CONTOH IMPLIKATUR
PERCAKAPAN
1. A:
Saya ikan bakar.
B: Saya ayam goreng.
Jika dikaji secara semantik, maka dalam bahasa
Indonesia kedua kalimat tersebut tidak berterima dan tidak saling berhubungan
satu sama lain. Namun, dalam kajian pragmatik kedua kalimat tersebut berterima
karena terjadi dalam suatu konteks yaitu di sebuah rumah makan. Ada dua orang
sedang duduk di kursi kemudian membaca daftar menu dan mulai memesan makanan
dengan bahasa yang singkat kepada seorang pelayan yang sedang berdiri di
hadapan kedua orang tersebut. Hal itu dapat terjadi dan berterima dalam bahasa
Indonesia karena berada di konteks nonformal. Pada dasarnya ada beberapa faktor
yang tidak muncul secara eksplisit dalam percakapan tersebut. Adapun faktor
yang diungkapkan dalam percakapan tersebut dinamakan struktur batin seperti
yang terdapat dalam kurung berikut ini.
A: (Pelayan, dapatkah) Saya (memesan) satu ikan bakar (untuk saya makan
di sini bersama teman saya).
B: (Iya) Saya (memesan) ayam goreng. (Tolong segera disajikan ya, karena
kami sudah sangat lapar).
2.
Tini:
Ada minyak kayu putih?
Toni: Tidur saja Tin, jangan
dilihat-lihat jalan itu.
Seperti halnya contoh percakapan yang pertama,
kedua kalimat ini juga berterima dalam bahasa Indonesia meskipun tidak
mempunyai kaitan secara langsung. Percakapan ini terjadi di bus. Pada saat itu,
Tini merasa pusing dan mual berada di bus sehingga ia ingin mengurangi rasa
pusing dan mualnya dengan menggunakan minyak kayu putih. Di sampingnya terdapat
seorang teman bernama Tono. Ia kemudian meminta minyak kayu putih kepada Tono.
Tono memang mempunyai minyak kayu putih, sehingga tanpa menjawab “Ada” Tono
langsung memeberikan minyak kayu putih dan menyarankan Tini untuk tidur agar
tidak merasa pusing dan mual lagi.
Berikut adalah struktur batin yang tidak
diungkapkan secara langsung dalam percakapan.
Tini: (Saya merasa pusing dan mual saat ini. Jadi saya ingin mengurangi
rasa pusing dan mual itu dengan menggunakan minyak kayu putih. Tono, apakah)
Ada (kamu punya) minyak kayu putih?
Tono: (iya, saya mempunyai minyak kayu putih. Ini, pakailah! Biar tidak
pusing dan mual lagi, kamu) tidur saja Tini, (kalau lihat ke luar terus bisa
makin pusing dan mual. Jadi) jangan dilihat-lihat jalan itu.
3.
Ibu:
Di dapur mata sapi udah siap-siap.
Doni: Sebentar lagi Bu.
Apabila dikaji sepintas, percakapan ini terihat
tidak mempunyai hubungan sehingga terlihat seperti ungkapan yang rancu. Akan
tetapi setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kalimat tersebut dapat
terlihat hubungannya jika diketahui konteks tuturnya. Percakapan ini terjadi di
sebuah rumah pada pagi hari. Si ibu telah selesai memasak telur mata sapi untuk
sarapan anaknya. Kemudian dari dapur, si ibu memanggil anaknya yang bernama
Doni dari kamar di lantai atas untuk bangun dan bersiap-siap berangkat ke
sekolah. Akan tetapi si Doni memang telah terbiasa lama bangun. Oleh sebab
itulah, si ibu dengan nada keras menyatakan di dapur mata sapi sudah siap. Hal
itu pertanda si ibu memerintahkan si Doni segera bangun, mandi, bersiap-siap
dan sarapan pagi telur mata sapi. Berikut adalah struktur batin yang tidak
diungkapkan secara langsung dalam percakapan.
Ibu: (Doni, cepat bangun, ini sudah siang. Kamu harus segera
bersiap-siap supaya tidak terlambat ke sekolah) Di dapur (telur) mata sapi udah
siap-siap (untuk dimakan. Segeralah turun ya Nak).
Doni: (iya Bu, ini baru jam 7, Doni kan sebentar siap-siapnya. Jadi
terlalu cepat kalau bangun sekarang. Jadi ) Sebentar lagi (Doni bangun ya) Bu.
4.
Guru:
Anak-anak, buka buku tugasnya lalu selesaikan soal yang di papan ya!
Siswa: Horee.. horee
Jika
dikaji makna percakapan tersebut, maka akan disimpulkan bahwa siswa-siswa
tersebut adalah siswa-siswa yang rajin, karena diberikan tugas mereka sangat
berbahagia. Namun apabila telah diketahui konteks tutur tersebut, maka simpulan
akan berbeda dari sebelum diketahui konteks tuturnya. Pada dasarrnya, percakapan
ini terjadi di sebuah sekolah pada siang hari. Seorang guru matematika sedang
mengajarkan siswa kelas III SD berhitung. Guru tersebut telah menulis 3 soal
penjumlahan di papan tulis. Ia kemudian menugaskan siswa menyelesaikan
soal-soal tersebut. Tiba-tiba lonceng sekolah berbunyi “Kringggg kringg”
pertanda siswa harus pulang. Itulah sebabnya, begitu mendengar bunyi itu,
siswa-siswa kelas III SD tersebut bersorak dengan gembira “Horee.. horee” dan
tidak menghiraukan perintah gurunya.
Berikut
adalah struktur batin yang tidak diungkapkan secara langsung dalam percakapan.
Guru: Anak-anak, (tadikan
kita sudah mempelajari cara berhitung, nah sekarang) buka buku tugasnya lalu
selesaikan soal (matematika) yang (udah ibu tulis) di papan (tulis ) ya!
Siswa: Horee.. horee
(Ibu, lonceng kita udah bunyi, jadi kita pulang ya, soal berhitungnya besok
saja ya Bu.)
5.
Ayah:
Dimana kakakmu? Tukang sate sudah mau pulang.
Nisa: Gak tau Yah, tunggu
Nisa telfon dulu ya.
Pada ungkapan si ayah, akan terlihat seperti
tidak ada hubungan antara menanyakan putrinya dengan si tukang sate. Namun jika
diketahui konteks tuturnya, maka ungkapan tersebut menjadi logis dan berterima.
Percakapan tersebut terjadi di sebuah rumah tepatnya di ruang keluarga pada
malam hari. Putri sulung si ayah bekerja di kantor dan belum pulang meskipun
sudah pukul 23.00. Itulah sebabnya si ayah menyuruh Nisa menghubungi kakaknya
dengan cara menanyakan kakaknya di mana. Selanjutnya hubungan permasalahan tersebut
dengan tukang sate adalah di daerah itu tukang sate biasanya mulai berjualan
pukul 19.00 dan pulang pukul 23.00. Apabila tukang sate telah pulang, maka itu
pertanda sudah larut malam dan orang-orang sudah tidur. Si ayah khawatir karena
sudah larut malam tetapi putri sulungnya belum pulang juga dari kantor.
Berikut adalah struktur batin yang tidak
diungkapakan secara langsung dalam percakapan.
Ayah: (Nisa, biasanyanya jam segini
kakak saudah pulang kan? Ini sudah larut malam) Dimana kakakmu? (bahkan) tukang
sate sudah pulang (dan orang-orang juga telah tidur dengan nyenyak, cepat
tanyakan kakakmu dimana sekarang dan kenapa belum pulang).
Nisa: (Nisa) Gak tau (kakak dimana) Yah,
(mungkin ada kerjaan tambahan di kantor makanya lembur) tunggu Nisa telfon (kakak)
dulu ya (Yah, biar kita tahu kakak dimana sekarang dan kenapa belum pulang).
6.
Ibu:
Dina, langit semakin mendung pakaian masih di
belakang.
Dina: Dina lagi makan Bu.
Kedua ungkapan tersebut sepertinya tidak memiliki hubungan
satu sama lain. Namun, apabila diketahui konteks tuturnya, maka kalimat
tersebut saling berhubungan. Percakapan ini terjadi di rumah pada siang hari.
Si ibu sedang menjahit dan Dina sedang makan siang sehabis sekolah. Si ibu
kemudian memperhatikan situasi di luar jendela yang mendung pertanda akan
hujan. Si ibu lalu mengingat bahwa pakaian masih berada di jemuran. Itulah
sebabnya ia menyuruh Dina untuk mengambil pakaian dari jemuran yang berada di
belakang supaya tidak terkena hujan. Namun, Dina meolak perintah ibunya karena
dia sedang makan sehingga merasa terganggu. Berikut adalah struktur batin yang tidak
diungkapakan secara langsung dalam percakapan.
Ibu:
Dina,(kamu sudah pulang sekolah Nak, ibu lihat) langit semakin mendung (pertanda sebentar lagi akan hujan.
Jadi tolong ambil ) pakaian (yang) masih di belakang (Nak, biar gak basah
nanti).
Dina: (maaf Bu) Dina (sekarang) lagi
makan (jadi, tunggu sebentar lagi ya ) Bu. (nanti Dina ambil jemurannya setelah
makan).
Komentar
Posting Komentar