BERBAGAI STRATEGI DALAM MENINGKATKAN KECAKAPAN BERBAHASA LISAN

 

BERBAGAI STRATEGI DALAM MENINGKATKAN
KECAKAPAN BERBAHASA LISAN
Yusniar Br Purba
NIM: 1305290
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Padang

Abstrak
Berbahasa lisan merupakan keterampilan yang dibutuhkan semua orang. Berbahasa lisan termasuk metode yang paling tua digunakan manusia dalam berkomunikasi atau disebut juga bahasa primer. Berbahasa lisan adalah kemampuan menyampaikan gagasan pikiran, ide, dan perasaan menggunakan bahasa yang dikeluarkan alat ucap manusia. Apabila seseorang mahir berbahasa lisan, maka akan merasakan banyak kemudahan dalam berkomunikasi dengan orang lain, mempelajari sesuatu hal, dan sebagainya. Mahir berbahasa lisan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan terutama dalam belajar. Namun, kenyataan yang terjadi, siswa masih banyak yang tidak mahir berbahasa lisan. Oleh sebab itu, makalah ini mendeskripsikan beberapa strategi yang dapat digunakan guru dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa. Strategi-strategi meningkatkan kecakapan berbahasa lisan yang disebutkan dalam makalah ini diperoleh dari kegiatan membaca berbagai macam artikel terkait kecakapan berbahasa lisan itu sendiri.
Kata-kata kunci: strategi, kecakapan berbahasa lisan

 A.            Pendahuluan
Berbahasa lisan merupakan cara yang paling tua digunakan manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Kenyataan yang terjadi di lingkungan masyarakat bahkan di sekolah, masih banyak siswa yang tidak mampu berbahasa lisan. Berbahasa lisan disebut juga berbicara. Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Seseorang akan dapat berkomunukasi dengan lancar apabila keterampilan berbahasa lisannya tergolong baik.
Keterampilan siswa berbahasa lisan adalah media yang dapat digunakan guru untuk mengukur sejauh mana siswa mengerti yang sedang dipelajari di dalam kelas. Bagaimana guru dapat mengetahui kemampuan siswa memahami pelajaran jika siswa banyak diam atau tidak aktif? Oleh sebab itu, sebelum mengajarkan siswa tentang matematika, biologi, kimia, fisika dan sebagainya, pada dasarnya hal yang paling mendasar diajarkan  kepada siswa adalah siswa mampu berbahasa lisan. Terkait dari seluruh mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa, bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang paling mengharuskan siswa mampu berbahasa lisan. Untuk mempelajari berbagai teks bahasa Indonesia, siswa harus mampu dulu berbahasa lisan. Ada baiknya bukan saja sekedar mampu, tetapi juga lancar.  Apabila siswa telah lancar berbahasa lisan, tentu siswa tersebut akan lebih baik dalam berbahasa tulis. Kompetensi Dasar (KD) yang ada dalam setiap jenjang pendidikan mengharuskan siswa mampu memproduksi teks (terutama menulis teks).
Keterampilan berbahasa lisan bukan saja untuk kepentingan siswa, guru juga dapat menyusun perangkat pembelajaran mulai dari menentukan metode, teknik, model dan sebagainya yang berkaitan dengan siswa. Semakin lancar siswa menjawab pertanyaan guru saat proses belajar mengajar, maka guru akan semakin mengerti kondisi siswanya. Siswa-siswa yang memiliki keterampilan berbahasa lisan yang baik tentu akan mudah bertanya dan mudah menjawab. Oleh sebab itu, dalam mempelajari apapun, siswa yang mampu berbahasa lisan yang baik akan aktif di kelas. Dengan hal itu, proses belajar mengajar dapat berjalan lebih optimal. Guru tidak lagi menjadi pusat dalam pembelajaran, melainkan siswa.
Selain yang telah disebutkan sebelumnya, kemampuan berbahasa lisan juga mencerminkan pengetahuan seseorang. Semakin lancar seseorang berbahasa lisan, semakin terlihat pula betapa banyak ilmunya. Berbahasa lisan merupakan tolak ukur orang lain dalam menilai seseorang. Oleh sebab itu, jika ingin terlihat pintar di mata orang lain, tidak banyak orang yang memberikan waktu khusus untuk belajar berbahasa lisan.
Berbahasa lisan bukan saja dibutuhkan untuk komunikasi sehari-hari atau dalam kebutuhan kecil lainnya, melainkan juga dalam kebutuhan penting dan tergolong besar. Contohnya saja, pemimpin yang tidak lancar berbahasa lisan tidak akan dapat mempengaruhi bawahannya. Pemimpin seperti itu akan dipandang sebagai pemimpin yang tidak patut disebut pemimpin atau pemimpin yang seharusnya menjadi bawahan. Sekalipun tindakan disebut orang banyak lebih penting daripada sekedar berbahasa lisan, tetapi tetap saja pemimpin tidak akan mampu melakukan tugasnya seorang diri. Bagaimana bawahannya akan mengetahui hal-hal yang harus dikerjakan jika pemimpin tidak pandai memberikan perintah yang jelas? Keterampilan berbahasa lisan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang tidak penting. Seseorang harus cakap berbahasa lisan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Hal itu dapat berupa ilmu, kenyamanan, status, uang, kebahagiaan, dan sebagainya. Keterampilan berbahasa lisan adalah salah satu yang paling berpengaruh dalam menjalani kehidupan.
Salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran ialah penggunaan strategi, termasuk dalam belajar meningkatkan kecakapan berbahasa lisan. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat menemukan terlebih menciptakan strategi yang dapat meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa. Sebagai tambahan referensi, makalah ini akan mendeskripsikan berbagai strategi yang dapat digunakan guru dalam meningkatakan kecakapan berbahasa lisan siswa. Semakin bervariasi strategi yang digunakan maka akan semakin optimal hasil yang didapatkan, termasuk dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan. Stretegi yang disebutkan dalam makalah ini didapatkan dari hasil membaca berbagai artikel terkait berbahasa lisan.

B.               Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
    1.         Apa hakikat kecakapan berbahasa lisan?
    2.         Mengapa kecakapan berbahasa lisan perlu ditingkatkan?
    3.         Strategi apa saja yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan kecakapan berbahasa lisan?
    
C.               Pembahasan
1.                Hakikat Kecakapan Berbahasa Lisan
Konsep kecakapan berbahasa digambarkan dalam hubungannya dengan komponen-komponen bahasa itu sendiri. Kecakapan berbahasa dapat dibagi menjadi tiga yaitu kecakapan berbahasa lisan, tulis, dan kinestetik atau melalui gerak. Terkait dengan tiga kecakapan tersebut sekalipun berbeda, tetapi juga memiliki persamaan yaitu sama-sama menggunakan bahasa sebagai media untuk menyampaikan pikiran. Ada yang menggunakan bahasa verbal dan ada yang menggunakan bahasa nonverbal. Kecakapan berbahasa lisan adalah cara menyampaikan pikiran menggunakan bahasa verbal.
Bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbiter yang memiliki makna. Berbahasa lisan adalah menggunakan bahasa menggunakan alat ucap manusia. Berbahasa lisan disebut juga berbicara. Berbicara merupakan proses berbahasa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, merefleksikan pengalaman, dan berbagi informasi (Ellis dalam Resmini 2010:1). Ide merupakan esensi dari apa yang dibicarakan dan kata-kata merupakan untuk mengeksresikannya. Berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1) merupakan metode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai.
Anak-anak memasuki awal sekolah sudah mampu berbicara untuk mengekspresikan kebutuhannya, bertanya, dan untuk belajar tentang dunia yang akan mereka kembangkan. Namun demikian, mereka belum mampu untuk memahami dan memproduksi kalimat-kalimat kompleks dan belum memahami variasi penggunaan bahasa yang didasarkan pada situasi yang berbeda. Hal ini menjadi tangung jawab guru untuk membangun pondasi kemampuan berbahasa, terutama kemampuan berbahasa lisan dalam kaitannya dengan situasi komunikasi yang berbeda-beda.
Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan (dalam Resmini 2010:2) menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible).
Kegiatan berbahasa lisan diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut. Penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan, serta pendapat yang selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ke tujuan secara tepat.

2.                Urgensi Kecakapan Berbahasa Lisan
Terkait dari seluruh mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa, bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang paling mengharuskan siswa mampu berbahasa lisan. Untuk mempelajari berbagai teks bahasa Indonesia, siswa harus mampu dulu berbahasa lisan. Ada baiknya bukan saja sekedar mampu, tetapi juga lancar.  Apabila siswa telah lancar berbahasa lisan, tentu siswa tersebut akan lebih baik dalam mengikuti pembelajaran terlebih dalam berbahasa tulis.
Belajar adalah aktivitas yang kompleks. Namun, dari sekian komponen yang diperlukan dalam belajar, bahasa lisan merupakan media utama terjadinya interaksi antara guru dengan siswa. Artinya, untuk kelancaran pembelajaran, siswa dan guru harus memiliki kecakapan berbahasa lisan. Bahkan, bukan saja sebagai komponen yang dibutuhkan dalam kelancaran pembelajaran, keterampilan berbahasa lisan telah dijadikan sebagai salah satu keterampilan yang diajarkan guru kepada siswa. Seiring berkembangnya zaman, kecakapan berbahasa lisan menjadi sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu, guru harus cerdas dalam menentukan pendekatan, metode, media, termasuk strategi dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan. Siswa akan mudah menjalani kehidupannya apabila lancar berbahasa lisan. Siswa yang lancar dalam berbahasa lisan bukan saja berdampak positif dalam belajar bahasa Indonesia tetapi juga dalam belajar mata pelajaran yang lain dan dalam berbagai situasi yang dihadapi dalam kehidupannya masing-masing.

3.                Berbagai Strategi dalam Meningkatkan Kecakapan Berbahasa Lisan
Terkait meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa, pada dasarnya juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam siswa itu sendiri. Menurut Rubin (dalam Ghazali 2010:139), untuk memudahkan siswa berbahasa lisan, siswa hendaknya memiliki: 1) memiliki dorongan yang kuat untuk berkomunikasi, 2) tidak merasa malu/segan dan bersedia mengalami kesalahan ketika berlatih berbahasa lisan, 3) memfokuskan pada bentuk-bentuk bahasa dengan melihat pola-pola linguistik, 4) memanfaat semua situasi untuk berbahasa lisan, dan 5) memantau ucapan-ucapannya sendiri dan orang lain. Apabila siswa telah memiliki hal-hal tersebut, guru akan lebih mudah menentukan strategi yang akan digunakan untuk meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa.
Menurut Resmini (2010:7), salah satu strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa adalah meningkatkan aktivitas menyimak siswa. Hal itu disebabkan karena kemampuan menyimak berkaitan erat dengan kemampuan berbicara. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung merupakan komunikasi tatap muka. Keterkaitan antara berbicara dan menyimak tersebut dapat terlihat dari hal-hal berikut. a) Ujaran (Speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu, model atau contoh yang disimak serta direkam oleh anak penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara. b) Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang ditemuinya. c) Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup. Hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat. d) Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat yang diucapkannya. Dengan demikian, penelitian Resmini menyimpulkan bahwa meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
Selain Resmini, Suparjo (2014:3) juga melakukan penelitian terkait kecakapan berbahasa lisan. Menurutnya, salah satu bentuk permainan yang meningkatkan ketrampilan berbahasa lisan adalah bernyanyi. Dengan bernyanyi siswa tidak akan bosan-bosannya menggabungkan dan menyusun bentuk-bentuk kombinasi yang baru dengan nyanyiannya yang menyenangkan. Kecakapan berbahasa lisan memang pada umumnya banyak diteliti pada anak-anak (PAUD hingga SD). Hal itu disebabkan karena pada tahap perkembangan anak usia 0 sampai 12 tahun merupakan tahap penting dalam keterampilan berbahasa lisan anak. Apabila anak pada usia tersebut dapat berbahasa lisan yang lancar, maka seteruskan anak hanya akan memperbanyak kosakata untuk meningkatkan keterampilan berbahasa lisannya, tanpa memulai dari menggabungkan huruf atau tahap awal lainnya. Kecakapan berbahasa lisan banyak dipengaruhi oleh faktor lain.
Menurut Indrawati (2012:16), kecakapan berbahasa lisan siswa dapat ditingkatkan dengan metode bercerita. Guru bercerita suatu kisah kepada siswa, lalu siswa ditugaskan menceritakan kembali kisah itu dengan bahasa sendiri. Setelah itu, siswa juga ditugaskan menjawab pertanyaan secara lisan mengenai cerita. Dengan bercerita, siswa dapat melatih kecakapan berbahasa lisannya dengan cara yang menyenangkan.
Apabila sebelumnya disebutkan bahwa guru bercerita untuk meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa, maka berbeda halnya dengan penelitian Delfita (2013:4). Menurutnya, strategi lain yang juga dapat meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa adalah dengan bermain dan menugaskan siswa yang bercerita terlebih dahulu. Di dalam kelas, siswa diberikan berbagai gambar, kemudian dari gambar tersebut siswa diharuskan membuat suatu cerita. Dengan hal itu, kreativitas siswa dapat ditingkatkan sekaligus juga membantu meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa. Hal itu sejalan dengan penelitian Indarwati dan Rachma (2013:5) tetapi tidak sama persis. Dalam penelitian Delfita menggunakan gambar saja lalu menugaskan siswa bercerita, sedangkan dalam penelitian Indarwati dan Rachma menggunakan cerita bergambar. Siswa diberikan buku cerita bergambar, lalu siswa ditugaskan melengkapi cerita dengan gambar-gambar yang ada. Dengan hal itu, siswa diajak berimajinasi dibantu gambar lalu menyampaikan cerita di depan kelas.
Strategi harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Menurut Puspita (2007:7) guru yang berpengalaman dan kreatif rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih strategi yang tepat untuk meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa. Agar strategi yang dipilih dan diterapkan dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut.1) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan siswa. 2) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa. 3) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri siswa. 4) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar bukan menguji. Artinya, skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang digunakan guru harus relevan dengan tujuan pembelajaran, menantang dan merangsang siswa untuk belajar, mengembangkan kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok, memudahkan siswa memahami materi pelajaran, mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, mudah diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit, dan menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan.
Puspita (2007:7) berpendapat bahwa strategi pembelajaran berbahasa lisan yang juga dapat digunakan adalah sebagai berikut.
  a.            Menjawab Pertanyaan
Latihan menjawab pertanyaan secara lisan berdasarkan bahan simakan sangat menunjang pengembangan keterampilan berbahasa lisan siswa. Ada lima pertanyaan yang perlu disajikan guru, yaitu 1) siapa yang berbicara, 2) apa yang dibicarakan,3) mengapa hal itu dibicarakan,4) di mana hal itu dibicarakan, dan 5) bila hal itu dibicarakan. Dengan demikian, guru harus pandai memilih bahan simakan yang sesuai misalnya, dongeng atau cerita yang lainnya, sehingga kelima pertanyaan itu dapat diajukan.
 b.            Bermain Tebak-tebakan
Bermain tebak-tebakan dapat kita laksanakan dengan berbagai cara. Cara yang sederhana, guru mendeskripsikan secara lisan suatu benda tanpa menyebutkan nama bendanya. Tugas siswa menerka nama benda itu.
  c.            Memberi Petunjuk
Memberi petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat, memerlukan sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Siswa yang sering berlatih akan mendapat kesempatan yang luas untuk berlatih memberi petunjuk.

 d.            Identifikasi Kalimat Topik
Guru membacakan sebuah paragraf, selanjutnya siswa ditugaskan menyebutkan kalimat topiknya. Dengan tugas itu, siswa diwajibkan berbahasa lisan.
  e.            Main Peran
Main peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan. Tujuannya yaitu: 1) melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, 2) melatih praktik berbahasa lisan secara intensif, dan 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi. Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai.
  f.            Bercerita
Seperti halnya menurut Indrawati, dalam penelitian Puspita juga berpendapat bahwa bercerita menuntun siswa menjadi pembicara yang baik dan kreatif. Dengan bercerita siswa dilatih untuk berbicara jelas dengan intonasi yang tepat, menguasai pendengar, dan untuk berperilaku menarik. Kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan ini dilak-sanakan, jauh sebelumnya guru sudah meminta siswa untuk memilih cerita yang menarik. Setelah itu siswa diminta menghafalkan jalan cerita agar nanti pada pelaksanaannya, yaitu bercerita di depan pendengarnya, tidak mengalami kesulitan.
 g.            Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan.
Berbahasa lisan merupakan suatu hal yang menarik untuk dipelajari. Oleh sebab itu, banyak peneliti yang meneliti tentang kecakapan berbahasa lisan termasuk Nurhayati. Menurut Nurhayati (2012:4), dalam pembelajaran keterampilan berbicara banyak alternatif yang dapat dipergunakan seperti penggunaan media gambar. Cara lain dapat pula dipergunakan, seperti pemberian skema. Skema dimaksudkan adalah pokok-pokok yang akan dibicarakan itu diskemakan atau dipetakan, seperti yang diterangkan dalam prinsip penggunaan pemetaan konsep dalam pembelajaran membaca. Cara lain yang dapat dipergunakan guru adalah dengan menggunakan sebuah strategi yang disebut dengan “lihat dan katakan” (Bailey dan Savage dalam Nurhayati, 2012:5). Langkah-langkah strategi lihat dan ucap yang dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut. 1) Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri atas 3-4 orang. 2) Guru membagikan cerita singkat yang dapat dibaca dalam waktu paling lama 5 menit. 3) Siswa mengutarakan cerita di dalam kelompok secara bergantian. Semua siswa harus mendapat giliran berbicara dan lainnya menyimak cerita temannya. Masing-masing siswa mendapat giliran berbicara sebanyak 2 kali. 4) Wakil dari masing-masing kelompok mengutarakan cerita di depan kelas. 5) Guru dan siswa mendiskusikan cerita yang didengar dan mendiskusikan bahasa yang digunakan dalam menyampaikan cerita.
Berbahasa lisan juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Menurut Septiani (2012:11), dalam rangka meningkatkan keterampilan berbicara siswa, guru selalu melakukan komunikasi dua arah kepada siswa. Sehingga dalam proses belajar mengajar bukan lagi metode ceramah tetapi komunikasi dua arah, bahkan akan lebih baik jika pembelajaran itu berpusat pada siswa. Tujuan menggunakan pendekatan pragmatik adalah membantu siswa dalam mengemukakan ide atau pendapat dengan bahasa yang disertai alasan.
Mengajarkan siswa berbahasa lisan dapat juga menggunakan strategi role playing. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Sundari (2013:5) yang menyatakan bahwa adapun alasan pemilihan strategi tersebut adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih efektif dan lebih efisien. Dikatakan efektif karena penerapan strategi role playing akan lebih menghemat waktu karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok, sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.
Pada tingkat menengah dan tingkat atas, strategi meningkatkan kecakapan berbahasa lisan menurut Ghazali (2010:65) adalah dengan cara berwawancara. Siswa dapat diberikan beberapa pertanyaan. Dengan hal itu, siswa pasti akan berusaha merangkai kata yang tepat untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan guru. Semakin banyak melatih siswa dengan berwawancara, semakin banyak siswa akan berbahasa lisan. Dengan kegiatan tersebut, siswa juga akan semakin baik dalam berbahasa lisan.
Strategi lain yang juga dapat digunakan dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa menengah ke atas adalah dengan Think Talk Write (TTW). Seperti halnya yang disampaikan Saudah (2016:5), indikator kemampuan berbicara dapat diamati dari aktivitas siswa, pada tahap talk (berbicara) anak terdorong untuk menyampaikan idenya karena guru aktif untuk memotivasi dan membimbing anak untuk berdiskusi. Ketika Anak mampu untuk menuangkan idenya melalui bahasa lisan, guru menilai/memonitoring dalam diskusi dan mendorong anak untuk berpartisipasi. Dengan demikian pembelajaran TTW ini mampu meningkatkan kemampuan berbicara dengan cara mengasah dan memotivasi anak untuk mengungkapkan ide melalui tema-tema yang sudah ditentukan.
Semua aktivitas yang mengharuskan siswa mengungkapkan gagasannya secara lisan adalah termasuk strategi meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa termasuk dengan cara belajar diskusi. Penelitian Lamajau (2015:2) menyebutkan bahwa dengan membentuk kelompok diskusi, siswa akan terpaksa berbahasa lisan. Keterpaksaan itu tampak ketika siswa menyampaikan hasil diskusi mereka. Semakin banyak siswa berdiskusi, maka akan semakin sering mereka berbahasa lisan. Semakin sering berbahasa lisan akan semakin terampil siswa mengungkapkan gagasannya.
Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar. Tidak semua strategi yang telah disebutkan dapat diterapkan ke semua siswa melainkan disesuaikan dengan karakteristik siswa seperti sarana prasarana yang tersedia, kondisi kelas, kebutuhan siswa, serta disesuaikan sesuai dengan perkembangan siswa.

D.               Penutup
Berdasarkan yang telah dikemukakan sebelumnya, strategi meningkatkan kecakapan berbahasa lisan yang disebutkan dalam makalah ini berjumlah tujuh belas strategi. Strategi tersebut dapat dituliskan secara garis besar sebagai berikut. Pertama, dengan cara meningkatkan aktivitas menyimak siswa, seperti memperdengarkan berita, radio, dan sebagainya. Dengan hal itu, siswa akan melihat komunikasi terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat. Kedua, salah satu bentuk permainan yang meningkatkan ketrampilan berbahasa lisan adalah bernyanyi. Dengan bernyanyi siswa tidak akan bosan-bosannya menggabungkan dan menyusun bentuk-bentuk kombinasi yang baru dengan nyanyiannya yang menyenangkan.
Strategi yang Ketiga adalah berbahasa lisan siswa dapat ditingkatkan dengan metode bercerita. Guru bercerita suatu kisah kepada siswa, lalu siswa ditugaskan menceritakan kembali kisah itu dengan bahasa sendiri. Setelah itu, siswa juga ditugaskan menjawab pertanyaan secara lisan mengenai cerita. Dengan bercerita, siswa dapat melatih kecakapan berbahasa lisannya dengan cara yang menyenangkan. Keempat, di dalam kelas siswa diberikan berbagai gambar, kemudian dari gambar tersebut siswa diharuskan membuat suatu cerita. Dengan hal itu, kreativitas siswa dapat ditingkatkan sekaligus juga membantu meningkatkan kecakapan berbahasa lisan siswa. Kelima, menggunakan cerita bergambar. Siswa diberikan buku cerita bergambar, lalu siswa ditugaskan melengkapi cerita dengan gambar-gambar yang ada. Dengan hal itu, siswa diajak berimajinasi dibantu gambar lalu menyampaikan cerita di depan kelas.
Strategi yang keenam adalah latihan menjawab pertanyaan secara lisan berdasarkan bahan simakan. Ketujuh, bermain tebak-tebakan. Kedelapan, memberi petunjuk. Kesembilan, mengidentifikasi kalimat topik. Kesepuluh, dengan cara dramatisasi. Kesebelas, pemberian skema. Kedua belas, strategi lihat dan katakan. Ketiga belas, menggunakan pendekatan pragmatik. Keempat belas, menggunakan strategi role playing. Kelima belas, dengan cara berwawancara. Keenam belas, menggunakan metode Think Talk Write (TTW). Strategi yang terakhir atau yang ketujuh belas yaitu membentuk kelompok diskusi. Dengan berdiskusi siswa akan terpaksa berbahasa lisan yang secara otomatis akan membiasakan siswa berbahasa lisan.
Meskipun terdapat berbagai strategi meningkatkan kecakapan berbahasa lisan, seorang guru harus cerdas menentukan strategi yang tepat untuk siswanya. Setiap strategi yang akan digunakan guru dalam meningkatkan kecakapan berbahasa lisan maupun dalam mencapai tujuan pembelajaran yang lain harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Strategi yang digunakan disesuaikan dengan kondisi kelas. Semakin bervariasi guru menggunakan strategi pembelajaran, maka akan membuat proses belajar mengajar semakin menarik. Dengan hal itu, akan sangat mungkin tujuan pembelajaran lebih mudah tercapai.

DAFTAR RUJUKAN
Delfita, Riri. 2013. “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Melalui Permainan Gambar dalam Bak Pasir di Taman Kanak-kanak  Ina Anaprasa Mekar Sari Padang.” (ejournal.unp.ac.id/index.php/paud/article/download/1700/1469/article.pdf. Diunduh 01 Juni 2016).
Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: Refika Aditama.
Indarwati, Agustin dan Rachma Hasibuan. 2013. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan dengan Menggunakan Media Cerita Bergambar pada Anak Kelompok B di TK Aisyiyah 44 Tandes Lor–Kota Surabaya.” (ejournal.unesa.ac.id/index.php/paud-teratai/article/view/897/article.pdf. Diunduh 01 Juni 2016).
Indrawati, Luluk. 2012. “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan Melalui Metode Bercerita pada Kelompok B TK Tunas Karya Desa Wuluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.” (ejournal.unesa.ac.id/article/1046/19/article.pdf. Diunduh 02 Juni 2016).
Lamajau, Eresia. 2015. Peningkatan Kemampuan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Sampaka Kec. Bualemo Kab. Banggai Melalui Metode Diskusi Kelompok.”(jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JKTO/article/viewFile/3770/2735/article.pdf. Diunduh 03 Juni 2016).
Nurhayati. 2012. “Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa.” (eprints.unsri.ac.id/view/creators/Nurhayati=3ANurhayati=3A=3A.html. Diunduh 01 Juni 2016).
Puspita, Linda. 2007. “Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan Sekolah Dasar.” (staff.uny.ac.id/sites/.../strategi-pembelajaran-bahasa-indonesia-sd.pdf. Diunduh 01 Juni 2016).
Resmini, Novi. 2010. “Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara”. (file.upi.edu/...indonesia/...novi_resmini/srategi_meningkatkan/kemampuan berbahasa. Diunduh 03 Juni 2016).
Saudah, Siti. 2016. “Meningkatkan Kemampuan Berbahasa (Mendengar, Berbicara, Membaca, Menulis) Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW).” (Repository.akprind.ac.id/sites/files/Makalah%20Seminar%20UNESA.pdf. Diunduh 01 Juni 2016).
Septiani, Astri Nur. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Lisan Melalui Pendekatan Pragmatik pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Trosemi Gatak Sukoharjo Tahun Ajaran 2011/2012.” (etd.eprints.ums.ac.id/19834/20/11.Naskah publikasi.pdf. Diunduh 03 Juni 2016).
Sundari, Uun. 2013. “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Kebonharjo Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.” (eprints.ums.ac.id/23681/11/naskah_publikasi.pdf. Diunduh 01 Juni 2016).
Suparjo. 2014. “Upaya Meningkatkan Ketrampilan Berbahasa Lisan Melalui Metode Bernyanyi pada Anak Kelompok B TK Pertiwi II Plumbungan Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen”. Jurnal Publikasi. (eprints.ums.ac.id/28934/. Diunduh 01 Juni 2016).

Komentar