KESALAHAN KATA DALAM TEKS
DESKRIPSI
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 11 PADANG
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 11 PADANG
Yusniar Br Purba
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang
Yusniarbrpurba@gmail.com
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang
Yusniarbrpurba@gmail.com
ABSTRAK
Artikel ini ditulis untuk
mengetahui kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11
Padang. Kesalahan-kesalahan tersebut dikaji menggunakan morfologi. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan
mencakup tataran afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Adapun pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Oleh sebab itu, kata-kata yang salah diperoleh dari sumber data
penelitian yaitu teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, sehingga
penganalisisan data dengan mengklasifikasikan kesalahan dan membahasnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas
VII SMP Negeri 11 Padang sebagai berikut. Pertama,
dalam tataran afiksasi ditemukan kesalahan peluluhan fonem, penentuan bentuk
asal, penulisan kata depan, awalan, klitika, dan partikel. Kedua, dalam tataran reduplikasi ditemukan kesalahan pengulangan
kata dasar, pengulangan kata berprefiks, dan penggunaan tanda hubung dalam kata
ulang. Ketiga, dalam tataran
komposisi ditemukan kesalahan penulisan komposisi nominal memiliki makna
idiomatik penuh, komposisi nominal memiliki makna idiomatik sebagian, dan
komposisi nominal bermakna gramatikal.
Kata
kunci: kesalahan, kata,
teks deskripsi
ABSTRACT
The purpose of the article is to understand of the
word errors in description text in 7ᵗʰ grade SMPN 11 Padang. These errors were
examined using morphology. The errors found include of affixation,
reduplication, and composition. The approach used in this research is a
qualitative approach with descriptive methods. The data obtained from the description
text in 7ᵗʰ grade SMPN 11 Padang. The data collected by documentary technique, and then
analyzing the data to classify errors and discuss it. Based on the results
showed that the word errors in the description text in 7ᵗʰ grade
SMPN 11 Padang. First, the level of affixation errors founded is assimilated
phonemes, the determination of the primary forms, writing prepositions, prefixes,
and particles. Second, the level of reduplication errors founded is repetition
of basic words, repetition of words prefixed, and the use of a hyphen in the
word. Third, the level of composition errors founded is writing nominal
composition has a full idiomatic meaning, nominal composition has a partially
idiomatic meaning, and the nominal composition has grammatical meaning.
Key words: errors, word, description
text
A. Pendahuluan
Kata merupakan satuan terbesar dalam morfologi, tetapi satuan
terkecil dalam sintaksis yang dapat membentuk satuan lebih besar, yaitu frasa,
klausa, dan kalimat. Kata adalah satuan bahasa yang paling berperan dalam
berkomunikasi. Seseorang dapat menyampaikan gagasan pikirannya dengan baik
apabila pandai dalam memilih dan menggunakan kata dengan tepat. Menyampaikan
gagasan dapat dengan cara berbicara dan menulis.
Menulis telah menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki
seseorang di Indonesia. Hal itu terlihat dari usaha pemerintah dalam
meningkatkan keterampilan menulis. Sejak menempuh jenjang pendidikan sekolah
dasar, siswa telah diajarkan menulis. Menulis dapat dilakukan setelah seseorang
mampu membaca. Awal memasuki sekolah dasar, siswa diajarkan mengenali huruf dan
perlahan diajarkan membaca. Setelah mampu membaca, siswa kemudian diajarkan
menulis.
Menulis bukan saja menjadi materi pembelajaran di sekolah
dasar, melainkan berlanjut hingga sekolah menengah. Di jenjang pendidikan
sekolah menengah, siswa tidak lagi diajarkan hanya sekedar mampu menulis satu
kata, satu kalimat, atau satu paragraf, tetapi harus mampu menulis satu teks
bahkan berbagai teks. Teks adalah naskah, yaitu kumpulan paragraf yang
menjelaskan sebuah gagasan pokok.
Sejak menggunakan kurikulum 2013, setiap siswa diajarkan mampu
menulis berbagai teks. Salah satu materi pembelajaran menulis yang harus
dikuasai siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah menulis teks deskripsi.
Teks tersebut merupakan teks yang diajarkan saat siswa pertama kali belajar
bahasa Indonesia di kelas VII. Artinya, teks prosedur adalah teks pertama yang
dipelajari siswa kelas VII pada semester I. Teks deskripsi tercantum dalam
Kompetensi Dasar (KD) 4.2, yang berbunyi ”Menyajikan data, gagasan, kesan dalam
bentuk teks deskripsi tentang objek
(sekolah, tempat wisata, tempat
bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) secara tulis dan lisan dengan
memperhatikan struktur, kebahasaan baik secara lisan dan tulis.” Sebelum
diajarkan menulis teks deskripsi, siswa terlebih dahulu diajarkan mengenali
contoh teks deskripsi dari segi struktur dan ciri kebahasaannya.
Seorang siswa tidak akan mampu menulis dengan baik apabila
tidak kaya kosa kata. Siswa kesulitan menyampaikan gagasannya karena tidak tahu
harus menggunakan kosa kata apa dalam tulisannya. Sekalipun disebut sebagai
satuan bahasa terkecil, kata mempunyai peran besar dalam menghasilkan tulisan
yang baik. Tulisan yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa teks deskripsi.
Menurut Kosasih dan Restuti (2013:53), teks deskripsi adalah
teks yang berisi penjelasan mengenai objek, gagasan dan menggambarkan sesuatu
dengan serinci-rincinya. Artinya, seseorang dapat menulis sebuah teks deskripsi
apabila seseorang tersebut telah melihat, mendengar, atau mengalami sendiri apa
yang dideskripsikan. Tujuan teks deskripsi adalah menggambarkan objek dengan
cara memerinci objek secara subjektif atau melukiskan kondisi objek dari sudut
pandang penulis. Namun, sekalipun bersifat subjektif, teks deskripsi bukan
ditulis berdasarkan khayalan, melainkan dari apa yang telah dialami penulis.
Selain menggambarkan, teks deskripsi juga dapat disebut bertujuan
melukiskan secara rinci dan penggambaran sekonkret mungkin suatu objek/suasana/perasaan
sehingga pembaca seakan-akan melihat, mendengar, mengalami apa yang
dideskripsikan (Harsiati, 2016:7). Sebuah teks deskripsi dapat dikatakan baik apabila
telah berhasil membuat pembaca terbayang dengan apa yang dideskripsikan.
Tujuan teks deskripsi bukan saja dapat tercapai karena
kemampuan siswa mendeskripsikan menggunakan kalimat, melainkan dibutuhkan
penggunaan kata yang tepat untuk menyampaikan informasi yang tepat sehingga
mudah dipahami pembaca. Penggunaan kata yang tepat bukan saja untuk memudahkan
pemahaman pembaca, melainkan juga agar berterima dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan kata yang dimaksud adalah pembentukan kata yang benar. Pembentukan
kata merupakan kajian linguistik bidang morfologi. Pembentukan kata berkaitan
dengan afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan kata), dan komposisi
(penggabungan kata), akronimisasi (pemendekan atau penyingkatan), dan konversi
(pengubahan status). Namun, yang difokuskan dalam penelitian ini adalah
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi saja.
Pertama, kesalahan dalam tataran afiksasi dapat berupa
peluluhan fonem-fonem tertentu, penulisan klitika, penulisan kata depan, dan
penulisan partikel. Selanjutnya, kesalahan dalam tataran reduplikasi dapat
berupa menentukan bentuk dasar yang diulang. Terakhir, kesalahan dalam kata
majemuk dapat berupa penulisan satuan bahasa serangkai atau tidak.
Terkait dengan hal itu, kesalahan-kesalahan dalam hasil pembentukan
kata masih banyak ditemukan dalam tulisan siswa. Hasil pembentukan yang
dimaksud adalah bentuk atau wujud fisik proses pembentukan kata. Oleh sebab
itu, data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang berimbuhan, kata ulang,
dan kata majemuk. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam tulisan siswa, khususnya
tulisan berupa teks deskripsi dapat dilihat dalam gambar berikut.
Gambar 1
Bukti Latihan Siswa
Gambar satu menunjukkan bahwa siswa belum mampu menulis teks
dengan baik. Penulisan kalimat masih tidak tepat. Penggunaan tanda baca penanda
kalimat deklaratif seharusnya titik (.), tetapi digunakan tanda koma (,).
Namun, meskipun terdapat kesalahan dari segi pembentukan kalimat, penelitian
ini mengkhususkan kesalahan berbahasa dari segi hasil pembentukan kata atau
dalam bidang morfologi. Kesalahan kata dalam latihan siswa tersebut antara lain
sebagai berikut. Pertama, kesalahan
terletak dalam menuliskan terhenti-henti.
Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam reduplikasi. Kata tersebut seharusnya
mengulang keseluruhan kata dasar henti, dan
tidak menggunakan morfem ter-. Kedua, kesalahan
terletak dalam menuliskan makan nya,
orang nya, dan orang tua nya. Kesalahan
tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan klitika, seharusnya klitika –nya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Ketiga, kesalahan
terletak dalam menuliskan di kasih. Kesalahan
tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan awalan yang ditulis seolah-olah
preposisi atau kata depan, seharusnya kata di
ditulis serangkai dengan kata kerja yang mengikutinya.
Gambar satu merupakan latihan siswa kelas VII D tahun ajaran
2016-2017 di SMP Negeri 11 Padang. Kesalahan penulisan kata bukan saja
ditemukan dalam satu kelas, melainkan juga dalam kelas VII lain di sekolah yang
sama, yaitu kelas VII G. Hal itu dapat terlihat dalam gambar kedua berikut ini.
Gambar 2
Bukti Latihan Siswa
Gambar tersebut menunjukkan bahwa dari segi penulisan teks, siswa
telah dapat digolongkan menulis teks dengan baik dibandingkan dengan gambar
satu. Namun, jika dilihat dari kata yang digunakan, masih ditemukan pembentukan
kata yang tidak tepat dalam bahasa Indonesia. Gambar dua merupakan bukti yang
mendukung permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kesalahan pembentukan
kata masih ditemukan dalam tugas siswa yang bahkan berada di kelas unggul yaitu
kelas VII G.
Kesalahan pembentukan kata dalam gambar dua siswa tersebut berjumlah
dua, yaitu sebagai berikut. Pertama,
kesalahan terletak dalam menuliskan mempunyai.
Kesalahan tersebut merupakan kesalahan dalam afiksasi. Prefiks me- diimbuhkan dengan bentuk dasar punya, seharusnya konsonan /p/
diluluhkan dengan nasal /m/. Kata
yang tepat adalah memunyai. Kedua, kesalahan
terletak dalam menuliskan di buat. Kesalahan
tersebut merupakan kesalahan dalam penulisan awalan yang ditulis seolah-olah
preposisi atau kata depan, seharusnya kata di
ditulis serangkai dengan kata kerja yang mengikutinya.
Selama mengikuti Praktik Lapangan Kependidikan (PLK) di SMP
Negeri 11 Padang, ditemukan siswa yang dominan menggunakan bahasa ibu, yaitu
bahasa Minang. Mereka akan menggunakan bahasa Indonesia apabila berbicara
dengan guru bahasa Indonesia. Kenyataan di sekolah, ketika siswa ditugaskan
mendeskripsikan seorang temannya di depan kelas, siswa tersebut tidak dapat
berbahasa Indonesia dengan lancar. Oleh sebab itu, setiap diperintahkan
mengemukakan pendapat, siswa tersebut memilih menggunakan bahasa Minang.
Kenyataan tersebut merupakan salah satu penyebab siswa tidak
menguasai pembentukan kata bahasa Indonesia dengan benar. Singkatnya, siswa
sulit berbahasa Indonesia karena tekanan bahasa ibu. Siswa lebih banyak
mendengar dan menggunakan bahasa Minang daripada bahasa Indonesia. Oleh sebab
itu siswa terbiasa menggunakan bahasa Minang dan canggung menggunakan bahasa
Indonesia. Bahkan ketika ditanya guru menggunakan bahasa Indonesia, siswa lebih
sering menjawab dengan bahasa Minang. Pada dasarnya, pembentukan kata bahasa
Indonesia bukan saja didapatkan dari sekolah saja, melainkan juga dipengaruhi
kebiasaan sehari-hari. Apabila seseorang sering mendengar kosa kata bahasa
Indonesia, umumnya orang tersebut dapat memperkaya kosa katanya dan lebih
lancar berbahasa Indonesia. Namun, apabila dalam kesehariannya seseorang hanya
mendengar bahasa Minang, lalu bagaimana dia akan melatih kemampuannya berbahasa
Indonesia yang sudah didapatkan dari sekolah?
Selama mengajarkan teks deskripsi di kelas VII SMP Negeri 11
Padang, terlihat bahwa siswa pada dasarnya mampu mendeskripsikan suatu objek
menggunakan bahasa Minang, tetapi tidak mampu mendeskripsikan menggunakan
bahasa Indonesia. Kenyataan itu juga didukung oleh guru bahasa Indonesia tetap
di sekolah tersebut. Menurut Bu Almida selaku guru bahasa Indonesia kelas VII,
siswa bukan saja sulit mendeskripsikan sesuatu menggunakan bahasa Indonesia,
dalam menulis teks yang lain juga seperti itu. Hal inilah yang diasumsikan
menjadi salah satu penyebab siswa tidak paham dalam pembentukan kata bahasa
Indonesia yang benar, yaitu siswa hanya terbiasa dengan bahasa Minang, bukan
bahasa Indonesia. Jika dalam pembentukan kata saja tidak mampu, lalu bagaimana
siswa akan menulis satuan bahasa yang lebih besar seperti kalimat, paragraf,
bahkan sebuah teks. Kata merupakan dasar dalam menulis sebuah teks.
Berdasarkan dua gambar latihan siswa yang telah ditampilkan,
terihat bahwa siswa masih belum menguasai materi pembentukan kata. Secara
keseluruhan masih ditemukan penulisan kata-kata yang tidak tepat dalam bahasa
Indonesia. Kesalahan itu dapat dalam afiksasi, reduplikasi, komposisi
(penggabungan kata), akronimisasi (pemendekatan atau penyingkatan), konversi
(pengubahan status kata), penulisan klitika, penulisan kata depan, penulisan
partikel, dan sebagainya. Oleh sebab itu, analisis kesalahan berbahasa bidang
morfologi ini perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dan cara memperbaiki
kesalahan siswa dalam pembentukan kata.
Menurut Chaer (2008:5), kata dalam sintaksis merupakan satuan
terkecil yang dapat menduduki satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek,
dan keterangan), namun dalam morfologi kata adalah satuan terbesar yang
dibentuk melalui salah satu proses morfologi. Kata bukanlah satuan bahasa yang
dapat diacuhkan, karena kata sangat menentukan terjalinnya komunikasi yang
baik. Kesalahan dalam menentukan bentuk asal suatu kata dapat mengakibatkan
kesalahan seseorang menggunakan kata yang sama tetapi dalam bentuk yang
berbeda. Demikian halnya kesalahan pemahaman tentang konsonan yang seharusnya
luluh, ternyata tidak diluluhkan setelah mendapatkan afiks. Sebaliknya,
konsonan yang seharusnya tidak luluh ternyata diluluhkan. Contohnya adalah
menentukan kata yang tepat antara mencuci
atau menyuci, mengaji atau menghaji, mengkelompokkan
atau mengelompokkan, dan sebagainya.
Bentuk yang benar dari kata-kata tersebut dapat ditentukan apabila diketahui
dengan benar bentuk asalnya dan dikuasai teorinya.
Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada
bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /k, p, t, s/. Konsonan /k/ diluluhkan
dengan nasal /ng/, konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/, konsonan /t/
diluluhkan dengan nasal /n/, dan konsonan/s/ diluluhkan dengan nasal /ny/,
(Chaer, 2008:48). Namun terkait dengan peluluhan fonem /p/, menurut Alwi
(2003:111) peluluhan tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang
mengawali prefiks per- atau dasarnya
berawal dengan per- dan pe-.
Kesalahan dalam tataran morfologi juga mencakup penggunaan
preposisi. Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk
merangkaikan nomina dengan verba. Penulisan preposisi yang benar adalah dengan
cara memisahkannya dari kata yang mengikutinya. Selain preposisi, penulisan
partikel juga merupakan salah satu kesalah yang sering ditemui dalam teks-teks
yang ditulis siswa. Menurut Chaer (2008:104), partikel dalam bahasa Indonesia
adalah kah, tah, lah, pun, dan per. Partikel kah- berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan
kalimat interogatif. Penulisannya serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Partikel –lah dipakai dalam kalimat
imperatif atau deklaratif. Penulisannya juga serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Partikel –tah sudah
tidak produktif lagi. Partikel pun
dipakai dalam kalimat deklaratif dan penulisannya dipisah dari kata yang
mengikutinya. Namun, partikel pun sebagai
konjungtor seperti meskipun, walaupun,
adapun, dan sebagainya ditulis serangkai.
Sesuai dengan permasalahan dan konsep yang telah dikemukakan, penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan kata bahasa Indonesia. Kesalahan
pembentukan kata atau kesalahan dalam bidang morfologi itu difokuskan dalam
kelompok afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Oleh sebab itu, penelitian ini
bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata karena mengalami
afiksasi dalam teks deskripsi siswa
kelas VII SMP Negeri 11 Padang, (2) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata
karena mengalami reduplikasi dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11
Padang, dan (3) mendeskripsikan kesalahan penulisan kata karena mengalami komposisi
dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP
Negeri 11 Padang.
B. Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode menggambarkan atau menguraikan sesuatu dengan
bahasa verbal. Penelitian ini digunakan untuk menganalisis tulisan siswa dengan
tujuan mendeskripsikan kesalahan kata dalam teks deskripsi siswa kelas VII di
SMP Negeri 11 Padang. Adapun instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri
dengan alat bantu instrumen berupa buku-buku yang berkaitan dengan pembentukan
kata atau disebut juga buku-buku morfologi.
Sumber
data penelitian ini adalah 15 teks deskripsi siswa kelas VII D dan 14 teks
deskripsi kelas VII G tahun ajaran Juli- Desember 2016 di SMP Negeri 11 Padang.
Data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang mengalami afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi. Data tersebut juga meliputi kesalahan dalam
penulisan partikel, klitika, kata depan, dan sebagainya.
Data
dalam penelitian ini dikumpulkan peneliti selama mengikuti PLK di SMP Negeri 11
Padang. Data didapatkan dari tugas yang diberikan peneliti saat mengajarkan
teks Laporan Hasil Observasi (LHO). Untuk membedakan teks LHO dengan teks
deskripsi, siswa ditugaskan menulis satu teks deskripsi dan satu teks LHO.
Selanjutnya, teks deskripsi yang telah didapatkan dipilih yang memenuhi syarat
atau tepat dijadikan sebagai sumber data. Teks deskripsi yang telah dipilih kemudian
difotokopi. Teks deskripsi yang diteliti berjumlah 29 teks.
Data
dianalisis dengan langkah-langkah berikut. Pertama, peneliti membaca teks
deskripsi siswa. Kedua, mengidentifikasi kekurangan teks berdasarkan aspek yang
diteliti, yaitu kesalahan kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Ketiga, mengklasifikasikan teks berdasarkan kesalahan. Keempat,
menganalisis teks berdasarkan ketiga aspek yang telah disebutkan. Kelima,
membuat simpulan penelitian.
C. Hasil Penelitian
Hasil
penelitian terhadap kesalahan kata dalam teks deskripsi kelas VII SMP Negeri 11
Padang beraneka ragam. Sumber data berjumlah 29 teks deskripsi. Setiap teks
rata-rata berjumlah 70 kata, sehingga jumlah kata yang diteliti adalah 2587
kata. Di antara 2587 kata tersebut, ditemukan kesalahan-kesalahan kata dari
aspek yang diteliti. Aspek yang dimaksud adalah kesalahan penulisan kata dalam
tataran: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, dan (3) komposisi.
Berikut
ini merupakan rincian kesalahan kata dalam teks deskripsi kelas VII SMP Negeri
11 Padang.
Tabel 1
Kesalahan Kata yang
Terdapat dalam Teks Deskripsi
Kelas VII SMP Negeri 11
Padang
Keterangan
a : Afiksasi
b : Reduplikasi
c : Komposisi
Tabel
tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesalahan penulisan kata dalam tataran
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Kesalahan dalam tataran afiksasi meliputi
salah menentukan bentuk asal, salah meluluhkan fonem, salah dalam penulisan
klitika, salah dalam penulisan kata depan, dan salah dalam penulisan partikel.
Kesalahan dalam tataran afiksasi merupakan kesalahan yang paling banyak
diitemukan dalam teks deskripsi siswa, yaitu berjumlah 64 kesalahan atau 2,47%.
Kesalahan dalam tataran reduplikasi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa berjumlah
6 kesalahan atau 0,23%. Kesalahan dalam tataran komposisi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa berjumlah
3 kesalahan atau 0,12%.
D. Pembahasan
1. Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Afiksasi
Kesalahan
penulisan kata dalam tataran afiksasi meliputi peluluhan fonem, penentuan
bentuk asal, pengimbuhan yang tidak tepat, penulisan klitika, penulisan kata
depan, penulisan awalan, dan penulisan partikel.
Kesalahan-kesalahan
tersebut akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.
a.
Peluluhan Fonem
Kesalahan
dalam hal peluluhan fonem yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII
SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak satu
kata, yaitu mempunyai. Namun, kata mempunyai ditemukan sebanyak lima kata
dari teks deskripsi yang berbeda atau dari data-data yang berbeda. Artinya, lima
orang siswa kurang memahami kaidah pemberian prefiks me-. Kata mempunyai ditemukan
dalam kode data berikut.
1)
Mempunyai (data 17)
2)
Mempunyai (data 03)
3)
Mempunyai (data 06)
4)
Mempunyai (data 20)
5)
Mempunyai (data 23)
Menurut
Chaer (2008:48), konsonan /p/ akan luluh
menjadi nasal /m/ apabila mendapatkan prefiks me-. Hal itu juga didukung oleh Alwi (2003:111) yang mengemukakan
bahwa setiap kata yang diawali konsonan /p/ akan luluh jika diberi imbuhan me-. Namun, peluluhan seperti itu tidak terjadi
jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per-, atau kata dasarnya berawalan per- dan pe-. Oleh sebab
itu, kata dasar pikir, pilih, pantau,
pijak, dan pakai akan menjadi memikir, memilih, memantau, memijak, dan
memakai setelah diberi prefiks me-.
Bentuk dasar kata mempunyai
adalah punyai dan asal katanya
adalah punya. Oleh sebab itu, hasil
afiksasi yang benar adalah memunyai.
Konsonan /p/ harus luluh karena telah mendapatkan prefiks me-. Contoh kata yang lain adalah memutari yang bentuk dasarnya adalah putari dan asal katanya adalah putar.
Memutuskan yang kata dasarnya adalah putuskan
dan asal katanya adalah putus. Memulangkan
yang kata dasarnya adalah pulangkan
dan asal katanya adalah pulang.
b.
Kesalahan Penentuan Bentuk Asal
Sebuah
kata juga dapat menjadi salah karena salah dalam menentukan bentuk asal.
Penentuan bentuk asal yang benar juga berdampak pada hasil afiksasi yang benar
pula. Apabila salah dalam menentukan bentuk asal, maka akan salah juga dalam
afiksasi. Hal itu dapat terlihat dari kata yang mendapatkan afiksasi yang
terdapat dalam teks deskripsi siswa, yaitu sebagai berikut.
1)
mengemaskan (data 15)
Kata
mengemaskan dalam teks deskripsi
siswa tersebut sebenarnya mengacu kepada bibir seekor kucing. Maksud yang ingin
disampaikan siswa adalah bahwa bibir kucingnya sangat lucu. Tetapi, karena
salah dalam menentukan bentuk asal, kata yang digunakan siswa tidak dapat
menyampaikan maksud siswa kepada pembaca secara tepat. Hal ini diasumsikan
karena siswa sering mendengar kata menggemaskan,
tetapi tidak tahu asal kata yang benar dari kata itu. Kata mengemaskan berbeda maknanya dengan kata menggemaskan. Kedua kata tersebut juga memiliki bentuk asal yang
berbeda.
Bentuk
asal kata mengemaskan adalah kemas. Artinya merapikan atau mengatur.
Bentuk asal menggemaskan adalah gemas. Artinya membuat lucu atau bisa
juga berarti membuat marah. Namun, sesuai dengan isi teks deskripsi siswa, kata
yang tepat digunakan adalah menggemaskan.
Dalam isi teks siswa tersebut dikemukakan bahwa dia sangat menyukai kucingnya.
2)
nampak (data 18)
Kata
nampak merupakan kata yang salah
dalam bahasa Indonesia. Ditemukannya kata tersebut dalam teks deskripsi siswa
mungkin karena siswa sering mendengar kata menampakkan
dan penampakan. Siswa beranggapan
bahwa asal kata tersebut adalah nampak, padahal
sebenarnya kata tersebut merupakan asal kata berawalan /t/ yang mengalami
afiksasi sehingga harus luluh. Contoh yang lain adalah kata tarik menjadi menarik, kata tangkap
menjadi menangkap, dan sebagainya.
Bentuk asal kedua kata tersebut bukan narik
dan nangkap, melainkan tarik dan tangkap. Oleh sebab itu, kata yang tepat bukan nampak, melainkan tampak.
c.
Pengimbuhan yang Tidak Tepat
Kesalahan
dalam hal pengimbuhan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP
Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak empat
kata. Empat kata yang dianggap salah dalam pengimbuhan adalah kata bergelantungan, meinginkan, serasa, dan kelihatan. Kata-kata tersebut ditemukan
dalam kode data berikut.
1)
bergelantungan (data 02)
Kata
bergelantungan tidak tepat karena
pengimbuhan yang tidak sesuai kaidah. Hal itu menyebabkan kata tersebut tidak
bermakna dalam bahasa Indonesia. Bentuk asal kata tersebut adalah gantung dan telah mendapatkan imbuhan ber-. Menurut Alwi (2003:114—115), ada empat kaidah penggunaan perfiks ber- yaitu sebagai berikut. Pertama,
prefiks ber- berubah menjadi be- jika digabungkan dengan kata dasar
yang berawalan /r/. Kedua, prefiks
ber- berubah menjadi be- jika
digabungkan dengan kata dasar yang suku kata pertamanya /er/. Ketiga, prefiks ber- berubah menjadi bel-
jika digabungkan dengan kata dasar ajar
dan unjur. Keempat, prefiks ber- tidak
berubah bentuknya jika digabungkan dengan kata dasar di luar kaidah pertama
sampai ketiga,
Berdasarkan teori tersebut, kata bergelantungan tidak tepat sebagai hasil afiksasi. Bentuk asal kata
tersebut adalah gantung. Setelah
diberi prefiks ber-, kata gantung berubah menjadi bergantung, dan menjadi bergantungan setelah
diberi konfik ber-an, yang artinya
sesuatu yang banyak sedang bergantung.
2)
meinginkan (data 03)
Kata
meinginkan tidak tepat karena
pengimbuhan yang tidak sesuai kaidah. Hal itu menyebabkan kata tersebut tidak
bermakna dalam bahasa Indonesia. Bentuk asal kata tersebut adalah ingin dan telah mendapatkan prefiks meng-. Menurut Alwi (2003:110), jika digabungkan dengan kata yang dimulai
dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /ǝ/, /k/, /g/, /h/, dan /x/, prefiks meng- tidak berubah.
Berdasarkan teori tersebut, kata meinginkan tidak tepat sebagai hasil afiksasi. Bentuk dasar kata
tersebut adalah inginkan dan asal
katanya adalah ingin. Setelah diberi
prefiks meng-, kata inginkan berubah menjadi menginginkan, yang artinya mengharapkan
atau menghendaki.
3)
serasa (data 08)
Kata
serasa tidak tepat karena kata
tersebut tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan penulis. Dalam teks
deskripsi siswa (data 08), disebutkan “Kemolekan pantai serasa sempurna di sore
hari.” Dari kalimat tersebut terlihat bahwa yang ingin disampaikan siswa adalah
melihat pantai dapat dirasa sempurna di sore hari. Ungkapan dapat dirasa sempurna dapat disampaikan
dengan satuan bahasa yang lebih kecil yaitu terasa,
bukan serasa. Hal itu disebabkan
kata serasa adalah kata adjektiva
berprefiks se-. Makna serasa adalah sama rasa. Hal itu sesuai dengan teori yang disampaikan Chaer
(2008:170), bahwa prefiks se- pada
semua dasar adjektiva memberi makna gramatikal sama dengan yang mengikutinya.
Contoh sepintar Andi artinya sama pintar dengan Andi.
Penggunaan
kata yang benar adalah terasa. Bentuk
asal kata tersebut adalah rasa dan
telah mendapatkan prefiks ter-. Menurut
Alwi (2003:115), jika digabungkan dengan
kata yang dimulai dengan fonem /r/,
prefiks ter- berubah menjadi te-. Berdasarkan teori tersebut, kata serasa tidak tepat sebagai hasil
afiksasi dalam teks deskripsi data 08. Kata yang tepat adalah terasa yang artinya dapat dirasa.
4)
kelihatan (data 29)
Kata
kelihatan tidak tepat karena kata
tersebut tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan siswa dalam teks
deskripsinya. Dalam teks deskripsi siswa (data 29), disebutkan “Meskipun ayahku
kelihatan mengerikan, tetapi ayahku orang yang baik dan sabar.” Makna yang
ingin disampaikan dalam kalimat tersebut adalah meskipun ayahnya seperti
mengerikan (wajahnya), tetapi sebenarnya ayahnya orang yang sabar dan baik.
Frasa seperti mengerikan dapat
disampaikan dengan terlihat mengerikan,
bukan kelihatan mengerikan.
Hal
itu disebabkan karena kata kelihatan
adalah salah satu penurunan verba takransitif. Verba lihat diberi konfiks ke-an
akan bermakna dapat dilihat bukan
bermakna sama atau seperti (Alwi, 2003:145—147). Berdasarkan teori tersebut, kata yang
tepat adalah terlihat, bukan kelihatan.
d.
Penulisan Klitika
Kesalahan
dalam hal penulisan klitika yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII
SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak
tujuh belas kata. Klitik adalah bentuk yang terikat secara fonologis,
tetapi berstatus kata karena dapat mengisi gatra dalam tingkat frasa atau
klausa. Klitik adalah kata ganti mencakup ku-,
kau-, -mu, dan –nya. Klitik
ditulis serangkai dengan dengan kata yang mengikutinya (Anwar, 2003:618).
Penulisan kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.
e.
Penulisan Kata Depan
Kesalahan
dalam hal penulisan kata depan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas
VII SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak
21 kata. Kata depan atau preposisi adalah kata-kata yang digunakan untuk
merangkaikan nomina dengan verba. Penulisan kata depan
yang ditemukan dalam teks deskripsi siswa adalah untuk menyatakan arah, tujuan,
dan tempat. Preposisi meliputi di, ke, dari, pada, atas, oleh, dan sebagainya. Penulisan kata
depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya (Chaer, 2008:96).
Berdasarkan teori tersebut, penulisan
kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.
f.
Penulisan Awalan
Penentuan
di sebagai kata depan atau awalan
sangat sering keliru dalam tulisan siswa. Siswa sering menyamakan penulisan di yang berfungsi sebagai kata depan dan
yang berfungsi sebagai awalan. Pada dasarnya, saat kata di digabungkan dengan kata yang menunjukkan tempat, arah, dan
tujuan, penulisannya harus terpisah. Tetapi, saat kata di digabungkan dengan kata kerja, penulisannya harus serangkai dan
berfungsi sebagai awalan.
Kesalahan
dalam hal penulisan awalan yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP
Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak enam
kata. Penulisan
kata-kata yang salah dan perbaikannya adalah sebagai berikut.
g.
Penulisan Partikel
1)
Tidak lah (data 29)
Kesalahan
dalam hal penulisan partikel yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII
SMP Negeri 11 Padang ditemukan hanya satu kata. Partikel meliputi –kah, -lah, -tah, dan pun. Tiga partikel yang pertama adalah
klitika yang harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan
partikel pun ditulis terpisah (Alwi, 2003:307—309). Berdasarkan teori
tersebut, penulisan kata tidak lah
seharusnya ditulis serangkai menjadi tidaklah,
yang berfungsi memberi penegasan.
1.
Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Reduplikasi
Kesalahan
dalam tataran reduplikasi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII
SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak enam kata. Keenam kata tersebut adalah mengibas-nigas, terhenti, sesekali, ciri –
ciri, dielus – elus, dan anak -
anaknya. Kata-kata tersebut ditemukan dalam kode data berikut.
a.
mengibas-nigas (data 15)
Reduplikasi
adalah pengulangan akar kata secara utuh atau murni, sebagian, dan berubah
bunyi. Pada data 15, kata mengibas-nigas merupakan
kata ulang yang berprefiks me-. Kata
yang direduplikasikan dalam kata berprefiks me-
hanya akarnya saja, yakni dapat bersifat progresif dan regresif (Chaer, 2008:184). Kata mengibas-nigas
tidak tepat karena mengulang yang bukan dasar kata yang telah berprefiks
tersebut. Asal kata mengibas-nigas
adalah kibas. Setelah mendapatkan
prefiks, fonem /k/ luluh sehingga menjadi mengibas.
Setelah mengalami reduplikasi, kata yang benar adalah mengibas-ngibas, bukan mengibas-nigas.
Kata ulang tersebut bersifat progresif, yaitu pengulangan ke arah depan ata
kanan. Contoh kata yang lain adalah menembak-nembak,
menari-nari, melihat-lihat, dan sebagainya.
b.
terhenti-henti (data 11)
Pada
data 11, kata terhenti-henti merupakan
kata ulang yang berprefiks ter-. Kata
yang direduplikasikan dalam kata berprefiks ter-
hanya akarnya saja, yakni bersifat progresif (Chaer, 2008:188). Kata terhenti-henti pada
dasarnya benar dari segi reduplikasi, tetapi kata tersebut tidak tepat dalam
menyampaikan maksud penulis kepada pembaca dalam data 11. Terhenti-henti artinya ikut berhenti. Dalam data 11 disebutkan
“Rama adalah orang yang sangat gemuk, tak terhenti-henti dari maknnya.” Kata
tersebut sama proses reduplikasinya dengan kata terbawa-bawa dan tersenyum-senyum.
Arti kata-kata tersebut adalah ikut terbawa dan ikut senyum.
Kurang
tepat apabila kalimat tersebut diubah menjadi “Rama adalah orang yang sangat
gemuk, tak ikut berhenti dari makannya.” Berdasarkan hal tersebut, kata terhenti-henti lebih tepat diganti
menjadi kata yang berprefiks ber-, yaitu menjadi berhenti. Dengan hal itu,
kalimat sebelumnya akan menjadi “Rama adalah orang yang sangat gemuk. Dia tidak
berhenti makan.”
c.
sesekali (data 27)
Sesekali adalah kata yang mengalami prefiksasi yaitu diberi prefiks se-. Dasar kata tersebut adalah sekali. Menurut Chaer (2008:188), kata berprefiks se- dalam reduplikasi dapat diulang kata dasarnya secara utuh atau
hanya mengulang bentuk akarnya saja. Oleh sebab itu, kemungkinan kata ulang
yang dapat digunakan dari kata sekali
adalah sekali-sekali atau sekali-kali.
Berdasarkan teori tersebut, kata sesekali dikategorikan salah dan lebih tepat diganti menjadi sekali-kali atau sekali-sekali, yang artinya jarang atau hanya sekali.
d.
ciri – ciri (data 20),
dielus-elus (data 28), dan anak – anaknya (data 29)
Ketiga
kata ulang tersebut adalah kesalalahan dalam pemberian tanda baca kata ulang.
Seharusnya tanda hubung ditulis rapat atau serangkai dengan unsur-unsur kata
ulang. Artinya, antara unsur pertama kata ulang tidak diberi ruang atau jarak
dengan tanda hubung, demikian halnya dengan unsur lain. Oleh sebab itu, kata
ulang yang benar adalah ciri-ciri, dielus-elus, dan anak-anaknya.
Berdasarkan
pembahasan-pembahasan tersebut, berikut adalah kata yag salah dalam tataran
reduplikasi beserta perbaikanya.
3. Bentuk Kesalahan Kata dalam Tataran Komposisi
Kesalahan
kata dalam tataran komposisi yang terdapat dalam teks deskripsi siswa kelas VII
SMP Negeri 11 Padang ditemukan sebanyak tiga kata. Ketiga kata tersebut adalah orangtua, sawomatang, dan kamartidur. Kata-kata tersebut ditemukan
dalam kode data berikut.
a.
Orangtua (data 04) seharusnya
orang tuaku
Kata
orangtua merupakan komposisi nominal
memiliki makna idiomatik penuh, yang penulisan unsur-unsurnya ditulis terpisah
(Chaer, 2008:222). Makna idiomatik penuh
artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksis
secara leksikal maupun gramatikal. Namun, kata orantua baru dapat ditentukan termasuk komposisi idiomatik penuh
atau tidak setelah berada dalam kalimat.
Berdasarkan teori tersebut, kata orangtua dalam data 04 tidak tepat karena penulisannya serangkai
padahal kata itu merujuk kepada ayah dan ibu. Oleh sebab itu, penulisan yang
tepat adalah orang tua.
b.
Sawomatang (data 10)
Kata
sawomatang merupakan komposisi
nominal memiliki makna idiomatik sebagian, yang penulisan unsur-unsurnya
ditulis terpisah. Makna idiomatik sebagian artinya unsur-unsurnya mengacu pada
makna leksikal (Chaer, 2008:223). Berdasarkan teori
tersebut, penulisan yang benar adalah sawo
matang. Satuan bahasa tersebut merujuk kepada kulit yang berwarna seperti
buah sawo yang sudah matang, yaitu berwarna kecoklat-coklatan.
c.
Kamartidur (data 12)
Kata
majemuk kamartidur merupakan
komposisi nominal bermakna gramatikal. Komposisi jenis ini menyatakan makna
tempat melakukan sesuatu dan penulisan antarunsur kata menjemuk tersebut
ditulis terpisah (Chaer, 2008:219). Berdasarkan teori
tersebut, penulisan yang benar adalah kamar
tidur. Kata majemuk tersebut bermakna ruangan yang digunakan untuk tidur.
Berdasarkan
pembahasan-pembahasan tersebut, berikut adalah kata yag salah dalam tataran
komposisi beserta perbaikanya.
Salah
a.
Orangtuaku (data 04)
b.
Sawomatang (data 10)
c.
Kamartidur (data 12)
|
Benar
a.
Orang tua
b.
Sawo matang
c.
Kamar tidur
|
E. Simpulan
Kesalahan
kata yang ditemukan dalam teks deskripsi siswa kelas VII SMP Negeri 11 Padang
mencakup kata-kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Ketiga
tataran tersebut merupakan kajian linguistik bidang morfologi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, simpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai
berikut.
Pertama, kesalahan penulisan kata karena mengalami afiksasi ditemukan
sebanyak 64 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut mencakup salah menentukan bentuk
asal, salah meluluhkan fonem, salah dalam penulisan klitika, salah dalam
penulisan kata depan, dan salah dalam penulisan partikel. Kesalahan dalam
tataran afiksasi merupakan kesalahan yang paling banyak diitemukan dalam teks
deskripsi siswa, yaitu berjumlah 64 kesalahan atau 2,47%.
Kedua, kesalahan penulisan kata karena mengalami reduplikasi ditemukan
sebanyak 6 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut mencakup pengulangan kata dasar,
pengulangan kata berprefiks, dan penulisan tanda hubung dalam kata ulang yang
tidak tepat. Kesalahan dalam tataran reduplikasi merupakan terbesar kedua yang
ditemukan dalam 29 teks deskripsi siswa, yaitu 0,23%.
Ketiga, kesalahan penulisan kata karena mengalami komposisi atau
penggabungan kata ditemukan sebanyak 3 kata. Kesalahan-kesalahan tersebut
mencakup komposisi nominal memiliki makna idiomatik penuh, komposisi nominal
memiliki makna idiomatik sebagian, dan komposisi nominal bermakna gramatikal.
Kesalahan dalam tataran komposisi merupakan kesalahan bidang morfologi terkecil
yang ditemukan dalam 29 teks deskripsi siswa, yaitu 0,12%.
Kesalahan-kesalahan
tersebut dapat teratasi atau dapat diminimalkan jika siswa terbiasa mendengar
dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, sejak sekolah dasar seharusnya siswa bukan saja diajarkan
berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia, melainkan siswa perlu
dibekali kaidah-kaidah dalam pembentukan kata. Kemudian siswa sebaiknya bukan
saja dilatih menambah pembendaharaan kata-kata dasar, melainkan juga dilatih menambah
pembendaharaan kata yang mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi,
komposisi, konversi, dan akronimisasi). Dengan hal itu, siswa tidak hanya mampu
menggunakan kata yang benar hanya karena kebiasaan, melainkan karena siswa
tersebut mengetahui kaidah pembentukan kata yang digunakannya.
Daftar Rujukan
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Anwar, Desi. 2003. Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi
Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Harsiati
Titik, dkk. 2016. Buku Guru Bahasa
Indonesia. Jakarta: Kemedikbud.
Kosasih dan Restuti. 2013. Jenis-jenis
Teks. Bandung: Yrama Widya.
Lampiran 1
Daftar Identitas Siswa
Lampiran 2
Kutipan
Kesalahan Kata dalam Teks Deskripsi
Komentar
Posting Komentar