MAKALAH HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN MASYARAKAT

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa dan masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak mungkin pula ada bahasa tanpa masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu dalam suatu bahasa juga dapat terjadi pergeseran, hal ini terjadi karena dipengaruhi berbagai hal diantaranya perkembangan ilmu dan teknologi. Seperti kita ketahui pula bahwa fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Bahasa adalah suatu wahana untuk kita berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian setiap anggota masyarakat tentunya memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada bahasa tanpa masyarakat dan tidak ada pula masyarakat tanpa bahasa.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bahasa pun mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan karena bahasa memang tidak lepas dari masyarakat. Dua hal ini saling berkaitan, begitu pula dengan bahasa indonesia yang diangkat dari bahasa Melayu yang bersifat lingua franca sebagai bahasa penghubung yang tersebar di Nusantara hingga saat dirumuskannya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang menjadi bahasa negara. Sejak itupun perkembangan bahasa Indonesia terus berkembang sehingga beribu-ribu istilah dan kata-kata baru bermunculan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang canggih yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang juga berkembang dan modern.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa pengertian bahasa?
2.      Apa pengertian masyarakat?
3.      Bagaimana bahasa dalam kajian linguistik dan sosiolinguistik?
4.      Bagaimana sosiolinguistik dan sosiologi bahasa?

  C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan pengertian bahasa.
2.      Mendeskripsikan pengertian masyarakat.
3.      Mendeskripsikan bahasa dalam kajian linguistik dan sosiolinguistik.
4.      Mendeskripsikan sosiolinguistik dan sosiologi bahasa.

              
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bahasa
Bahasa berasal dari kata Sanskerta भाषा, bhāṣā yang artinya adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk dipergunakan bertutur dengan manusia lainnya dengan tanda, misalnya kata dan gerakan. Oka dan Suparno (1994: 3) mendefinisikan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi.
Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Sehubungan dengan itu, Menurut Chaer dan Agustina ( 2004: 11) bahasa adalah sebuah sistem.artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
Menurut Chaer (2003: 33-56), sesuai dengan definisi yang diberikan oleh beberapa pakar, jika dibutiri akan didapatkan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri itu adalah sebagai berikut.

1.      Bahasa sebagai Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.

2.      Bahasa sebagai Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3.      Bahasa adalah Bunyi
Bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4.      Bahasa itu Bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa

5.      Bahasa itu Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ‘sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (dalam Chaer, 2003: 46) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.
Bolinger (dalam Chaer, 2003: 46) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.

6.      Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.

7.      Bahasa itu Produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
/i/-/k/-/a/-/t/ 
/k/-/i/-/t/-/a/
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/

8.      Bahasa itu Unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

9.      Bahasa itu Universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

10.  Bahasa itu Dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

11.  Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan. 
Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.

12.  Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.

B.     Pengertian Masyarakat
Secara etimologi masyarakat merupakan istilah serapan dari bahasa Arab dan berasal dari kata musyarak yang berarti ikut berpartisipasi. Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan society yang berarti sekumpulan orang yang membentuk sebuah sistem dan terjadi komunikasi di dalamnya.
Roesmidi (2011: 3) mendefinisikan bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terbentuk karena anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Sehubungan dengan itu, Durkeim (dalam Roesmidi, 2011: 3) menjelaskan bahwa masyarakat adalah suatu kenyataan yang obyektif. Obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggotanya.

Roesmidi (2011: 4) mengemukakan tiga ciri masyarakat. Ketiga ciri itu adalah sebagai berikut.
1.      Manusia yang hidup bersama.
2.      Bergaul selama jangka waktu lama.
3.      Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari satu kesatuan.

C.    Bahasa dalam Kajian Linguistik dan Sosiolinguistik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang keluar dari alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. Ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya disebut linguistik.
Linguistik memandang bahasa sebagai bahasa. Artinya, linguistik hanya mengkaji bagaimana bahasa itu ada, yaitu bagaimana kata, frasa, klausa, dan kalimat lahir dan digunakan penutur (Chaer, 2004: 2). Bidang ilmu yang termasuk dalam linguistik yang juga mengkaji bahasa adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Dalam fonologi dikaji bagaiman fonem atau bunyi-bunyi bahasa diatur hingga dimengerti oleh penuturnya. Dalam morfologi dikaji bagaimana proses pembentukan kata hingga menjadi rentetan kalimat yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi. Dalam sintaksis dikaji bagaimana menata kalimat yang dimulai dari satuan terkecil yaitu kata. Dalam semantik dikaji makna bahasa. Dalam pragmatik dikaji makna bahasa yang dikaitkan dengan kontek tuturnya.
Pengkajian linguistik terhadap bahasa berbeda dengan pengkajian sosiolinguistik. Dalam pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat mengidentifikasikan diri. Bagi sosiolinguistik, konsep bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang keluar dari alat ucap manusia dianggap terlalu sempit. Hal itu disebabkan karena sosiolinguistik mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat, bukan seperti linguistik yang hanya mengkaji bagaimana bahasa atau unsur-unsur bahasa (Chaer, 2004: 3). Sosiolinguistik mengkaji bahasa sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Sosiolinguistik bukan saja menyoroti masalah bahasa dalam suatu masyarakat melainkan bahasa dengan perilaku sosial.
Bahasa tidak lahir begitu saja di tengah-tengah masyarakat, tetapi melalui proses kebudayaan. Atas dasar itulah sosioliguistik mengkaji bahasa. Sosiolinguistik memberikan pedoman atau gaya bahasa apa yang akan digunakan jika ingin berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat termasuk di tempat-tempat tertentu (Chaer, 2004: 7). Hubungan antara bahasa dan masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan teori sosiolinguistik. Bahasa dalam kajian sosiolinguistik dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi yang merupakan bagian dari masyarakat yang berkaitan dengan berbagai faktor, baik faktor kebahasaan itu sendiri maupun faktor nonkebahasaan, misalnya faktor sosial budaya yang meliputi status sosial, umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin (Suwito dalam Rian, 2007: 15). Dalam artikel Helmi juga disebutkan pendapat Kridalaksana yang menyatakan bahwa dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian kebudayaan masyarakat, antarbahasa dengan budaya dan masyarakat penuturnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya atau tidak dapat berdiri sendiri. Pemakaian bahasa tidak hanya dipengaruhi oleh linguistik dan nonlinguistik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor situasional. Adapun yang termasuk dalam faktor situasional adalah siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dalam situasi yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa dan ragam bahasa mana, dan faktor lainnya.

D.    Sosiolinguistik dan Sosiologi Bahasa
1.      Sosiolinguistik
Menurut Chaer (2010:2), sosiololinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua ilmun empiris yang berkaitan erat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana manusia itu terjadi di dalam masyarakat, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Sejalan dengan Chaer, Krisdalaksana (dalam Chaer, 2010:3) mengatakan bahwa sosiolinguistik sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungann di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam  suatu masyarakat bahasa. Selain itu, Nababan (dalam Chaer, 2010:3)  pengkajian bahasa dengan masyarakat adalah sosiolinguistik.
Menurut Fishman (dalam Chaer:3), sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat. Selanjutnya, Hickerson (dalam Chaer, 2010:4) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistik yang menfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dalam variasi bahasa.
Berdasarkaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

2.      Masalah-masalah Sosiolinguistik
Menurut Dittmar (dalam Chaer, 2010:5), konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun 1964, telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam sosiolinguistik itu adalah, sebagai berikut.
a.       Identitas sosial dari penutur
Identitas sosial dari penutur antara lain, dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Maka, identittas penutur dapat berupa anggota keluarga, dapat berupa teman karib, tetangga, dan sebagainya.. identitas itu dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.

b.      Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam komunikasi
Identitas sosial dari pendengar dilihat dari pihak penutur. Maka, identitas pendengar itu pun dapat berupa anggota keluarga, tetangga, dan sebagainya. Identitas pendengaratau para pendengar juga akan mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.

c.       Lingkungan sosial tempat peristiwa terjadi
Lingkungan sosial tempat peristiwa terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam sebuah rumah tangga, di dalam mesjid, di lapangan sepak bola, di ruang kuliah, di perpustakaan , atau di pinggir jalan. Tempat peristiwa tutur dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam bertutur.

d.      Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial
Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola-pola dialek-dialek sosial itu, baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa yang  tidak terbatas. Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyakarat.

e.       Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran
Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, maksudnya, setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Maka, berdasarkan kelas sosial tersebut, dia mempunyai penilaian sendiri, yang tentu sama, atau jika berbeda, tidak akan terlalu jauh dari kelas sosialnya, terhadap bentuk ujaran yang berlangsung.

f.       Tingkatan variasi dan ragam linguistik
Tingkatan variasi atau linguistik, maksudnnya bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serrta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat  komunikasi, manusia yang disebut bahasa itu bervariasi.

g.      Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam masyarakat.

h.      Kegunaan Sosiolinguistik
Menurut Chaer (2010:7), kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak, sebab bahasa sebagai alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam penggunaannya, sosiolinguistik memberikan pengetahuan bahaimana cara mengunakan bahasa. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu. Fishman (dalam Chaer, 2010:7) membagi manfaat atau kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sebagai berikut.
1)   Berkomunikasi atau berinteraksi
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus digunakan jika berbicara dengan orang tertentu.
2)   Peranan sosiolinguistik dalam pengajaran bahasa di sekolah
Kajian bahasa secara internal akan menghasilkan perian-perian bahasa secara objektif  deskriptif, dalam wujud berbentuk sebuah buku tata bahasa. Kalau kajian secara internal dilakukan secara deskriptif, dia akan menghasilkan sebuah buku tata bahasa deskriptif. Kalau kajian itu dilakukan secara normatif, dia akan menghasilkan sebuah buku tata bahasa normatif. Tanpa bantuan dan penjelasan dari sosiolinguistik baku tersebut tidak dapat digunakan dalam pendidikan formal.
3)   Buku-buku tata bahasa
Sebagai hasil kajian internal terhadap bahasa, biasanya hanya menyajikan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah penggunaan bahasa. Umpamanya, hampir semua buku tata bahasa Indonesia menyajikan system kata ganti orang sebagai berikut. 
Orang ke
Tunggal
Jamak
I
Yang berbicara

Aku, saya

Kami, kita
II
Yang diajak bicara

Engkau, kamu, anda

Kalian, kamu sekalian
III
Yang dibicarakan

Ia, dia, nya

mereka
Bagian tersebut begitu jelas, tetapi kaidah sosial bagaimana menggunakannya tidak ada, sehingga orang yang baru mempelajari bahasa Indonesia dan tidak mengenal kaidah sosial dalam menggunakan kata ganti tersebut akan mendapat kesulitan besar. Oleh karena itu, bantuan sosiolinguistik dalam mennjelaskan penggunaan kata ganti tersebut  sangat penting.
4)   Masalah-masalah bahasa
Di negara-negara yang multilingual seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, India, dan Filipina muncul masalah-masalah politis sehubungan dengan pemilihan bahasa untuk keperluan menjalankan administrasi kenegaraan dann pembinaan bangsa. Pemilihan bahasa mana yang harus diambil menjadi bahasa resmi kenegaraan dapat menimbulkan ketegangan politik dan ada kemungkinan berlanjut menjadi bentrokan fisik.

3.      Sosiologi Bahasa
Nababan (dalam Chaer, 2010:4) menjelaskan bahwa selain istilah sosiolinguistik ada juga digunakan istilah sosiologi bahasa. Banyak orang menganggap kedua istilah itu sama; tetapi banyak pula yang menggapnya berbeda. Ada yang mengatakan digunakannya istilah sosiolinguistik karena penelitiannya dimasuki dari bidang linguistik, sedangkan istilah sosiologi bahasa digunakan kalau penelitian itu dimasuki dari bidang sosiologi. J.A. Fishman pakar sosiolinguistik yang andilnya sangat besar dalam kajian sosiolinguistik (dalam Chaer, 2010:5), mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan kajian sosiologi bahasa bersifat kuantitatif. Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perencian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa/dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan. Sedangkan sosiologi bahasa lebih berhubungan dengan faktor-faktor sosial, yang saling bertimbal balik dengan bahasa/dialek.  Fishman sendiri dalam bukunya yang terbit tahun 1970 menggunakan nama sociolinguistics, tetapi pada tahun 1972 menggunakan nama Sociology of Language. Halliday, seorang linguis Inggris yang banyak memperhatikan segi kemasyarakatan bahasa dalam bukunya The Linguistics Science and Language Teaching menggunakan istilah institutional linguistics.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa digunakan di tengah-tengah masyarakat.  Masyarakat adalah suatu sistem yang terbentuk karena anggota-anggotanya memiliki persamaan tujuan, nasib, dan sebagainya.
Linguistik memandang bahasa sebagai bahasa, yakni mengkaji unsur-unsur bahasa, asal-usul dan sebagainya. Berbeda dengan linguistik, sosiolinguistik mengkaji bahasa yang dikaitkan dengan perilaku sosial atau kegunaan bahasa itu sebagai alat interaksi dan bekerja sama di tengah-tengah masyarakat.
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat. Sebagian ahli sering juga menyebut sosiolinguistik dengan sosiologi bahasa.

B.     Saran
Setiap individu harus menutur atau berbicara dengan menggunakan bahasa yang benar, sopan, bijaksana dan memiliki etika dalam berbahasa, apalagi saat berada di kalangan masyarakat. Dan hendaklahs bagi penutur bahasa harus bisa menyesuaikan bahasanya ketika berada di suatu tempat, baik di lingkungan formal maupun di lingkungan non formal.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Oka, I.G.N, dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rian, Helmi. 2007. “Bentuk dan Fungsi Campur Kode dan Alih Kode pada Rubrik Ah...Tenane dalam Harian Solopos”. E-journal.Unesa.ac.id. Diunduh 12 Februari 2016.
Roesmidi. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Digilib.upi.ac.id (Jurnal). (Diunduh 13 Februari 2016).

Komentar