KESANTUNAN BERBAHASA

 

KESANTUNAN BERBAHASA

    A.       Pengertian Kesantunan Berbahasa
Sopan memiliki arti perilaku yang menunjukkan rasa hormat kepada pentutur, sedangkan santun memiliki arti berbahasa maupun berperilaku yang berusaha menyenangkan pentutur sesuai dengan jarak sosial antara penutur dan pentutur.
Brown dan Levinson mengartikan kesantunan sebagai melakukan tindakan yang mempertimbangkan perasaan orang lain yang di dalamnya memperhatikan positif face (muka positif) yaitu keinginan untuk diakui dan negatif face (muka negatif) yaitu keinginan untuk tidak diganggu dan terbebas dari beban.
Kesantunan berbahasa adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain dalam berkomunikasi. Kesantunan berbahasa merupakan salah satu bidang kajian pragmatika.

     B.       Sejarah Kesantunan Berbahasa
Masalah kesantunan berbahasa pertama kali diteliti oleh Robin Lakoff. Menurutnya, kesantunan adalah sistem hubungan interpersonal yang dirancang untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil konflik dan konfrontasi yang selalu terjadi dalam pergaulan manusia. Lakoff mengajukan kaidah kesantunan untuk melengkapi prinsip kerja sama yang dikemukakan Grice. Menurut Lakoff ada tiga kaidah kesantunan yaitu: 1) jangan mengganggu, 2) berikan pilihan, dan 3) bersikaplah ramah serta buat pentutur merasa senang.
Tokoh yang juga mengkaji kesantunan berbahasa adalah Brown dan Levinson. Menurut mereka kesantunan berkaitan dengan konsep muka (citra diri). Seseorang yang santun bertujuan untuk melindungi citra diri mereka.
Selanjutnya, Gilman juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan kesantunan berbahasa. Menurutnya, kesantunan berbahasa ditentukan oleh faktor semantik yang meliputi semantik kekuasaan dan semantik solidaritas.
Kemunculan tokoh-tokoh dalam kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh budaya yang berbeda-beda setiap negara para tokohnya. Seperti halnya menurut Gu an Ide, konsep kesantunan yang disampaikan Broen dan Levinson kurang tepat dengan budaya Cina dan Jepang. Menurut mereka, nosi muka (citra diri) tidak dilihat dalam aspek psikologis tetapi dalam norma-norma masyarakat. Muka terancam bukan karena keinginan-keinginan individual tidak tercapai, melainkan karena gagal mencapai standar sosial.
Berdasarkan kritik sejumlah tokoh terhadap konsep kesantunan berbahasa Brown dan Levinson, tokoh-tokoh mulai menggunakan teori kesantunan menurut Leech. Leech menganggap kesantunan berbahasa adalah usaha untuk membuat adanya keyakinan-keyakinan dan pendapat yang tidak sopan menjadi sekecil mungkin dengan mematuhi prinsip kesantunan yang terdiri atas maksim-maksim. Maksim-maksim tersebut meliputi maksim kearifan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati. Maksim menurut LLeech ini kemudian ditambahkan oleh Cruse yaitu maksim pertimbangan. Konsep kesantunan menurut Leech akhirnya yang paling sering digunakan oleh tokoh-tokoh linguistik karena dianggap lebih tepat dengan kebudayaan-kebudayaan masyarakat.

    C.       Jenis-jenis Kesantunan Berbahasa
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kesantunan disebut sebagai penyelamat muka (citra diri). Kesantunan berbahasa terdiri atas dua jenis yaitu sebagai berikut.

    1.         Kesantunan Positif
Kesantunn positif digunakan untuk melindungi muka positif yaitu keinginan seseorang agar dirinya dianggap baik oleh orang lain. Kesantunan jenis ini umumnya banyak digunakan oleh penutur-penutur yang menarik perhatikan pentutur, seperti tokoh-tokoh politik yang berusaha mendapatkan suara rakyat.

    2.         Kesantunan Negatif
Kesantunan negatif digunakan untuk melindungi muka negatif yaitu agar seseorang dibiarkan bebas melakukan apapun yang ia senangi. Kesantunan jenis ini banyak digunakan oleh orang-orang introver yakni yang lebih suka menyendiri atau sibuk dengan dirinya sendiri tanpa berbaur dengan orang banyak. Oleh sebab itu, ia menggunakan kesantunan negatif untuk menunjukkan bahwa ia ingin bebas dari oran lain.


    D.       Strategi Kesantunan Berbahasa
Brown dan Levinson mengidentifikasi empat strategi kesantunan atau pola perilaku umum yang dapat diaplikasikan penutur yaitu sebagai berikut.

    1.         Bald-on Record Strategy (Tanpa Strategi)
Dengan strategi ini penutur tidak melakukan usaha apapun untuk meminimalisir ancaman bagi muka lawan tutur atau untuk mengurangi akibat dari tindakan yang mengancam muka. Strategi seperti ini akan mengakibatkan lawan tutur merasa terkejut, malu dan tidak nyaman.

    2.         Positive Politeness Strategy (Strategi Kesantunan Positif/Keakraban)
Strategi ini digunakan untuk menunjukkan keakraban kepada lawan tutur yang bukan orang dekat penutur. Untuk memudahkan interaksinya, penutur mencoba memberi kesan senasib dan seolah-olah mempunyai keinginan yang sama dengan lawan tutur dan dianggap sebagai keinginan bersama yang memang benar-benar diinginkan bersama pula. Strategi ini ditujukan langsung kepada muka positif lawan tutur supaya keinginan penutur  dianggap sebagai keinginan bersama antara penutur dengan lawan tutur.

    3.         Negative Politeness Strategy (Strategi Kesantunan Negatif/Formalitas)
Strategi kesantunan negatif adalah tindakan yang dilakukan untuk menebus muka negatif lawan tutur dan keinginan penutur untuk terbebas dari beban dengan maksud agar tindakan dan maksudnya tidak terganggu dan tidak terkendala. Tindakan ini tidak lain adalah dasar dari perilaku menghargai, yang terdapat pula pada strategi kesantunan positif. Bedanya strategi ini lebih spesifik dan lebih terfokus karena penutur menampilkan fungsi-fungsi penunjang untuk meminimalisir beban tertentu sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindarkan oleh lawan tutur. Fokus utama pemakaian strategi ini adalah dengan mengasumsikan bahwa penutur kemungkinan besar memberikan beban atau gangguan kepada lawan tutur karena telah memasuki daerah lawan tutur. Hal ini diasumsikan bahwa ada jarak sosial tertentu atau hambatan tertentu dalam situasi tersebut.


    4.         Off-record Politeness Strategy (strategi tidak langsung atau tersamar)
Strategi ini direalisasikan dengan cara tersamar dan tidak menggambarkan maksud komunikatif yang jelas. Dengan strategi ini penutur membawa dirinya keluar dari tindakan dengan membiarkan lawan tutur menginterpretasikan sendiri suatu tindakan. Strategi ini digunakan jika penutur ingin melakukan tindakan mengancam muka namun tidak ingin bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

Komentar