MAKALAH KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING

 

BAB I
PENDAHULUAN


A.              Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan antara konselor dan konseli dengan tujuan mengatasi berbagai masalah konseli atau disebut KES. Setiap satuan pendidikan telah menempatkan konselor atau guru BK Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah demi menunjang efektivitas pembelajaran di sekolah. Dengan program BK, siswa sebagai konseli dapat menggunakan layanan tersebut untuk mencari solusi masalah yang sedang dihadapi siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa BK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling harus diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah atau berencana agar benar-benar berjalan dengan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Terkait dengan tercapainya BK secara optimal, terdapa berbagai kegiatan pendukung yang dapat menunjang kegiatan BK. Makalah ini akan membahas tentang kegiatan-kegiatan pendukung BK tersebut.

B.            Rumusan Masalah
  1.            Apa saja kegiatan pendukung bimbingan dan konseling?

C.           Tujuan Masalah
  1.            Untuk mendeskripsikan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.



BAB II
PEMBAHASAN

A.               Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Kegiatan pendukung BK berfungsi menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan kepada konseli. Menurut Hallen (2002:89), kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah klien, melainkan untuk memperoleh data dan keterangan lain serta kemudahan-kemudahan yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung ini umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan.
Alat dan kelengkapan yang paling handal dimiliki konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan ialah mulut dan berbagai keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang sedemikian luas dan multidimensional serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan dan informasi, terutama tentang klien dan lingkungannya (Prayitno dan Amti Erman, 2004:315 ).
Kegiatan pendukung dan bimbingan konseling meliputi kegiatan aplikasi instrumentasi bimbingan konseling, himpunan data, kunjungan rumah, konferensi kasus, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus. Jenis kegiatan pendukung tersebut akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.

1.                Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan Konseling
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang klien/konseli, baik keterangan lingkungan siswa (konseli) maupun lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrument, baik tes maupun non tes. Aplikasi instrumentasi disebut juga sebagai upaya pegungkapan melalui pengukuran dengan memakai alat ukur atau instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan, disikapi, dan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap klien dalam  bentuk layanan konseling.
Materi yang dikumpulkan dalam aplikasi instrumentasi BK yaitu pemahaman tentang diri klien, masalah klien, dan lingkungan yang lebih luas yang dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang mendalam biasanya merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman tentang diri klien dan masalahnya itu. Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrument tersebut.
Instrumentasi bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan koseling terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empirik. Penyelenggaraan aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling dilakukan melalui hal berikut.

a.               Instrumen Tes
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkan dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu. Dalam bentuk nyata, tes berbentuk serangkaian pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh konseli. Kegunaan tes ialah membantu konselor dalam memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang dites, seperti masalah penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi atau hasil belajar, dan masalah penempatan atau penyaluran. Selain itu, kegunaan tes dapat membantu konselor memahami sebab-akibat terjadinya masalah konseli, mengenali individu (misalnya di sekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi atau sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus, dan dapat membantu konselor memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seorang individu dalam bidang tertentu. Berbagai hal yang dipeloleh konselor dari hasil tes dapat digunakan untuk menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada individu yang dimaksudkan.

b.        Instrument Nontes
Instrument nontes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan anekdote, angket, sosiometri, dan inventori yang dibekukan (Prayitno dan Erman Amti Erman, 2004:319).
Agar diperoleh hasil yang diharapkan, pengamatan dan wawancara dilakukan dengan mempergunakan pedoman pengamatan dan pedoman wawancara. Catata anekdot merupakan hasil pengamatan, khususnya tentang tingkah laku yang tidak biasa atau khusus yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Angket dan daftar isian dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai hal, biasanya tentang diri individu oleh individu sendiri. Sosiometri untuk melihat dan memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial di antara individu-individu dan kelompok. Melalui inventori yang dibakukan akan dapat diungkapkan berbagai hal yang biasanya merupakan pokok pebahasan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling secara lebih luas.
Hal-hal yang dilakukan konselor dalam kegiatan instrumentasi BK adalah sebagai berikut.
        1)               Perencanaan, yakni menetapkan objek  yang akan diukur, menetapkan subjek, menetapkan/menyusun instrumen, menetapkan prosedur, menetapkan fasilitas, dan menyiapkan kelengkapan administratif.
        2)               Pelaksanaan, yakni mengkomunikasikan rencana pelaksanaan aplikasi instrumentasi, mengorganisasikan kegiatan instrumen, pengadministrasian, mengolah jawaban intrumen, menafsirkan dan menetapkan arah penggunaan hasil intrumen.
        3)               Evaluasi dan Analisis, yakni menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur, melaksanakan evaluasi, dan mengolah serta menafsirkan hasil evaluasi, serta menganalisis dengan menetapkan norma/standar analisis, melakukan analisis dan menafsirkan hasil analisis.
        4)               Tindak Lanjut, yakni menetapkan jenis dan arah tindak lanjut aplikasi instrumentasi, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut dan melaksanakan tindak lanjut, menyusun laporan aplikasi instrumentasi, menyampaikan laporan, dan mendokumentasi laporan.

    2.              Himpunan Data
Himpunan data adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa (klien/konseli). Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumentasi dan apa yang menjadi hasil himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
Materi umum himpunan data yaitu identitas siswa (klien) dan keluarga, hasil aplikasi instrumentasi, hasil belajar, catatan anekdot, laporan catatan khusus dan sebagainya. Fungsi himpunan data ialah fungsi pemahaman. Hasil aplikasi instrumentasi pada umumnya dianggap penting dalam himpunan data. Himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah, analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya yang dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap siswa.
Keseluruhan data yang dikumpulkan dapat dikelompokkan menjadi data-data berikut (Prayitno, 1997:99-100).
a.            Data pribadi, yakni data menyangkut diri masing-masing siswa secara perorangan. Himpunan data pribadi dilakukan terpisah untuk setiap siswa, karena himpunan data pribadi bersifat berkelanjutan, sehingga harus ada kerja sama antara guru. Himpunan data pribadi siswa memang perlu lengkap dan menyeluruh, tetapi harus tetap sederhana, ringkas, dan bersifat sepenuhnya. Himpunan data pribadi sering juga disebut cumulative record.
b.            Data kelompok yakni menyangkut aspek tertentu dari sekelompok siswa, seperti gambaran menyeluruh hasil beljar siswa satu kelas, hasil sosiometri, laporan penyelenggaraan dan hasil diskusi atau belajar kelompok, penyelenggaraan dan isi bimbingan, dan konseling kelompok.
c.            Data umum yakni tidak secara langsung menyangkut diri siswa baik secara pribadi ataupun kelompok. Data ini berasal dari luar diri siswa, seperti informasi pendidikan dan jabatan serta informasi lingkungan fisik sosial dan budaya. Data ini biasanya dihimpun dalam bentuk tersendiri, contohnya bentuk buku, kumpulan tentang informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi sisial budaya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal yaitu: 1) materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan gambaran yang tepat untuk individu, 2) data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karea itu data tentang siswa perlu diperbaharui, 3) data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut sistem tertentu, 4) data dalam himpunan data harus bersifat rahasia, dan 5) mengingat bahwa data yang dikumpulkan cukup banyak, maka harus ditambah dan dikurangi sesuai dengan perkembangan.
Hal-hal yang dilakukan konselor dalam kegiatan himpunan data adalah sebagai berikut.
                  1)            Perencanaan, yakni menetapkan jenis dan klasifikasi data serta sumber-sumbernya, menetapkan  bentuk himpunan data, menetapkan dan manata fasilitas, menetapkan mekanisme pengisian, pemeliharaan dan penggunaan, serta menyiapkan kelengkapan administratif.
                  2)            Pelaksanaan, yakni mengetik dan memasukkan ke dalam data yang dihimpun sesuai dengan klasifikasi, memanfaatkan data, memelihara dan mengembangkan data yang telah didapatkan.
                  3)            Evaluasi dan analisis, yakni mengkaji efisiensi sistematika dan penggunaan fasilitas yang digunakan, memerikasa kelengkapan, keakuratan, keaktualan dan kemanfaatan data, serta melaksanakan analisis terhadap hasil evaluasi.
                  4)            Tindak lanjut, yakni mengembangkan himpunan data yang  mencakup bentuk, klasifikasi dan sistematika data, kelengkapan, keakuratan, ketepatan dan keaktualan data, kemanfaatan data, dan penggunaan teknologi.

  3.            Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (klien/konseli). Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Penanganan permasalahan siswa sering kali memerlukan pemahaman yang lebih jauh tentang suasana rumah atau keluarga siswa. Untuk itu perlu dilakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh siswa, melainkan hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan kadar yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memerlukan kunjungan rumah. Lebih jauh, data atau keterangan tentang rumah orang tua boleh jadi juga tidak perlu diperoleh melalui kunjungan rumah oleh konselor. Cara yang lebih praktis untuk memperoleh data yang dikehendaki itu selain melalui wawancara secara langsung dengan siswa yang bersangkutan, juga dapat melalui wawancara dengan orang tua yang dipanggil datang ke sekolah.
Kegiatan kunjungan rumah maupun pemanggilan orang tua ke sekolah, memiliki tiga tujuan utama, yaitu sebagai berikut.
  a.            Memperoleh data tambahan tentang permasalahan klien khususnya yang bersangkutan dengan keadaan rumah atau orang tua
 b.            Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya.
  c.            Membangun komitmen terhadap orang tua terhadap penangan masalah anaknya.

Data atau keterangan ini meliputi kondisi rumah tangga dan orang tua, fasilitas belajar yang ada dirumah, hubungan antara keluarga, sikap atau kebiasaan siswa di rumah, berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga inti lainnya terhadap siswa, komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan dan pengentasan masalah siswa atau klien (Prayitno, 1997:103).
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik dari pihak orang tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama yang ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman (Sukardi, 2002:237).
Hal-hal yang dilakukan konselor dalam kegiatan kunjungan rumah adalah sebagai berikut.
     1)        Perencanaan, yakni menetapkan kasus yang memerlukan KR, meyakinkan klien akan KR, menyiapkan data dan informasi yang akan dikomunikasikan dengan keluarga, menetapkan materi KR dan meyiapkan kelengkapan administrasi.
     2)        Pelaksanaan, yakni mengkomunikasikan rencana pelaksanaan KR, melakukan KR berupa bertemu anggota  keluarga (orangtua/wali), membahas masalah klien, melengkapi data, mengembangkan komitmen, menyelenggarakan konseling keluarga, dan merekam serta menyimpulkan hasil KR.
     3)        Evaluasi dan analisis, yakni mengevaluasi proses pelaksanaan KR, mengevaluasi kelengkapan dan keakurautan data hasil KR serta komitmen orangtua/wali, mengevaluasi penggunaan data dalam rangka pengentasan  masalah klien, serta menganalisis  efektifitas penggunaan hasil KR terhadap penanganan kasus.
     4)        Tindak lanjut, yakni mempertimbangkan apakah perlu dilaksanakan KR ulang atau lanjutan dan mempertimbangkan tindak  lanjut layanan dengan menggunakan  hasil KR  yang lebih lengkap dan akurat, serta menyusun laporan KR,  menyampaikan laporan dan mendokumentasi laporan.

4.                Konferensi Kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh siswa (klien) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Dalam konferensi kasus secara spesifik dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru pembimbing/konselor, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orangtua, dan tenaga ahli lainya) yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi teretasnya permasalahan tersebut.
Tujuan konferensi kasus yaitu mencari interpretasi gambaran yang lebih tepat mengenai kasus konseli dengan maksud untuk memberikan pertolongan kepada kasus tersebut dalam memecahkan masalahnya. Selain itu, konferensi kasus bertujuan mengkomunikasikan sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sehingga penanganan  masalah menjadi lebih mudah.
Konferensi kasus dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara lansung mengenai kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalamnya adalah personel yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang dihadapi seperti kepala sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis) dan lain sebagainya. Masalah yang menjadi titik pusat pembahasan dalam konferensi kasus adalah kasus yang telah dipersiapkan dan diajukan oleh peserta konferensi kasus. Contohnya yaitu masalah belajar seperti kebiasaan belajar yang kurang efektif, kemampuan belajar yang kurang optimal, kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan, dan sebagainya. Selain masalah belajar, dalam konferensi kasus juga dapat dibahas masalah sosial pribadi seperti kekurangharmonisan hubungan antarteman, orangtua, maupun guru. Permasalahan yang lain yaitu gambaran diri yang kurang tepat, kebiasaan hidup yang kurang tepat, kenakalan remaja, gangguan psikhis, dan sebagainya.
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.
  a.            Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Pihak yang diundang seperti orangtua, wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti psikolog, dokter, polisi, dan ahli lain yang terkait.
 b.            Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas–asas dalam bimbingan dan konseling khususnya asas kerahasiaan.
  c.            Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogianya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), seperti tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli). Hal itu bertujuan agar para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya.
 d.            Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli).
  e.            Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).
Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Permasalahan itu didalami dan dianalisis berbagai seginya, baik perincian masalahnya, sebab-sebab, dan sangkut-paut antara berbagai hal yang ada di dalamnya, maupun berbagai kemungkinan pemecahannya serta faktor-faktor penunjangnya. Melalui konferensi kasus itu juga dikendaki terbina kerja sama yang harmonis di antara para peserta pertemuan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh siswa.
Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru pembimbing ada yang bisa dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor sekolah, tetapi banyak pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang sangat memerlukan campur tangan dari personil lain. Bantuan pemecahan masalah terhadap kasus tersebut akan ditangani secara tim dan teknik-teknik bantuan yang akan diberikan dibicarakan dalam satu pertemuan yang disebut dengan  konferensi kasus atau case conference.
Setelah semua data dapat dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut secara komprehensif, sehingga dapat diputuskan suatu rekomendasi tentang teknik bantuan pemecahan masalah yang diberikan. Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format konferensi kasus. Dalam satu kali pertemuan, mungkin belum diputuskan suatu rekomendasi. Oleh karena itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai dengan wktu yang telah disepakati bersama antara peserta konferensi kasus.
Tidak semua masalah siswa perlu dikonferensikasuskan. Guru kelas sebagai penyelenggaraan pertama menjelaskan tujuan konferensi kasus dan menguraikan secara garis besar kasus yan hendak dibicaraan itu. Isi pembicaraan konferensi kasus sama sekali tidak boleh dibocorkan atau dibicarakan di tempat lain. Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses ialah apabila konselor memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah siswa dan terbangun komitmen seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya pengentasan masalah klien (Prayitno, 1997:101).

  5.            Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan yaitu kegiatan pendukung dalam bimbingan dan konseling dengan cara memberikan bantuan berupa bahan pustaka yang dapat digunakan siswa atau konseli dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karier atau jabatan. Kegiatan pendukung tampilan kepustakaan membantu klien dalam memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan dibahas bersama konselor.  Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanan  dan klien secara mandiri mengunjungi perpustakaan untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di perpustakaan sesuai dengan keperluan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi yang memungkinkan klien memperkuat dan memperkaya diri dengan atau tanpa konselor (Prayitno, 2012: 369).

  6.            Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami siswa (klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan). Di sekolah, alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru mata pelajaran/praktik, wali kelas, dan/atau orang tua mengalihtangankan siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing. Guru juga dapat mengalihtangankan permassalahan siswa kepada ahli-ahli yang relevan, seperti dokter, psikiater, ahli agama, dan lain-lain.
Materi pokok kasus yang dialihtangankan pada dasarnya sama dengan keseluruhan  kasus yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Secara khusus, materi yang dialihtangankan ialah bagian dari permasalahan yang belum tuntas ditangani oleh guru BK (konselor). Materi khusus itu perlu dialihtangankan karena guru konselor tidak secara khusus membidangi materi itu atau dengan kata lain, materi tersebut diluar bidang keahlian ataupun wewenang konselor.
Lembaga-lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum, lembaga pelayanan psikologis, lembaga kepolisian. lembaga-lembaga penyelenggara tes, lembaga penempatan tenaga, dan sebagainya.
Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan) syaratnya adalah sebagai berikut.
  a.            Alih tangan kasus harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan dengan masalah yang dihadapi siswa yang bersangkutan.
 b.            Alih tangan kasus harus diberikan surat pengantar atau rekomendasi yang menjelaskan tujuan alih tangan kasus itu.
  c.            Alih tangan kasus harus disetujui oleh individu siswa (klien/konseli) yang bersangkuan.
 d.            Pelayanan alih tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung jawab sekolah.
  e.            Pihak yang dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan laporan terinci mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada sekolah.
Selain yang telah disebutkan sebelumnya, proses pelayanan alih tangan kasus juga bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sukardi,1988).
1.         Alih tangan kasus dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang menemukan siswa (klien/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak dapat dipecahkan oleh petugas itu sendiri.
2.         Wali kelas memperkirakan kesulitan macam apa yang dihadapi siswa. Dalam hal ini misalnya kesulitan psikologis.
3.         Wali kelas mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala sekolah sebagai penanggung jawab puncak dalam program bimbingan dan konseling.
4.         Kepala sekolah menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik. Dalam hal ini misalnya perawat sekolah.
5.         Siswa tersebut bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk kepada konselor.
6.         Apabila konselor tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk kepada ahli psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut memerlukan penanganan dalam suatu pembahasan kasus atau pelayanan testing.
7.         Apabila hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya siswa tersebut tidak memerllukan pembahasan kasus dan tidak memerlukan layanan testing, maka psikolog tersebut memberikan rekomondasi tentang status siswa tersebut sebagai balikan kepada sekolah, misalnya siswa tersebut membutuhkan perlakuan lemah lebut dari pihak guru dan sebagainya. Maka pelayanan alih tangan kasus hanya berhenti sampai disini.
8.         Apabila hasil pemeriksaan itu ternyata siswa (klien) tersebut tidak memerlukan pembahasan kasus, tetapi membutuhkan pelayanan testing, maka siswa tersebut dialih tangankan kepada lembaga penyelenggara tes untuk dilengkapi dengan data dari wawancara dengan orang tua pihak lain yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan hasil wawancara itu diisusunlah rekomondasi untuk dikembalikan kepada sekolah, maka rujukkan berakhir sampai disini.
9.         Apabila hasil pemeriksaan psikolog ternyata siswa (klien) itu memerlukan pembahasan yang lebih luas dengan berbagai pihak, maka diselenggarakan pembahasan kasus yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, miisalnya guru, kepala sekolah, psikologi, konselor dan pihak lain yang diperlukan.
10.       Dari hasil pembahasan kasus diberikan rekomondasi sesuai dengan status siswa tersebut. Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan berulang-ulang sampai masalahnya dapat diselesaikan.

Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan jalur dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima kiriman klien dari pihak  lain, seperti orangtua, kepala sekolah, guru, pihak lain (dokter, psikiater, dan psikolog). Jalur dari konselor, yakni konselor mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain seperti konselor yang lebih senior, konselor yang membidangi spesialisasi, ahli-ahli lain (guru bidang studi, psikologi, psikiater dan dokter). Konselor menerima klien dari pihak lain daengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Di sisi lain konselor mengalihtangankan klien kepada pihak lain apabila masalahan yang dihadapi klien memang diluar wewenang konselor untuk menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenaga memeberikan bantuan, namun permasalahan klien tersebut belum berhasil ditangani secara tuntas.


BAB III
PENUTUP

A.        Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab pembahasan, maka materi dalam makalah ini dapat disimpulkan menjadi beberapa hal sebagai berikut. Kegiatan pendukung dan bimbingan konseling meliputi kegiatan pokok aplikasi instrumentasi dan bimbingan konseling, himpunan data, kunjungan rumah, konferensi kasus, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus.
Aplikasi instrumentasi BK adalah kegiatan memperoleh data dan keterangan tentang klien/konseli melalui wawancara, dialog, angket, dan sebagainya. Himpunan data adalah kegiatan menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa (klien/konseli). Kunjungan rumah, adalah untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (klien/konseli). Konferensi kasus adalah kegiatan membahas permasalahan yang dialami oleh siswa (klien) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak. Alih tangan kasus adalah kegiatan untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami siswa (klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya.

B.      Saran
Kegiatan pendukung BK berfungsi menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan kepada konseli. Seorang guru, baik guru kelas, guru mata pelajaran, terlebih guru BK harus mengetahui berbagai kegiatan pendukung dalam menjalankan bimbingan dan konseling agar tercapainya bimbingan dan konseling yang optimal. Ketiga jenis guru tersebut memiliki peran masing-masing dalam menjalan BK.
Demikian makalah ini dibuat. Dalam makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulisan makalah di lain kesempatan dapat lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.

Prayitno. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Dasar (SD). Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abdi.

Prayitno.2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling. Padang: FIP UNP.

Prayitno dan Amti Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Komentar