MAKALAH INTERFERENSI DAN INTEGRASI

 

BAB I
PENDAHULUAN


    A.            Latar Belakang Masalah
Interferensi dan integrasi merupakan dua topik dalam sosiolinguistik yang terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Keduanya berkaitan erat dengan masalah alih kode dan campur kode. Alih kode adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya unsur-unsur dari bahasa lain (berupa kata atau frasa) dalam menggunakan suatu bahasa dengan tujuan tertentu. Interferensi adalah penggunaan unsur atau ciri-ciri bahasa lain dalam suatu bahasa. Namun interferensi berbeda dengan campur kode. Hal itu disebabkan karena campur kode digunakan dengan tujuan tertentu, sedangkan interferensi muncul dan digunakan sebagai akibat terbiasa menggunakan bahasa pertama dan bukan untuk tujuan tertentu. Interferensi juga dapat dibedakan dari bahasa apa yang paling dominan digunakan dalam suatu tuturan. Apabila hanya berupa kata atau frasa bahasa tertentu yang digunakan dalam bertutur disebut campur kode, tetapi apabila unsur bahasa tertentu yang digunakan dalam bertutur sudah terlalu besar mempengaruhi penggunaan bahasa disebut interferensi.

    B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Apa pengertian interferensi?
2.    Apa gejala interferensi?
3.    Apa jenis-jenis interferensi?
4.    Apa pengertian integrasi?

  C.          Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan pengertian interferensi?
2.      Mendeskripsikan gejala interferensi?
3.      Mendeskripsikan jenis-jenis interferensi?
4.      Mendeskripsikan pengertian integrasi?


BAB II
PEMBAHASAN

    A.            Interferensi
Interferensi pertama kali diperkenalkan oleh Weinreich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan degan adanya kontak bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual (dwibahasawan). Menurut Weinrich (dalam Chaer dan Agustina 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam-meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis.
Terkait kedwibahasaan, seorang penutur yang mempunyai kemampuan menguasai B1 dan B2 sama baiknya disebut penutur berkemampuan bahasa yang sejajar, sedangkan penutur yang berbeda kemampuannya dalam menguasai B1 dan B2 disebut penutur berkemampuan berbahasa yang majemuk.
Weinrich mengemukakan bahwa  penutur yang mempunyai kemampuan majemuk mempunyai kesulitan dalam menggunakan B2 karena dipengaruhi kemampuannya menggunakan B1. Kesulitan itu mengakibatkan terjadinya interferensi atau kekeliruan berbahasa sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan menggunakan bahasa ibu atau B1. Kebiasaan penggunaan B1 yang paling sering terbawa-bawa ke dalam B2 adalah dialek. Sejalan dengan pendapat para ahli, interferensi diakibatkan masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantis (KBBI).
Menurut Listiyoningsih (2008:37) interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas yang paling minim.
Menurut Permadi (2006:3) Interferensi adalah penyimpangan norma bahasa masing-masing yang terjadi di dalam tuturan dwibahasawan (bilingualisme) sebagai akibat dari pengenalan lebih dari satu bahasa dan kontak bahasa itu sendiri. Weinreich menyatakan bahwa interferensi dibedakan atas interferensi morfologis, sintaksis, dan leksikal. Interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis biasa disebut interferensi gramatikal.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan tersebut, disimpulkan bahwa interferensi adalah penyimpangan penggunaan suatu bahasa yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur menggunakan bahasa pertama atau bahasa ibu.

    B.            Gejala Interferensi
Menurut Ohoiwutun (dalam Listiyoningsih, 2008:39) gejala interferensi dapat dilihat dalam 3 dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat. Kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih  yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran bahasa.
Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni merupakan rancangan atau modelbuatan penutur itu sendiri. Dari dimensi sistem bahasa, dikenal dengan sebutan interferensi sistemik yaitu pungutan bahasa. Sedangkan daridimensi pembelajaran bahasa, dikenal dengan sebutan interferensipendidikan. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau asing,pembelajaran tentu menjumpai unsur-unsur yang mirip, atau bahkanmungkin sama dengan bahasa pertamanya (Ohoiwutundalam Listiyoningsih, 2008:39).

  C.              Jenis-jenis Interferensi
Chaer dan Agustina (dalam Listiyoningsih 2008:39-40) mengidentifikasi interferensi bahasa menjadi empat jenis yaitu interferensi fonologis, mofrologis, sintaksis, dan semantik. Keempat macam interferensi tersebut akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.

  1.       Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf. Berikut adalah contoh interferensi fonologis.
slalu? selalu
adek? adik
ama? sama
rame? Ramai
smua? semua
cayang? Sayang

  2.       Interferensi Morfologis
Suwito (dalam Permadi 2006:4) menjelaskan bahwa interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan kata, suatu bahasa menyerap afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing). Dalam bahasa Indonesia, misalnya, sering terjadi penyerapan afiks dari bahasa daerah, seperti kebesaran, kemurahan, sungguhan, dihabisin, dan dibayangin. Pembentukan kata tersebut berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia ditambah afiks bahasa daerah. Contoh lain interferensi morfologi yaitu sebagai berikut.
kepukul ? terpukul
dipindah ? dipindahkan
neonisasi ? peneonan
menanyai ? bertanya

3.         Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode. Berikut adalah contoh interferensi sintaksis.
Mereka akan married bulan depan.
Saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja.

4.         Interferensi Semantis
Interferensi yang terjadidalam bidang tata makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan interferensi aditif.
(a)     Interferensi ekspansif, yaitu interferensi yang terjadi jika bahasa  yang tersisipi menyerap konsep kultural beserta namanya daribahasa lain. Contoh: teman-temanku tambah gokil saja.
(b)    Interferensi aditif, yaitu interferensi yang muncul dengan penyesuaian dan interferensi yang muncul berdampingan dengan bentuk lama dengan makna yang agak khusus.
Contoh: mbakAri cantik sekali.

    D.            Integrasi
Menurut Chaer dan Agustina (2010:128), pada satu sisi interferensi dipandang sebagai “pengacaun” karena “merusak” sistem suatu bahasa; tetapi pada sisi lain inteferensi dipandang sebagai suatu mekanisme yang paling ppenting dan dominan untuk mengembangkan suatu bahasa yang masih perlu pengembangan. Pada subsistem fonologi, mrfologi, dan sintaksis memang inteferensi lebih dekat untuk disebut “pengacauan”, tetapi pada subsistem kosakata dan semantic inteferensi mempunyai andil besar dalam pengembangan suatu bahasa. Dengan inteferensi kosakata bahasa donor, yang pada mulanya dianggap sebagai unsur pinjaman, tetapi kemudian tidak lagi karena kosakata itu telah berintegrasi menjadi bagian dari bahasa resepien. Mickey (dalam Chaer dan Agustina, 2010:128) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau pungutan.
Penerimaan unsur bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi berstatus integrasi memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang. Pada mulanya seorang penutur suatu bahasa menggunakan unsur bahasa lain dalam tuturannya sebagai unsur pinjaman karena terasa diperlukan, misalnya karena di dalam B1 nya belum ada padanannya. Kalau kemudian unsur asing yang digunakan itu bisa diterima dan digunakan juga oleh orang lain, maka jadilah unsur tersebut berstatus sebagai unsur yang sudah berintegrasi.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, di dalam bahasa Indonesia pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur Indonesia mendengar butir-butir leksikal dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya. Apa yang terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, lalu dituliskan. Oleh karena itu, kosakata yang diterima secara audial seringkali menampakkan cirri ketidakteraturan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya. Berikut contoh kosakata bahasa Indonesia dengan bahasa bentuk aslinya.
Klonya             = eau de cologne
Dongkrak        = dome kracht
Atret                = achter uit
Persekot           = voorschot
Sopir                = chauffeur
Sirsak               = zuursak
Pelopor            = voorloper

Pada tahap berikutnya, terutama setelah pemerintah mengeluarkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, penerimaan dan penyerapan kata asing secara visual.  Artinya, penyerapan itu dilakukan melalui bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, lalu bentuk tulisan itu disesuaikan menurut aturan yang terdapat dalam dua dokumen kebahasaan di atas.
Penyerapan unsur asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya melalui oenyerapan kata asing yang disertai dengan penyesuain lafal dan ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara (1) penerjemahan langsug, dan (2) penerjemahan konsep. Penerjemahan langsung, artinya kosakata itu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan konsep, artinya kosakata asing itu diteliti baik-baik konsepnya lalu dicarikan kosa kata bahasa Indonesia yang konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut.
Penyerapan dari bahasa-bahasa Nusantara, atau bahasa daerah, oleh bahasa Indonesia tampaknya tidak begitu menimbulkan persoalan, sebab secara linguistik bahasa-bahasa nusantara itu masih serumpun dengan bahasa Indonesia. Apalagi penyerapan itu terjadi dalam bidang kosakata.  Kalau sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya serapan itu sudah disetujui. Karena itu, proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim juga disebut konvergensi. 
Setiap unsur pinjaman yang terserap sebagai hasil proses inteferensi akan sampai pada taraf integrasi, baik dalam waktu relatif singkat atau dalam relatif lama, karena hingga saat ini sudah banyak bukti dalam bahasa apapun yang mempunyai kontak dengan bahasa lain, bahwa setiap bahasa akan mengalami inteferensi, yamg kemudian disusul dengan peristiwa integrasi.
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada bahasa resepien akibat terjadinya peristiwa interferensi dan integrasi itu. Kemungkinan pertama, bahasa resepien tidak mengalami pengaruh apa-apa yang sifatnya mengubah sistem apabila tidak ada kemungkinan untuk mengadakan pembaruan atau pengembangan di dalam bahasa resepien itu. Kemungkinan kedua, bahasa resepien mengelami perubahan sistem, baik pada subsistem fonologi, subsistem morfologi, maupun subsistem lainnya. Kemungkinan ketiga, kedua bahasa yang bersentuhan itu sama-sama menjadi donir dalam pembentukan alat komunikasi verbal baru, yang disebut dengan istilah pijin.
Alat komunkasi yang disebut pijin ini terbentuk dari dua bahasa atau lebih yang berkontak dalam satu masyarakat, mungkin kosakatanya diambil dari bahasa yang satu dan struktur bahasany diambil dari bahasa lain. Atau bisa juga bahasa- bahasa tersebut sama-sama memberi kontribusi baik dalam bidang kosakata maupun bidang tatabahasa. Pijin ini digunakan sebagai alat komunikasi yang sifatnya cepat, terutama untuk keperluan perdagangan. Untuk komunikasi dalam keluarga para penutur menggunakan bahasa ibu masing-masing. Jadi, pijin tidak mempunyai penutur asli. Tidak ada yang berbahasa pertama bahasa pijin. Kelak, apabila generasi kedua dan generasi ketiga masyarakat pijin itu menggunakan juga pijin itu dalam kehidupan sehari-hari, maka pijin itu disebut kreol.  Kreol adalah pengembangan lebih lanjut dari pijin, yakni setelah pijin itu memiliki penutur aslinya.

  
BAB III
PENUTUP

  A.     Simpulan
Interferensi adalah penyimpangan penggunaan suatu bahasa yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur menggunakan bahasa pertama atau bahasa ibu. Interferensi bahasa diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu interferensi fonologis, mofrologis, sintaksis, dan semantik.
Integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau pungutan. Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, di dalam bahasa Indonesia pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial.

  B.     Saran
Setiap individu hendaknya bertutur dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar serta mengurangi interferensi dalam tuturannya. Demikian makalah ini dibuat, kritik dan saran diharapkan untuk penulisan makalah yang lebih baik di lain kesempatan.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Permadi, Tedi. 2006. Interferensi Non-Bahasa Indonesia Ke Dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan Atas Beberapa Hasil Penelitian. Digilib.upi.ac.ad. (Diunduh 18 Maret 2016).

Listiyoningsih, Ari. 2008. Interferensi dan Integrasi dalam Kolom-kolom Edan Prie G.S Hidup Bukan Hanya Urusan Perut: Suatu Tinjauan Sosiolinguistik. Digilib.ums.ac.id. (Diunduh 18 Maret 2016).



Komentar