kesalahan pembentukan kata masih ditemukan dalam tugas siswa yang bahkan berada di kelas unggul yaitu kelas VII G.
Kesalahan pembentukan kata dalam gambar dua siswa tersebut berjumlah dua, yaitu sebagai berikut. Pertama, kesalahan terletak dalam menuliskan mempunyai. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam afiksasi. Prefiks me- diimbuhkan dengan bentuk dasar punya, seharusnya konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/. Kata yang tepat adalah memunyai. Kedua, kesalahan terletak dalam menuliskan di buat. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan awalan yang ditulis seolah-olah preposisi atau kata depan, seharusnya kata di ditulis serangkai dengan kata kerja yang mengikutinya.
Selama mengikuti Praktik Lapangan Kependidikan (PLK) di SMP Negeri 11 Padang, ditemukan siswa yang dominan menggunakan bahasa ibu, yaitu bahasa Minang. Mereka akan menggunakan bahasa Indonesia apabila berbicara dengan guru bahasa Indonesia. Kenyataan di sekolah, ketika siswa ditugaskan mendeskripsikan seorang temannya di depan kelas, siswa tersebut tidak dapat berbahasa Indonesia dengan lancar. Oleh sebab itu, setiap diperintahkan mengemukakan pendapat, siswa tersebut memilih menggunakan bahasa Minang.
Kenyataan tersebut merupakan salah satu penyebab siswa tidak menguasai pembentukan kata bahasa Indonesia dengan benar. Singkatnya, siswa sulit berbahasa Indonesia karena tekanan bahasa ibu. Siswa lebih banyak mendengar dan menggunakan bahasa Minang daripada bahasa Indonesia. Oleh sebab itu siswa terbiasa menggunakan bahasa Minang dan canggung menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan ketika ditanya guru menggunakan bahasa Indonesia, siswa lebih sering menjawab dengan bahasa Minang. Pada dasarnya, pembentukan kata bahasa Indonesia bukan saja didapatkan dari sekolah saja, melainkan juga dipengaruhi kebiasaan sehari-hari. Apabila seseorang sering mendengar kosa kata bahasa Indonesia, umumnya orang tersebut dapat memperkaya kosa katanya dan lebih lancar berbahasa Indonesia. Namun, apabila dalam kesehariannya seseorang hanya mendengar bahasa Minang, lalu bagaimana dia akan melatih kemampuannya berbahasa Indonesia yang sudah didapatkan dari sekolah?
Selama mengajarkan teks deskripsi di kelas VII SMP Negeri 11 Padang, terlihat bahwa siswa pada dasarnya mampu mendeskripsikan suatu objek menggunakan bahasa Minang, tetapi tidak mampu mendeskripsikan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan itu juga didukung oleh guru bahasa Indonesia tetap di sekolah tersebut. Menurut Bu Almida selaku guru bahasa Indonesia kelas VII, siswa bukan saja sulit mendeskripsikan sesuatu menggunakan bahasa Indonesia, dalam menulis teks yang lain juga seperti itu. Hal inilah yang diasumsikan menjadi salah satu penyebab siswa tidak paham dalam pembentukan kata bahasa Indonesia yang benar, yaitu siswa hanya terbiasa dengan bahasa Minang, bukan bahasa Indonesia. Jika dalam pembentukan kata saja tidak mampu, lalu bagaimana siswa akan menulis satuan bahasa yang lebih besar seperti kalimat, paragraf, bahkan sebuah teks. Kata merupakan dasar dalam menulis sebuah teks.
Berdasarkan dua gambar latihan siswa yang telah ditampilkan, terihat bahwa siswa masih belum menguasai materi pembentukan kata. Secara keseluruhan masih ditemukan penulisan kata-kata yang tidak tepat dalam bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat dalam afiksasi, reduplikasi, komposisi (penggabungan kata), akronimisasi (pemendekatan atau penyingkatan), konversi (pengubahan status kata), penulisan klitika, penulisan kata depan, penulisan partikel, dan sebagainya. Oleh sebab itu, analisis kesalahan berbahasa bidang morfologi ini perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dan cara memperbaiki kesalahan siswa dalam pembentukan kata.
Menurut Chaer (2008:5), kata dalam sintaksis merupakan satuan terkecil yang dapat menduduki satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, dan keterangan), namun dalam morfologi kata adalah satuan terbesar yang dibentuk melalui salah satu proses morfologi. Kata bukanlah satuan bahasa yang dapat diacuhkan, karena kata sangat menentukan terjalinnya komunikasi yang baik. Kesalahan dalam menentukan bentuk asal suatu kata dapat mengakibatkan kesalahan seseorang menggunakan kata yang sama tetapi dalam bentuk yang berbeda. Demikian halnya kesalahan pemahaman tentang konsonan yang seharusnya luluh, ternyata tidak diluluhkan setelah mendapatkan afiks. Sebaliknya, konsonan yang seharusnya tidak luluh ternyata diluluhkan. Contohnya adalah menentukan kata yang tepat antara mencuci atau menyuci, mengaji atau menghaji, mengkelompokkan atau mengelompokkan, dan sebagainya. Bentuk yang benar dari kata-kata tersebut dapat ditentukan apabila diketahui dengan benar bentuk asalnya dan dikuasai teorinya.
Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /k, p, t, s/. Konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal /ng/, konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/, konsonan /t/ diluluhkan dengan nasal /n/, dan konsonan/s/ diluluhkan dengan nasal /ny/, (Chaer, 2008:48). Namun terkait dengan peluluhan fonem /p/, menurut Alwi (2003:111) peluluhan tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal dengan per- dan pe-.
Kesalahan dalam tataran morfologi juga mencakup penggunaan preposisi. Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba. Penulisan preposisi yang benar adalah dengan cara memisahkannya dari kata yang mengikutinya. Selain preposisi, penulisan partikel juga merupakan salah satu kesalah yang sering ditemui dalam teks-teks yang ditulis siswa. Menurut Chaer (2008:104), partikel dalam bahasa Indonesia adalah kah, tah, lah, pun, dan per. Partikel kah- berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat interogatif. Penulisannya serangkai dengan kata yang mengikutinya. Partikel –lah dipakai dalam kalimat imperatif atau deklaratif. Penulisannya juga serangkai dengan kata yang mengikutinya. Partikel –tah sudah tidak produktif lagi. Partikel pun dipakai dalam kalimat deklaratif dan penulisannya dipisah dari kata yang mengikutinya. Namun, partikel pun sebagai konjungtor seperti meskipun, walaupun, adapun, dan sebagainya ditulis serangkai.
Sesuai dengan permasalahan dan konsep yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan kata bahasa Indonesia. Kesalahan pembentukan kata atau kesalahan dalam bidang morfologi itu difokuskan dalam kelompok afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata karena mengalami afiksasi dalam  teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang, (2) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata karena mengalami reduplikasi dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang, dan (3) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata karena mengalami komposisi dalam  teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang.

    B.            Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode menggambarkan atau menguraikan sesuatu dengan bahasa verbal. Penelitian ini digunakan untuk menganalisis tulisan siswa dengan tujuan mendeskripsikan kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas VII di SMP Negeri 11 Padang. Adapun instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu instrumen berupa buku-buku yang berkaitan dengan pembentukan kata atau disebut juga buku-buku morfologi.
Sumber data penelitian ini adalah 15 teks deskripsi siswa kelas VII D dan 14 teks deskripsi kelas VII G tahun ajaran Juli- Desember 2016 di SMP Negeri 11 Padang. Data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Data tersebut juga meliputi kesalahan dalam penulisan partikel, klitika, kata depan, dan sebagainya.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan peneliti selama mengikuti PLK di SMP Negeri 11 Padang. Data didapatkan dari tugas yang diberikan peneliti saat mengajarkan teks Laporan Hasil Observasi (LHO). Untuk membedakan teks LHO dengan teks deskripsi, siswa ditugaskan menulis satu teks deskripsi dan satu teks LHO. Selanjutnya, teks deskripsi yang telah didapatkan dipilih yang memenuhi syarat atau tepat dijadikan sebagai sumber data. Teks deskripsi yang telah dipilih kemudian difotokopi. Teks deskripsi yang diteliti berjumlah 29 teks.
Data dianalisis dengan langkah-langkah berikut. Pertama, peneliti membaca teks deskripsi siswa. Kedua, mengidentifikasi kekurangan teks berdasarkan aspek yang diteliti, yaitu kesalahan kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Ketiga, mengklasifikasikan teks berdasarkan kesalahan. Keempat, menganalisis teks berdasarkan ketiga aspek yang telah disebutkan. Kelima, membuat simpulan penelitian.

     C.            Hasil Penelitian
Hasil penelitian terhadap kesalahan kata dalam teks deskripsi kelas VII SMP Negeri 11 Padang beraneka ragam. Sumber data berjumlah 29 teks deskripsi. Setiap teks rata-rata berjumlah 70 kata, sehingga jumlah kata yang diteliti adalah 2587 kata. Di antara 2587 kata tersebut, ditemukan kesalahan-kesalahan kata dari aspek yang diteliti. Aspek yang dimaksud adalah kesalahan penulisan kata dalam tataran: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, dan (3) komposisi.

Berikut ini merupakan rincian kesalahan kata dalam teks deskripsi kelas VII SMP Negeri 11 Padang.

Tabel 1
Kesalahan Kata yang Terdapat dalam Teks Deskripsi
Kelas VII SMP Negeri 11 Padang
Keterangan
a          : Afiksasi
b          : Reduplikasi
c          : Komposisi

Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesalahan penulisan kata dalam tataran afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Kesalahan dalam tataran afiksasi meliputi salah menentukan bentuk asal, salah meluluhkan fonem, salah dalam penulisan klitika, salah dalam penulisan kata depan, dan salah dalam penulisan partikel. Kesalahan dalam tataran afiksasi merupakan kesalahan yang paling banyak diitemukan dalam teks deskripsi siswa, yaitu berjumlah 64 kesalahan atau 2,47%. Kesalahan dalam tataran reduplikasi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa berjumlah 6 kesalahan atau 0,23%. Kesalahan dalam tataran komposisi  yang terdapat dalam teks deskripsi siswa berjumlah 3 kesalahan atau 0,12%.


    D.            Pembahasan
         1.         Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Afiksasi
Kesalahan penulisan kata dalam tataran afiksasi meliputi peluluhan fonem, penentuan bentuk asal, pengimbuhan yang tidak tepat, penulisan klitika, penulisan kata depan, penulisan awalan, dan penulisan partikel.
Kesalahan-kesalahan tersebut akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.

      a.            Peluluhan Fonem
Kesalahan dalam hal peluluhan fonem yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak  satu kata, yaitu mempunyai. Namun, kata mempunyai ditemukan sebanyak lima kata dari teks deskripsi yang berbeda atau dari data-data yang berbeda. Artinya, lima orang siswa kurang memahami kaidah pemberian prefiks me-. Kata mempunyai ditemukan dalam kode data berikut.
                                    1)      Mempunyai (data 17)
                                    2)      Mempunyai (data 03)
                                    3)      Mempunyai (data 06)
                                    4)      Mempunyai (data 20)
                                    5)      Mempunyai (data 23)
Menurut Chaer (2008:48), konsonan /p/ akan luluh menjadi nasal /m/ apabila mendapatkan prefiks me-. Hal itu juga didukung oleh Alwi (2003:111) yang mengemukakan bahwa setiap kata yang diawali konsonan /p/ akan luluh jika diberi imbuhan me-. Namun, peluluhan seperti itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per-, atau kata dasarnya berawalan per- dan pe-. Oleh sebab itu, kata dasar pikir, pilih, pantau, pijak, dan pakai akan menjadi memikir, memilih, memantau, memijak, dan memakai setelah diberi prefiks me-.
Bentuk dasar kata mempunyai adalah punyai dan asal katanya adalah punya. Oleh sebab itu, hasil afiksasi yang benar adalah memunyai. Konsonan /p/ harus luluh karena telah mendapatkan prefiks me-. Contoh kata yang lain adalah memutari yang bentuk dasarnya adalah putari dan asal katanya adalah putar. Memutuskan yang kata dasarnya adalah putuskan dan asal katanya adalah putus. Memulangkan yang kata dasarnya adalah pulangkan dan asal katanya adalah pulang.

        b.           Kesalahan Penentuan Bentuk Asal
Sebuah kata juga dapat menjadi salah karena salah dalam menentukan bentuk asal. Penentuan bentuk asal yang benar juga berdampak pada hasil afiksasi yang benar pula. Apabila salah dalam menentukan bentuk asal, maka akan salah juga dalam afiksasi. Hal itu dapat terlihat dari kata yang mendapatkan afiksasi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa, yaitu sebagai berikut.
        1)          mengemaskan (data 15)
Kata mengemaskan dalam teks deskripsi siswa tersebut sebenarnya mengacu kepada bibir seekor kucing. Maksud yang ingin disampaikan siswa adalah bahwa bibir kucingnya sangat lucu. Tetapi, karena salah dalam menentukan bentuk asal, kata yang digunakan siswa tidak dapat menyampaikan maksud siswa kepada pembaca secara tepat. Hal ini diasumsikan karena siswa sering mendengar kata menggemaskan, tetapi tidak tahu asal kata yang benar dari kata itu. Kata mengemaskan berbeda maknanya dengan kata menggemaskan. Kedua kata tersebut juga memiliki bentuk asal yang berbeda.
Bentuk asal kata mengemaskan adalah kemas. Artinya merapikan atau mengatur. Bentuk asal menggemaskan adalah gemas. Artinya membuat lucu atau bisa juga berarti membuat marah. Namun, sesuai dengan isi teks deskripsi siswa, kata yang tepat digunakan adalah menggemaskan. Dalam isi teks siswa tersebut dikemukakan bahwa dia sangat menyukai kucingnya.

        2)          nampak (data 18)
Kata nampak merupakan kata yang salah dalam bahasa Indonesia. Ditemukannya kata tersebut dalam teks deskripsi siswa mungkin karena siswa sering mendengar kata menampakkan dan penampakan. Siswa beranggapan bahwa asal kata tersebut adalah nampak, padahal sebenarnya kata tersebut merupakan asal kata berawalan /t/ yang mengalami afiksasi sehingga harus luluh. Contoh yang lain adalah kata tarik menjadi menarik, kata tangkap menjadi menangkap, dan sebagainya. Bentuk asal kedua kata tersebut bukan narik dan nangkap, melainkan tarik dan tangkap. Oleh sebab itu, kata yang tepat bukan nampak, melainkan tampak.

      c.            Pengimbuhan yang Tidak Tepat
Kesalahan dalam hal pengimbuhan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak  empat kata. Empat kata yang dianggap salah dalam pengimbuhan adalah kata bergelantungan, meinginkan, serasa, dan kelihatan. Kata-kata tersebut ditemukan dalam kode data berikut.

     1)            bergelantungan (data 02)
Kata bergelantungan tidak tepat karena pengimbuhan yang tidak sesuai kaidah. Hal itu menyebabkan kata tersebut tidak bermakna dalam bahasa Indonesia. Bentuk asal kata tersebut adalah gantung dan telah mendapatkan imbuhan ber-. Menurut Alwi (2003:114—115), ada empat kaidah penggunaan perfiks ber- yaitu sebagai berikut.  Pertama, prefiks ber- berubah menjadi be- jika digabungkan dengan kata dasar yang berawalan /r/. Kedua,  prefiks ber- berubah menjadi be- jika digabungkan dengan kata dasar yang suku kata pertamanya /er/. Ketiga, prefiks ber- berubah menjadi bel- jika digabungkan dengan kata dasar ajar dan unjur. Keempat, prefiks ber- tidak berubah bentuknya jika digabungkan dengan kata dasar di luar kaidah pertama sampai ketiga,
Berdasarkan teori tersebut, kata bergelantungan tidak tepat sebagai hasil afiksasi. Bentuk asal kata tersebut adalah gantung. Setelah diberi prefiks ber-, kata gantung berubah menjadi bergantung, dan menjadi bergantungan setelah diberi konfik ber-an, yang artinya sesuatu yang banyak sedang bergantung.

     2)            meinginkan (data 03)
Kata meinginkan tidak tepat karena pengimbuhan yang tidak sesuai kaidah. Hal itu menyebabkan kata tersebut tidak bermakna dalam bahasa Indonesia. Bentuk asal kata tersebut adalah ingin dan telah mendapatkan prefiks meng-. Menurut Alwi (2003:110), jika digabungkan dengan kata yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /ǝ/, /k/, /g/, /h/, dan /x/, prefiks meng- tidak berubah.
Berdasarkan teori tersebut, kata meinginkan tidak tepat sebagai hasil afiksasi. Bentuk dasar kata tersebut adalah inginkan dan asal katanya adalah ingin. Setelah diberi prefiks meng-, kata inginkan berubah menjadi menginginkan, yang artinya mengharapkan atau menghendaki.

     3)            serasa (data 08)
Kata serasa tidak tepat karena kata tersebut tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan penulis. Dalam teks deskripsi siswa (data 08), disebutkan “Kemolekan pantai serasa sempurna di sore hari.” Dari kalimat tersebut terlihat bahwa yang ingin disampaikan siswa adalah melihat pantai dapat dirasa sempurna di sore hari. Ungkapan dapat dirasa sempurna dapat disampaikan dengan satuan bahasa yang lebih kecil yaitu terasa, bukan serasa. Hal itu disebabkan kata serasa adalah kata adjektiva berprefiks se-. Makna serasa adalah sama rasa. Hal itu sesuai dengan teori yang disampaikan Chaer (2008:170), bahwa prefiks se- pada semua dasar adjektiva memberi makna gramatikal sama dengan yang mengikutinya. Contoh sepintar Andi artinya sama pintar dengan Andi.
Penggunaan kata yang benar adalah terasa. Bentuk asal kata tersebut adalah rasa dan telah mendapatkan prefiks ter-. Menurut Alwi (2003:115), jika digabungkan dengan kata yang dimulai dengan fonem /r/,  prefiks ter- berubah menjadi te-. Berdasarkan teori tersebut, kata serasa tidak tepat sebagai hasil afiksasi dalam teks deskripsi data 08. Kata yang tepat adalah terasa yang artinya dapat dirasa.

     4)            kelihatan (data 29)
Kata kelihatan tidak tepat karena kata tersebut tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan siswa dalam teks deskripsinya. Dalam teks deskripsi siswa (data 29), disebutkan “Meskipun ayahku kelihatan mengerikan, tetapi ayahku orang yang baik dan sabar.” Makna yang ingin disampaikan dalam kalimat tersebut adalah meskipun ayahnya seperti mengerikan (wajahnya), tetapi sebenarnya ayahnya orang yang sabar dan baik. Frasa seperti mengerikan dapat disampaikan dengan terlihat mengerikan, bukan kelihatan mengerikan.
Hal itu disebabkan karena kata kelihatan adalah salah satu penurunan verba takransitif. Verba lihat diberi konfiks ke-an akan bermakna dapat dilihat bukan bermakna sama atau seperti (Alwi, 2003:145—147). Berdasarkan teori tersebut, kata yang tepat adalah terlihat, bukan kelihatan.

     d.            Penulisan Klitika
Kesalahan dalam hal penulisan klitika yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak  tujuh belas kata. Klitik adalah bentuk yang terikat secara fonologis, tetapi berstatus kata karena dapat mengisi gatra dalam tingkat frasa atau klausa. Klitik adalah kata ganti mencakup ku-, kau-, -mu, dan –nya. Klitik ditulis serangkai dengan dengan kata yang mengikutinya (Anwar, 2003:618). Penulisan kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.
 

 e.            Penulisan Kata Depan
Kesalahan dalam hal penulisan kata depan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak  21 kata. Kata depan atau preposisi adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba. Penulisan kata depan yang ditemukan dalam teks deskripsi siswa adalah untuk menyatakan arah, tujuan, dan tempat. Preposisi meliputi di, ke, dari, pada, atas, oleh, dan sebagainya. Penulisan kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya (Chaer, 2008:96).
Berdasarkan teori tersebut, penulisan kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.

 f.            Penulisan Awalan
Penentuan di sebagai kata depan atau awalan sangat sering keliru dalam tulisan siswa. Siswa sering menyamakan penulisan di yang berfungsi sebagai kata depan dan yang berfungsi sebagai awalan. Pada dasarnya, saat kata di digabungkan dengan kata yang menunjukkan tempat, arah, dan tujuan, penulisannya harus terpisah. Tetapi, saat kata di digabungkan dengan kata kerja, penulisannya harus serangkai dan berfungsi sebagai awalan.
Kesalahan dalam hal penulisan awalan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak  enam kata. Penulisan kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.
 

 g.            Penulisan Partikel
 1)            Tidak lah (data 29)
Kesalahan dalam hal penulisan partikel yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan hanya satu kata. Partikel meliputi –kah, -lah, -tah, dan pun. Tiga partikel yang pertama adalah klitika yang harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan partikel pun ditulis terpisah (Alwi, 2003:307—309). Berdasarkan teori tersebut, penulisan kata tidak lah seharusnya ditulis serangkai menjadi tidaklah, yang berfungsi memberi penegasan.

    1.         Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Reduplikasi
Kesalahan dalam tataran reduplikasi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak enam kata. Keenam kata tersebut adalah mengibas-nigas, terhenti, sesekali, ciri – ciri, dielus – elus, dan anak - anaknya. Kata-kata tersebut ditemukan dalam kode data berikut.
      a.            mengibas-nigas (data 15)

Reduplikasi adalah pengulangan akar kata secara utuh atau murni, sebagian, dan berubah bunyi. Pada data 15, kata mengibas-nigas merupakan kata ulang yang berprefiks me-. Kata yang direduplikasikan dalam kata berprefiks ­me- hanya akarnya saja, yakni dapat bersifat progresif dan regresif (Chaer, 2008:184). Kata mengibas-nigas tidak tepat karena mengulang yang bukan dasar kata yang telah berprefiks tersebut. Asal kata mengibas-nigas adalah kibas. Setelah mendapatkan prefiks, fonem /k/ luluh sehingga menjadi mengibas. Setelah mengalami reduplikasi, kata yang benar adalah mengibas-ngibas, bukan mengibas-nigas. Kata ulang tersebut bersifat progresif, yaitu pengulangan ke arah depan ata kanan. Contoh kata yang lain adalah menembak-nembak, menari-nari, melihat-lihat, dan sebagainya.

      b.            terhenti-henti (data 11)
Pada data 11, kata terhenti-henti merupakan kata ulang yang berprefiks ter-. Kata yang direduplikasikan dalam kata berprefiks ­ter- hanya akarnya saja, yakni bersifat progresif (Chaer, 2008:188). Kata terhenti-henti pada dasarnya benar dari segi reduplikasi, tetapi kata tersebut tidak tepat dalam menyampaikan maksud penulis kepada pembaca dalam data 11. Terhenti-henti artinya ikut berhenti. Dalam data 11 disebutkan “Rama adalah orang yang sangat gemuk, tak terhenti-henti dari maknnya.” Kata tersebut sama proses reduplikasinya dengan kata terbawa-bawa dan tersenyum-senyum. Arti kata-kata tersebut adalah ikut terbawa dan ikut senyum.
Kurang tepat apabila kalimat tersebut diubah menjadi “Rama adalah orang yang sangat gemuk, tak ikut berhenti dari makannya.” Berdasarkan hal tersebut, kata terhenti-henti lebih tepat diganti menjadi kata yang berprefiks ber-, yaitu menjadi berhenti. Dengan hal itu, kalimat sebelumnya akan menjadi “Rama adalah orang yang sangat gemuk. Dia tidak berhenti makan.”

           c.            sesekali (data 27)
Sesekali adalah kata yang mengalami prefiksasi yaitu diberi prefiks se-. Dasar kata tersebut adalah sekali. Menurut Chaer (2008:188), kata berprefiks se- dalam reduplikasi dapat diulang kata dasarnya secara utuh atau hanya mengulang bentuk akarnya saja. Oleh sebab itu, kemungkinan kata ulang yang dapat digunakan dari kata sekali adalah sekali-sekali atau sekali-kali.
Berdasarkan teori tersebut, kata sesekali dikategorikan salah dan lebih tepat diganti menjadi sekali-kali atau sekali-sekali, yang artinya jarang atau hanya sekali.

          d.            ciri – ciri (data 20), dielus-elus (data 28), dan anak – anaknya (data 29)
Ketiga kata ulang tersebut adalah kesalalahan dalam pemberian tanda baca kata ulang. Seharusnya tanda hubung ditulis rapat atau serangkai dengan unsur-unsur kata ulang. Artinya, antara unsur pertama kata ulang tidak diberi ruang atau jarak dengan tanda hubung, demikian halnya dengan unsur lain. Oleh sebab itu, kata ulang yang benar adalah ciri-ciri, dielus-elus, dan anak-anaknya.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan tersebut, berikut adalah kata yag salah dalam tataran reduplikasi beserta perbaikanya.
 

         3.         Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Komposisi
Kesalahan kata dalam tataran komposisi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak tiga kata. Ketiga kata tersebut adalah orangtua, sawomatang, dan kamartidur. Kata-kata tersebut ditemukan dalam kode data berikut.

           a.            Orangtua (data 04) seharusnya orang tuaku
Kata orangtua merupakan komposisi nominal memiliki makna idiomatik penuh, yang penulisan unsur-unsurnya ditulis terpisah (Chaer, 2008:222). Makna idiomatik penuh artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksis secara leksikal maupun gramatikal. Namun, kata orantua baru dapat ditentukan termasuk komposisi idiomatik penuh atau tidak setelah berada dalam kalimat.
Berdasarkan teori tersebut, kata orangtua dalam data 04 tidak tepat karena penulisannya serangkai padahal kata itu merujuk kepada ayah dan ibu. Oleh sebab itu, penulisan yang tepat adalah orang tua.

           b.            Sawomatang (data 10)
Kata sawomatang merupakan komposisi nominal memiliki makna idiomatik sebagian, yang penulisan unsur-unsurnya ditulis terpisah. Makna idiomatik sebagian artinya unsur-unsurnya mengacu pada makna leksikal (Chaer, 2008:223). Berdasarkan teori tersebut, penulisan yang benar adalah sawo matang. Satuan bahasa tersebut merujuk kepada kulit yang berwarna seperti buah sawo yang sudah matang, yaitu berwarna kecoklat-coklatan.

           c.            Kamartidur (data 12)
Kata majemuk kamartidur merupakan komposisi nominal bermakna gramatikal. Komposisi jenis ini menyatakan makna tempat melakukan sesuatu dan penulisan antarunsur kata menjemuk tersebut ditulis terpisah (Chaer, 2008:219). Berdasarkan teori tersebut, penulisan yang benar adalah kamar tidur. Kata majemuk tersebut bermakna ruangan yang digunakan untuk tidur.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan tersebut, berikut adalah kata yag salah dalam tataran komposisi beserta perbaikanya.
Salah
a.          Orangtuaku (data 04)
b.          Sawomatang (data 10)
c.          Kamartidur (data 12)
Benar
       a.            Orang tua
      b.            Sawo matang
       c.            Kamar tidur


    E.            Simpulan
Kesalahan kata yang ditemukan dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang mencakup kata-kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Ketiga tataran tersebut merupakan kajian linguistik bidang morfologi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, simpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut.
Pertama, kesalahan penulisan kata karena mengalami afiksasi ditemukan sebanyak 64 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut mencakup salah menentukan bentuk asal, salah meluluhkan fonem, salah dalam penulisan klitika, salah dalam penulisan kata depan, dan salah dalam penulisan partikel. Kesalahan dalam tataran afiksasi merupakan kesalahan yang paling banyak diitemukan dalam teks deskripsi siswa, yaitu berjumlah 64 kesalahan atau 2,47%.
Kedua, kesalahan penulisan kata karena mengalami reduplikasi ditemukan sebanyak 6 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut mencakup pengulangan kata dasar, pengulangan kata berprefiks, dan penulisan tanda hubung dalam kata ulang yang tidak tepat. Kesalahan dalam tataran reduplikasi merupakan terbesar kedua yang ditemukan dalam 29 teks deskripsi siswa, yaitu 0,23%.
Ketiga, kesalahan penulisan kata karena mengalami komposisi atau penggabungan kata ditemukan sebanyak 3 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut mencakup komposisi nominal memiliki makna idiomatik penuh, komposisi nominal memiliki makna idiomatik sebagian, dan komposisi nominal bermakna gramatikal. Kesalahan dalam tataran komposisi merupakan kesalahan bidang morfologi terkecil yang ditemukan dalam 29 teks deskripsi siswa, yaitu 0,12%.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat teratasi atau dapat diminimalkan jika siswa terbiasa mendengar dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sejak sekolah dasar seharusnya siswa bukan saja diajarkan berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia, melainkan siswa perlu dibekali kaidah-kaidah dalam pembentukan kata. Kemudian siswa sebaiknya bukan saja dilatih menambah pembendaharaan kata-kata dasar, melainkan juga dilatih menambah pembendaharaan kata yang mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan akronimisasi). Dengan hal itu, siswa tidak hanya mampu menggunakan kata yang benar hanya karena kebiasaan, melainkan karena siswa tersebut mengetahui kaidah pembentukan kata yang digunakannya.

Daftar Rujukan

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anwar, Desi. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.

Harsiati Titik, dkk. 2016. Buku Guru Bahasa Indonesia. Jakarta: Kemedikbud.
Kosasih dan Restuti. 2013. Jenis-jenis Teks. Bandung: Yrama Widya.


Lampiran 1
Daftar Identitas Siswa

 

 
Lampiran 2
Kutipan Kesalahan Kata dalam Teks Deskripsi

 



Komentar