SEPOTONG BAMBU TUMPUAN KELUARGA
Yusniar Br Purba/1305290
Yusniar Br Purba/1305290
Saya
tidak menganggap ini sebagai beban, dengan bekerja saya mendapat rezeki dan
kesehatan karena saya berjalan setiap hari.
Marjon ketika
beristirahat.
Hembusan angin yang masih dingin
membelai dengan lembut kulit yang telah tipis. Satu demi satu, Marjon menyusun
roti-roti dagangannya ke dalam dua
buah kotak berukuran sedang yang
terbuat dari bagian-bagian kayu dan
triplek. Rambut yang hampir seluruhnya
memutih, kulit yang kian layu, dan wajah yang tak halus lagi mewakili ciri-ciri
kakek berumur 62 tahun ini. Meskipun matahari belum saatnya menyapa dunia dan
hanya kokokkan ayam-ayam yang saling menyapa, namun hal itu tidak
menciutkan semangatnya mulai
bekerja. Langkah demi langkah kakinya berpijak menyusuri jalan. Tubuh yang tidak lagi kekar itu tak
jenuh-jenuh menopang dua kotak
berat sambil menyorak-nyorakkan "Roti roti roti". Setiap hari, laki-laki yang memiliki
empat orang anak ini menekuni pekerjaan
sebagai penjual roti keliling. Pagi hari ia mulai berjalan menjajakan rotinya
mulai dari tempat tinggalnya yaitu Gadut
ke Indarung. Ia melangkahkan kakinya mengelilingi setiap gang di daerah itu. Siang hari, ketika matahari yang
begitu terik menusuk kulitnya yang layu tak lantas menghalangi terkembangnya
sebuah senyum di bibirnya. Marjon adalah sosok yang dikenal ramah. Hal itu
dapat dilihat dari kebiasaannya menyapa orang lain dan senyum yang tak henti ia
berikan saat melayani anak-anak sekolahan maupun ibu-ibu yang membeli rotinya.
Perkasa
dan luar biasa adalah sebutan yang sangat tepat disematkan terhadap Marjon si
penjual roti. Berjalan dengan kaki yang tangguh dan menjajakan roti dengan
semangat. Sesekali ia berhenti apabila ia merasa lelah. Ia mengipas-ngipaskan topinya
sambil duduk di pinggiran jalan yang terdapat pohon untuk sekedar
berteduh. Sudut matanya menyiratkan letih pada saat itu. Namun, ketika
energinya mulai terkumpul, ia kembali bersemangat memikul
bambu dengan dagangannya mengelilingi daerah Indarung. Ia tak
pernah menghiraukan sakit atau dampak dari beratnya beban yang dipikul bahunya yang telah lemah itu. Ia selalu saja
berjalan dan terus berjalan bahkan
sampai ke daerah By Pass apabila roti-rotinya belum habis terjual di daerah
Indarung.
Ia
bersyukur atas apa yang ia dapatkan hingga saat ini. Di usianya sekarang,
umumnya orang-orang telah hidup santai menikmati masa tua tanpa terbebani
dengan pekerjaan. Namun, akibat
dari keterbatasan ekonomi, ia harus
meninggalkan opini yang mengatakan
tenang di usia tua. Tiga dari
keempat anaknya telah menikah dan semua
adalah laki-laki. "Meskipun
saya kerap merasa lelah, namun bertemu istri dan cucu-cucu di rumah sudah dapat menghibur saya."
Demikian tutur kakek yang ramah itu.
Setiap
hari ia mengaku mendapat untung empat puluh ribu rupiah
apabila seluruh rotinya habis terjual. Namun, tidak jarang ia hanya mendapat sepuluh ribu rupiah saja dalam sehari
karena pembeli yang sepi. Roti-roti yang
ia jual bukanlah buatannya sendiri. Ia hanya penjual keliling dari sebuah toko roti yang ada di
sekitar tempat tinggalnya. Oleh
sebab itulah ia tidak mendapatkan untung
yang banyak dari dagangannya itu. Satu buah roti ia jual dengan harga seribu.
Namun, kadang ada saja ibu-ibu yang menawar rotinya lima ribu rupiah enam roti,
dan terpaksa harus ia berikan karena
pikiranya yang mengatakan daripada tidak laku.
Saat ini Marjon tinggal bersama istrinya di
sebuah rumah kontrakan. Rumah anak-anaknya yang semua telah berkeluarga itu
tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Oleh sebab itulah cucu-cucunya kerap
dititipkan anaknya kepada istri Marjon ketika mereka bekerja. Hasil yang
diperoleh kakek penjual roti ini tidaklah bisa dikatakan pas-pasan, melainkan sangat kurang apabila mengingat rumahnya yang masih
kontrakan dan istrinya yang tidak
bekerja. Pekerjaan anak-anaknya juga tidak bisa mengubah kehidupan laki-laki
pekerja keras ini.
Dengan
untungnya yang sedikit itu, ia tetap
bersyukur karena masih bisa mencukupi
untuk makan sehari-hari. Terkadang ia juga dibantu anak-anaknya sesekali untuk membayar kontrakan maupun membayar uang air dan listrik. Ia
selalu mengaku bersyukur kepada
Tuhan YME atas apa yang ia dapatkan
hingga saat ini. Di umur yang sudah lansia,
ia masih diberikan energi untuk mengangkat dua beban yang berat dan
berjala-jalan setiap harinya.
|
“Bekerja tidak
akan menjadi beban dan sulit apabila dikerjakan dengan ikhlas serta selalu
bersyukur”. Ungkap Marjon.
Komentar
Posting Komentar