BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
antara konselor dan konseli dengan tujuan mengatasi berbagai masalah konseli
atau disebut KES. Setiap satuan pendidikan telah menempatkan konselor atau guru
BK Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah demi menunjang efektivitas pembelajaran di sekolah. Dengan
program BK, siswa sebagai konseli dapat menggunakan layanan tersebut untuk
mencari solusi masalah yang sedang dihadapi siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa
BK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang
tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh
karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling harus diselenggarakan dalam bentuk
kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus
diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah atau berencana agar benar-benar berjalan dengan baik bagi pertumbuhan
dan perkembangan siswa.
Terkait dengan tercapainya BK secara optimal,
terdapa berbagai kegiatan pendukung yang dapat menunjang kegiatan BK. Makalah
ini akan membahas tentang kegiatan-kegiatan pendukung BK tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja kegiatan pendukung bimbingan dan konseling?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mendeskripsikan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Kegiatan Pendukung Bimbingan dan
Konseling
Kegiatan pendukung BK berfungsi menunjang kelancaran pemberian
layanan-layanan kepada
konseli. Menurut Hallen (2002:89), kegiatan pendukung
pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan
masalah klien, melainkan untuk memperoleh data dan keterangan lain serta
kemudahan-kemudahan yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan
layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung ini umumnya dilaksanakan tanpa
kontak langsung dengan sasaran layanan.
Alat dan kelengkapan
yang paling handal dimiliki konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan
ialah mulut dan berbagai keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun
nonverbal. Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau
wawasan yang sedemikian luas dan multidimensional serta harus sesuai dengan
data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka
konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan dan informasi,
terutama tentang klien dan lingkungannya (Prayitno dan Amti Erman, 2004:315 ).
Kegiatan pendukung
dan bimbingan konseling meliputi kegiatan aplikasi instrumentasi bimbingan
konseling, himpunan data, kunjungan rumah, konferensi kasus, tampilan
kepustakaan, dan alih tangan kasus. Jenis kegiatan pendukung tersebut akan
diuraikan satu per satu sebagai berikut.
1.
Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan
Konseling
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling yaitu kegiatan
pendukung bimbingan dan koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang
klien/konseli, baik keterangan lingkungan siswa (konseli) maupun lingkungan
yang lebih luas. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai
instrument, baik tes maupun non tes. Aplikasi instrumentasi disebut juga
sebagai upaya pegungkapan melalui pengukuran
dengan memakai alat ukur atau instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan,
disikapi, dan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap klien dalam
bentuk layanan konseling.
Materi yang dikumpulkan dalam aplikasi instrumentasi BK yaitu pemahaman
tentang diri klien, masalah klien, dan lingkungan yang lebih luas yang dapat
dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang mendalam biasanya
merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman tentang diri klien
dan masalahnya itu. Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan
keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrument tersebut.
Instrumentasi bimbingan dan konseling merupakan salah satu
sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan koseling terlaksana
secara lebih cermat dan berdasarkan data empirik. Penyelenggaraan aplikasi
instrumentasi bimbingan dan konseling dilakukan melalui hal berikut.
a.
Instrumen Tes
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku
seseorang dan menggambarkan dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu.
Dalam bentuk nyata, tes berbentuk serangkaian pertanyaan yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh konseli. Kegunaan tes ialah membantu konselor dalam memperoleh
dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang
dites, seperti masalah penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi atau
hasil belajar, dan masalah penempatan atau penyaluran. Selain itu, kegunaan tes
dapat membantu konselor memahami sebab-akibat terjadinya masalah konseli, mengenali
individu (misalnya di sekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi atau
sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus, dan dapat membantu konselor memperoleh
gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seorang individu dalam
bidang tertentu. Berbagai hal yang dipeloleh konselor dari hasil tes dapat
digunakan untuk menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada individu
yang dimaksudkan.
b.
Instrument Nontes
Instrument nontes meliputi berbagai prosedur, seperti
pengamatan, wawancara, catatan anekdote, angket, sosiometri, dan inventori yang
dibekukan (Prayitno dan Erman Amti Erman, 2004:319).
Agar diperoleh hasil yang diharapkan, pengamatan dan
wawancara dilakukan dengan mempergunakan pedoman pengamatan dan pedoman
wawancara. Catata anekdot merupakan hasil pengamatan, khususnya tentang tingkah
laku yang tidak biasa atau khusus yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Angket
dan daftar isian dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai hal, biasanya
tentang diri individu oleh individu sendiri. Sosiometri untuk melihat dan
memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial di antara individu-individu
dan kelompok. Melalui inventori yang dibakukan akan dapat diungkapkan berbagai
hal yang biasanya merupakan pokok pebahasan dalam rangka pelayanan bimbingan
dan konseling secara lebih luas.
Hal-hal yang dilakukan konselor dalam kegiatan instrumentasi
BK adalah sebagai berikut.
1)
Perencanaan, yakni menetapkan
objek yang akan diukur, menetapkan
subjek, menetapkan/menyusun instrumen, menetapkan prosedur, menetapkan
fasilitas, dan menyiapkan kelengkapan administratif.
2)
Pelaksanaan, yakni mengkomunikasikan
rencana pelaksanaan aplikasi instrumentasi, mengorganisasikan kegiatan
instrumen, pengadministrasian, mengolah jawaban intrumen, menafsirkan dan
menetapkan arah penggunaan hasil intrumen.
3)
Evaluasi dan
Analisis, yakni menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur, melaksanakan
evaluasi, dan mengolah serta menafsirkan hasil evaluasi, serta menganalisis
dengan menetapkan norma/standar analisis, melakukan analisis dan menafsirkan
hasil analisis.
4)
Tindak Lanjut, yakni
menetapkan jenis dan arah tindak lanjut aplikasi instrumentasi,
mengkomunikasikan rencana tindak lanjut dan melaksanakan tindak lanjut, menyusun
laporan aplikasi instrumentasi, menyampaikan laporan, dan mendokumentasi
laporan.
2.
Himpunan Data
Himpunan data adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan siswa (klien/konseli). Himpunan data perlu diselenggarakan secara
berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Data
yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumentasi dan apa yang
menjadi hasil himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan
layanan bimbingan.
Materi umum himpunan data yaitu identitas siswa (klien) dan
keluarga, hasil aplikasi instrumentasi, hasil belajar, catatan anekdot, laporan
catatan khusus dan sebagainya. Fungsi himpunan data ialah fungsi pemahaman. Hasil
aplikasi instrumentasi pada umumnya dianggap penting dalam himpunan data. Himpunan
data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah,
analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya
yang dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap siswa.
Keseluruhan data yang dikumpulkan dapat dikelompokkan menjadi
data-data berikut (Prayitno, 1997:99-100).
a.
Data pribadi, yakni
data menyangkut diri masing-masing siswa secara perorangan. Himpunan data
pribadi dilakukan terpisah untuk setiap siswa, karena himpunan data pribadi
bersifat berkelanjutan, sehingga harus ada kerja sama antara guru. Himpunan
data pribadi siswa memang perlu lengkap dan menyeluruh, tetapi harus tetap
sederhana, ringkas, dan bersifat sepenuhnya. Himpunan data pribadi sering juga
disebut cumulative record.
b.
Data kelompok yakni menyangkut
aspek tertentu dari sekelompok siswa, seperti gambaran menyeluruh hasil beljar
siswa satu kelas, hasil sosiometri, laporan penyelenggaraan dan hasil diskusi
atau belajar kelompok, penyelenggaraan dan isi bimbingan, dan konseling
kelompok.
c.
Data umum yakni tidak
secara langsung menyangkut diri siswa baik secara pribadi ataupun kelompok.
Data ini berasal dari luar diri siswa, seperti informasi pendidikan dan jabatan
serta informasi lingkungan fisik sosial dan budaya. Data ini biasanya dihimpun
dalam bentuk tersendiri, contohnya bentuk buku, kumpulan tentang informasi
pendidikan, informasi jabatan, informasi sisial budaya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal yaitu: 1) materi
himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan
gambaran yang tepat untuk individu, 2) data tentang individu selalu bertambah,
berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karea itu data tentang siswa perlu diperbaharui,
3) data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut
sistem tertentu, 4) data dalam himpunan data harus bersifat rahasia, dan 5)
mengingat bahwa data yang dikumpulkan cukup banyak, maka harus ditambah dan
dikurangi sesuai dengan perkembangan.
Hal-hal yang dilakukan konselor dalam kegiatan himpunan data adalah
sebagai berikut.
1)
Perencanaan, yakni menetapkan
jenis dan klasifikasi data serta sumber-sumbernya, menetapkan bentuk himpunan data, menetapkan dan manata
fasilitas, menetapkan mekanisme pengisian, pemeliharaan dan penggunaan, serta
menyiapkan kelengkapan administratif.
2)
Pelaksanaan, yakni mengetik
dan memasukkan ke dalam data yang dihimpun sesuai dengan klasifikasi,
memanfaatkan data, memelihara dan mengembangkan data yang telah didapatkan.
3)
Evaluasi dan analisis,
yakni mengkaji efisiensi sistematika dan penggunaan fasilitas yang digunakan,
memerikasa kelengkapan, keakuratan, keaktualan dan kemanfaatan data, serta
melaksanakan analisis terhadap hasil evaluasi.
4)
Tindak lanjut, yakni
mengembangkan himpunan data yang
mencakup bentuk, klasifikasi dan sistematika data, kelengkapan,
keakuratan, ketepatan dan keaktualan data, kemanfaatan data, dan penggunaan
teknologi.
3.
Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa (klien/konseli). Kegiatan ini memerlukan
kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Penanganan permasalahan siswa sering kali memerlukan pemahaman
yang lebih jauh tentang suasana rumah atau keluarga siswa. Untuk itu perlu
dilakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh
siswa, melainkan hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan kadar
yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memerlukan kunjungan
rumah. Lebih jauh, data atau keterangan tentang rumah orang tua boleh jadi juga
tidak perlu diperoleh melalui kunjungan rumah oleh konselor. Cara yang lebih
praktis untuk memperoleh data yang dikehendaki itu selain melalui wawancara secara
langsung dengan siswa yang bersangkutan, juga dapat melalui wawancara dengan
orang tua yang dipanggil datang ke sekolah.
Kegiatan kunjungan rumah maupun pemanggilan orang tua ke
sekolah, memiliki tiga tujuan utama, yaitu sebagai berikut.
a.
Memperoleh data
tambahan tentang permasalahan klien khususnya yang bersangkutan dengan keadaan
rumah atau orang tua
b.
Menyampaikan kepada
orang tua tentang permasalahan anaknya.
c.
Membangun komitmen
terhadap orang tua terhadap penangan masalah anaknya.
Data atau keterangan ini meliputi kondisi rumah tangga dan
orang tua, fasilitas belajar yang ada dirumah, hubungan antara keluarga, sikap
atau kebiasaan siswa di rumah, berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga
inti lainnya terhadap siswa, komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya
dalam perkembangan dan pengentasan masalah siswa atau klien (Prayitno,
1997:103).
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan
persiapan yang matang dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik
dari pihak orang tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama yang
ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman (Sukardi, 2002:237).
Hal-hal yang
dilakukan konselor dalam kegiatan kunjungan rumah adalah sebagai berikut.
1)
Perencanaan, yakni menetapkan
kasus yang memerlukan KR, meyakinkan klien akan KR, menyiapkan data dan
informasi yang akan dikomunikasikan dengan keluarga, menetapkan materi KR dan
meyiapkan kelengkapan administrasi.
2)
Pelaksanaan, yakni
mengkomunikasikan rencana pelaksanaan KR, melakukan KR berupa bertemu
anggota keluarga (orangtua/wali),
membahas masalah klien, melengkapi data, mengembangkan komitmen, menyelenggarakan
konseling keluarga, dan merekam serta menyimpulkan hasil KR.
3)
Evaluasi dan analisis,
yakni mengevaluasi proses pelaksanaan KR, mengevaluasi kelengkapan dan
keakurautan data hasil KR serta komitmen orangtua/wali, mengevaluasi penggunaan
data dalam rangka pengentasan masalah
klien, serta menganalisis efektifitas
penggunaan hasil KR terhadap penanganan kasus.
4)
Tindak lanjut, yakni
mempertimbangkan apakah perlu dilaksanakan KR ulang atau lanjutan dan
mempertimbangkan tindak lanjut layanan
dengan menggunakan hasil KR yang lebih lengkap dan akurat, serta menyusun
laporan KR, menyampaikan laporan dan
mendokumentasi laporan.
4.
Konferensi Kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh siswa (klien) dalam
suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat
memberikan bahan, keterangan kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat
terbatas dan tertutup. Dalam konferensi kasus secara spesifik dibahas
permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum diskusi yang
dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru pembimbing/konselor, wali
kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orangtua, dan tenaga ahli
lainya) yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta
kemudahan-kemudahan bagi teretasnya permasalahan tersebut.
Tujuan konferensi kasus yaitu mencari interpretasi gambaran
yang lebih tepat mengenai kasus konseli dengan maksud untuk memberikan
pertolongan kepada kasus tersebut dalam memecahkan masalahnya. Selain itu,
konferensi kasus bertujuan mengkomunikasikan sejumlah aspek permasalahan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan sehingga penanganan masalah menjadi lebih mudah.
Konferensi kasus dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara
lansung mengenai kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalamnya
adalah personel yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang dihadapi seperti
kepala sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim
medis) dan lain sebagainya. Masalah yang menjadi titik pusat pembahasan dalam
konferensi kasus adalah kasus yang telah dipersiapkan dan diajukan oleh peserta
konferensi kasus. Contohnya yaitu masalah belajar seperti kebiasaan belajar
yang kurang efektif, kemampuan belajar yang kurang optimal, kondisi lingkungan
belajar yang kurang menguntungkan, dan sebagainya. Selain masalah belajar,
dalam konferensi kasus juga dapat dibahas masalah sosial pribadi seperti kekurangharmonisan
hubungan antarteman, orangtua, maupun guru. Permasalahan yang lain yaitu gambaran
diri yang kurang tepat, kebiasaan hidup yang kurang tepat, kenakalan remaja, gangguan
psikhis, dan sebagainya.
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah
sebagai berikut.
a.
Kepala sekolah atau
Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus baik atas
insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang
adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa
(konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan
permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Pihak yang diundang seperti orangtua,
wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah
siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar
yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti psikolog, dokter,
polisi, dan ahli lain yang terkait.
b.
Pada saat awal
pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara
pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus
dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah
yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan
asas–asas dalam bimbingan dan konseling khususnya asas kerahasiaan.
c.
Guru atau konselor
menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogianya terlebih dahulu
disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), seperti tentang
potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli). Hal itu
bertujuan agar para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli)
yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan
siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah
terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah
dilakukan sebelumnya.
d.
Setelah pemaparan
masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan
dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas
dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang
dihadapi siswa (konseli).
e.
Setelah berdiskusi
atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa
rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh
konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil
langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa
(konseli).
Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah
segenap hal yang menyangkut permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang
bersangkutan. Permasalahan itu didalami dan dianalisis berbagai seginya, baik
perincian masalahnya, sebab-sebab, dan sangkut-paut antara berbagai hal yang
ada di dalamnya, maupun berbagai kemungkinan pemecahannya serta faktor-faktor
penunjangnya. Melalui konferensi kasus itu juga dikendaki terbina kerja sama
yang harmonis di antara para peserta pertemuan dalam mengatasi masalah yang
dialami oleh siswa.
Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru pembimbing ada
yang bisa dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor
sekolah, tetapi banyak pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang
sangat memerlukan campur tangan dari personil lain. Bantuan pemecahan masalah
terhadap kasus tersebut akan ditangani secara tim dan teknik-teknik bantuan
yang akan diberikan dibicarakan dalam satu pertemuan yang disebut dengan konferensi kasus atau case conference.
Setelah semua data dapat dikumpulkan maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut secara komprehensif, sehingga dapat
diputuskan suatu rekomendasi tentang teknik bantuan pemecahan masalah yang
diberikan. Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format
konferensi kasus. Dalam satu kali pertemuan, mungkin belum diputuskan suatu
rekomendasi. Oleh karena itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai dengan
wktu yang telah disepakati bersama antara peserta konferensi kasus.
Tidak semua masalah siswa perlu dikonferensikasuskan. Guru
kelas sebagai penyelenggaraan pertama menjelaskan tujuan konferensi kasus dan
menguraikan secara garis besar kasus yan hendak dibicaraan itu. Isi pembicaraan
konferensi kasus sama sekali tidak boleh dibocorkan atau dibicarakan di tempat
lain. Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses ialah apabila
konselor memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi
pemecahan masalah siswa dan terbangun komitmen seluruh peserta pertemuan untuk
menyokong upaya pengentasan masalah klien (Prayitno, 1997:101).
5.
Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan yaitu kegiatan pendukung
dalam bimbingan dan konseling dengan cara memberikan bantuan berupa bahan
pustaka yang dapat digunakan siswa atau konseli dalam pengembangan pribadi,
kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karier atau jabatan. Kegiatan pendukung
tampilan kepustakaan membantu klien dalam memperkaya dan memperkuat diri
berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan dibahas bersama konselor. Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat
diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanan dan klien secara mandiri mengunjungi
perpustakaan untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di
perpustakaan sesuai dengan keperluan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi
yang memungkinkan klien memperkuat dan memperkaya diri dengan atau tanpa
konselor (Prayitno, 2012: 369).
6.
Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah
yang dialami siswa (klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari
satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan
mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan
masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus itu
dialihtangankan). Di sekolah, alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru mata
pelajaran/praktik, wali kelas, dan/atau orang tua mengalihtangankan siswa yang
bermasalah kepada guru pembimbing. Guru juga dapat mengalihtangankan
permassalahan siswa kepada ahli-ahli yang relevan, seperti dokter, psikiater,
ahli agama, dan lain-lain.
Materi pokok kasus yang dialihtangankan pada dasarnya sama
dengan keseluruhan kasus yang dialami
oleh siswa yang bersangkutan. Secara khusus, materi yang dialihtangankan ialah
bagian dari permasalahan yang belum tuntas ditangani oleh guru BK (konselor).
Materi khusus itu perlu dialihtangankan karena guru konselor tidak secara
khusus membidangi materi itu atau dengan kata lain, materi tersebut diluar
bidang keahlian ataupun wewenang konselor.
Lembaga-lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu
rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum, lembaga pelayanan psikologis,
lembaga kepolisian. lembaga-lembaga penyelenggara tes, lembaga penempatan
tenaga, dan sebagainya.
Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan)
syaratnya adalah sebagai berikut.
a.
Alih tangan kasus
harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan dengan masalah yang dihadapi
siswa yang bersangkutan.
b.
Alih tangan kasus harus
diberikan surat pengantar atau rekomendasi yang menjelaskan tujuan alih tangan
kasus itu.
c.
Alih tangan kasus
harus disetujui oleh individu siswa (klien/konseli) yang bersangkuan.
d.
Pelayanan alih
tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung jawab sekolah.
e.
Pihak yang
dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan laporan terinci
mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada sekolah.
Selain yang telah
disebutkan sebelumnya, proses pelayanan alih tangan kasus juga bisa dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sukardi,1988).
1.
Alih tangan kasus
dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang menemukan siswa
(klien/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak dapat dipecahkan oleh petugas
itu sendiri.
2.
Wali kelas memperkirakan
kesulitan macam apa yang dihadapi siswa. Dalam hal ini misalnya kesulitan
psikologis.
3.
Wali kelas
mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala sekolah sebagai
penanggung jawab puncak dalam program bimbingan dan konseling.
4.
Kepala sekolah
menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik. Dalam hal ini
misalnya perawat sekolah.
5.
Siswa tersebut
bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk kepada konselor.
6.
Apabila konselor
tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk kepada ahli
psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut memerlukan penanganan
dalam suatu pembahasan kasus atau pelayanan testing.
7.
Apabila hasil
pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya siswa tersebut tidak
memerllukan pembahasan kasus dan tidak memerlukan layanan testing, maka
psikolog tersebut memberikan rekomondasi tentang status siswa tersebut sebagai
balikan kepada sekolah, misalnya siswa tersebut membutuhkan perlakuan lemah
lebut dari pihak guru dan sebagainya. Maka pelayanan alih tangan kasus hanya
berhenti sampai disini.
8.
Apabila hasil
pemeriksaan itu ternyata siswa (klien) tersebut tidak memerlukan pembahasan kasus,
tetapi membutuhkan pelayanan testing, maka siswa tersebut dialih tangankan
kepada lembaga penyelenggara tes untuk dilengkapi dengan data dari wawancara
dengan orang tua pihak lain yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan
hasil wawancara itu diisusunlah rekomondasi untuk dikembalikan kepada sekolah,
maka rujukkan berakhir sampai disini.
9.
Apabila hasil pemeriksaan
psikolog ternyata siswa (klien) itu memerlukan pembahasan yang lebih luas
dengan berbagai pihak, maka diselenggarakan pembahasan kasus yang melibatkan
berbagai pihak yang berkepentingan, miisalnya guru, kepala sekolah, psikologi,
konselor dan pihak lain yang diperlukan.
10.
Dari hasil
pembahasan kasus diberikan rekomondasi sesuai dengan status siswa tersebut.
Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan berulang-ulang sampai
masalahnya dapat diselesaikan.
Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu jalur
kepada konselor dan jalur dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti
konselor menerima kiriman klien dari pihak
lain, seperti orangtua, kepala sekolah, guru, pihak lain (dokter,
psikiater, dan psikolog). Jalur dari konselor, yakni konselor mengirimkan klien
yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain seperti konselor yang lebih
senior, konselor yang membidangi spesialisasi, ahli-ahli lain (guru bidang
studi, psikologi, psikiater dan dokter). Konselor menerima klien dari pihak
lain daengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi. Di sisi lain konselor mengalihtangankan klien kepada pihak lain
apabila masalahan yang dihadapi klien memang diluar wewenang konselor untuk
menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenaga memeberikan bantuan,
namun permasalahan klien tersebut belum berhasil ditangani secara tuntas.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam
bab pembahasan, maka materi dalam makalah ini dapat disimpulkan menjadi
beberapa hal sebagai berikut. Kegiatan pendukung
dan bimbingan konseling meliputi kegiatan pokok aplikasi instrumentasi dan
bimbingan konseling, himpunan data, kunjungan rumah, konferensi kasus, tampilan
kepustakaan, dan alih tangan kasus.
Aplikasi instrumentasi BK adalah kegiatan memperoleh data dan
keterangan tentang klien/konseli melalui wawancara, dialog, angket, dan
sebagainya. Himpunan data adalah kegiatan menghimpun seluruh data dan
keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa (klien/konseli). Kunjungan
rumah, adalah untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa (klien/konseli). Konferensi kasus adalah kegiatan
membahas permasalahan yang dialami oleh siswa (klien) dalam suatu forum
pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak. Alih tangan kasus adalah kegiatan
untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang
dialami siswa (klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu
pihak ke pihak lainnya.
B. Saran
Kegiatan pendukung BK berfungsi menunjang
kelancaran pemberian layanan-layanan kepada konseli. Seorang guru, baik guru kelas, guru mata pelajaran,
terlebih guru BK harus mengetahui berbagai kegiatan pendukung dalam menjalankan
bimbingan dan konseling agar tercapainya bimbingan dan konseling yang optimal.
Ketiga jenis guru tersebut memiliki peran masing-masing dalam menjalan BK.
Demikian makalah ini dibuat. Dalam makalah ini
mungkin masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran agar penulisan makalah di lain kesempatan dapat
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.
Prayitno. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Dasar (SD). Jakarta: PT
Ikrar Mandiri Abdi.
Prayitno.2012. Jenis
Layanan dan Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling. Padang: FIP UNP.
Prayitno dan Amti Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa
Ketut. 2002. Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Komentar
Posting Komentar