MAKALAH SANTUN BAHASA

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang bermakna. Bahasa merupakan media utama untuk menjalin komunikasi dengan orang lain. Tanpa bahasa, hubungan antara orang yang satu dengan yang lain tidak akan dapat terjalin dengan baik.
Keberagaman suatu anggota masyarakat akan dapat disatukan dengan adanya bahasa. Hal itu terlihat dalam bangsa Indonesia. Sekalipun Indonesia terdiri dari berbagai suku dan budaya, masyarakat Indonesia dapat hidup rukun dengan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, mungkin masyarakat Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengetahui asal-asul, kedudukan, fungsi, dan hal lain tentang bahasa Indonesia itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal tentang bahasa Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat bahasa?
2.      Bagaimana asal-usul bahasa Indonesia?
3.      Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
4.      Bagaimana keragaman bahasa Indonesia?
5.      Bagaimana contoh kasus terkait santun bahasa?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mendeskripsikan hakikat bahasa?
2.      Untuk mendeskripsikan asal-usul bahasa Indonesia?
3.      Untuk mendeskripsikan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
4.      Untuk mendeskripsikan keragaman bahasa Indonesia?
5.      Untuk mendeskripsikan contoh kasus terkait santun bahasa?



BAB II
PEMBAHASAN

A.            Hakikat Bahasa
Menurut Chaer (2011:1), bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah, atau pola-pola itu dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu.
Menurut Atmazaki (2009:2), bahasa merupakan  fenomena mental, yaitu suatu kemampuan yang sudah dibawa manusia sejak lahir. Hanya spesies manusia yang  mewarisi genetika linguisrtik. Setiap manusia yang  lahir sudah dibekaali dengan alat-alat pemerolehan bahasa, baik berupa alat ucap maupun sistem otak dan sarafanya. Manusia mempunyai kemampuan alamiah untuk dapat berbahasa. Berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa bahasa merupakan suatu sistem yang otonom (formal). Pada sisi lain, bahasa sebagai alat komunikasi di dalam membentuk dan karena bentukan masyarakat. Andaikan tidak ada masyarakat atau manusia hidup sendiri-sendiri, maka manusia juga tidak dapat berbahasa. Dengan demikian, bahasa merupakan suatu sistem yang berfungsi sosial (fungsional).

B.            Asal-usul Bahasa Indonesia
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam hal ini, bahasa Melayu hanya sebagai dasar pembentukan bahasa Indonesia. Jadi, bahasa Indonesia sekarang tidak sama dengan bahasa Melayu yang yang masih digunakan oleh penutur bahasa Melayu Medan, Riau, Jambi, Palembang, Malaysia dan Brunai (Ermanto dan Emidar, 2009:4—6).
Secara resmi pengikraran bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia telah dipatrikan melalui Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Hal tersebut diungkapkan dengan ikrar ketiga pemuda dan pemudi Indonesia. Keyakinan banyak orang tentang bahasa Indonesia yang dijunjung tinggi sebagai bahasa persatuan, seperti yang diikrarkan tersebut adalah bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa persatuan pada sebagian besar wilayah Nusantara. 

Ada tiga faktor pendukung keberterimaan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia pada Sumpah Pemuda 1928 yaitu sebagai berikut.

1.         Faktor Luasnya Pemakaian Bahasa Melayu
Dari faktor penggunaan bahasa Melayu sebelum berterima sebagai bahasa Indonesia, ternyata selama berabad-abad sebelum abad kedua puluh telah dipkai sebagai bahasa perantara (lingua franca) yang tidak hanya di kepulauan Nusantara (kini Indonesia), tetapi juga digunakan di sebagian besar daerah Asia Tenggara.
Beberapa prestasi pemerkuat keyakinan banyak ahli bahwa bahasa Melayu Kuno telah dipakai jauh sebelumnya, sebelum masa Sumpah Pemuda adalah prasasti Kedukan Bukit pada tahun 683, prasasti Talang Tuo pada tahun 684, prasati Kota Kapur pada tahun 686, prasasti Karang Berahi pada tahun 686, prasasti Gandasuli (Jawa Tengah) pada tahun 832, prasasti Bogor pada tahun 942 dan prasasti Pagaruyung (Sumatera Barat) pada tahun 1356. Bukti-bukti tersebut menunjukan bahwa pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu telah dipakai bukan saja sebagai bahasa resmi tetapi juga dipakai sebagai bahasa kebudayaan, bahasa perdagangan dan bahasa perhubungan antar daerah di wilayah Nusantara dan Asia Tenggara.

2.         Faktor Berterimanya Penggunaan Bahasa Melayu dalam Sastra
Dalam perkembangannya pada akhir abad ke-19 atau awal bad ke 20 banyak roman mengisahkan kehidupan nyata shari-hari dan dimuat dalam surat kabar dengan menggunakan bahasa Melayu rendah atau bahasa pergaulan sehari-hari. Penulisnya pun berasal dari berbagai daerah. Sesuai dengan catatan sejarah sastra Indonesia, awal perkembangan kesusasteraan nasional Indonesia dihitung sejak 1920 ketika penerbit Balai Pustaka pertama kali menerbitkan romandengan menggunakan bahasa Melayu tinggi yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Sejak saat itu Balai Pustaka berturut-turut menerbitkan roman dengan menggunakan bahasa Melayu.

3.         Faktor Penggunaan Bahasa Melayu dalam Persuratkabaran
Pada akhir abad ke-19 banyak surat kabar yang dicetak dengan menggunakan bahasa Melayu. Surat kabar berbahasa Melayu tersebut tidak hanya diterbitkan di Jakarta, tetapi juga diterbitkan di berbagai kota, misalnya surat kabar Bintang Timoer mulai sejak 1862 di Surabaya, Pelita Ketjil mulai 1882 di Padang dan Bianglala mulai 1867 di Jakarta. Dengan demikian terlihat bahwa eksistensi bahasa Melayu sejak masa  kejayaan Sriwijaya hingga Sumpah Pemuda 1928 telah diakui, baik oleh masyarakat pribumi di Nusantara dengan berbagai suku bangsa maupun oleh masyaraakat asing yang hidup dan berdagang di Nusantara atau Asia Tenggara. Keberadaan bahasa Melayu itu diaakui, baik dalam dunia perdagangan, dunia kesusasteraan, maupun dalam dunia persuratkabaran.

C.            Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi di tengah-tengah berbagai macam bahasa daerah (Chaer, 2011:2). Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimulai sejak diikrarkannya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi atau bahasa negara dimulai sehari setelah kemerdekaan Indonesia. Selain sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, menurut Oka (2010:50) kedudukan bahasa Indonesia juga sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antardaerah atau antarsuku, dan sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam bab XV, pasal 36 UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Dalam hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri dan identitas diri. Dalam hubungannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan pembangunan nasional.
Kedudukan bahasa Indonesia juga sejalan dengan fungsinya. Menurut Halim (dalam Ermanto dan Emidar, 2009:8) fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional yaitu sebagai berikut.
1.         Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional. Hal itu disebabkan sekalipun bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku yang tentunya juga terdiri dari beragam bahasa, bangsa Indonesia dapat dipersatukan dengan bahasa Indonesia.
2.          Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Artinya keberagaman masyarakat Indonesia dapat diidentikkan sebagai suatu bangsa melalui bahasa Indonesia.
3.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masyarakat Indonesia dapat hidup rukun karena adanya bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia.
4.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Artinya sekalipun terdiri dari beragam bahasa, masyarakat Indonesia dapat menjalin komunikasi yang baik karena adanya bahasa Indonesia.

Fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara yaitu sebagai berikut (Ermanto dan Emidar, 2009:10).
1.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.
2.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan.
3.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.
4.         Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Terkait dengan fungsi bahasa Indonesia, menurut Chaer (2011:2), bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut.
1.             Alat untuk menjalankan admistrasi negara. Ini berarti segala kegiatan administrasi kenegaraan seperti surat-menyurat dinas, rapat-rapat dinas, pendidikan dan sebagainya harus diselenggarakan dalam bahasa Indonesia.
2.             Alat pemersatu pelbagai suku bangsa di Indonesia. Komunikasi di antara anggota suku bangsa yang berbeda kurang mungkin dilakukan dalam satu bahasa daerah dari anggota suku bangsa itu. Komunikasi lebih mungkin dilakukan dalam bahasa Indonesia. Karena komunikasi antarsuku ini dilakukan dalam bahaasa Indonesia, maka akan terciptalah perasaan “satu bangsa” di antara anggota suku-suku bangsa itu.
3.             Media untuk menampung kebudayaan nasional. Kebudayaan daerah dapat ditampung dengan media bahasa daerah. Tetapi kebudayaan nasional Indonesia dapat dan harus ditampung dengan media bahasa Indonesia.

  D.     Ragam Bahasa Indonesia
Ragam bahasa Indonesia menurut Ermanto dan Emidar (2009:11) adalah sebagai berikut.

1.         Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.

a.            Ragam Bahasa Lisan                                                 
Ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan yaitu Memerlukan orang kedua/teman bicara, tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh,berlangsung cepat,sering dapat berlangsung tanpa alat bantu,  kesalahan dapat langsung dikoreksi, dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
    Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.

b.            Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.  Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dan lain-lain. Dalam ragam bahasa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah. Ciri-ciri ragam bahasa tulis yaitu sebagai berikut.
1.         Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
2.         Tidak terikat ruang dan waktu.
3.         Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
4.         Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
5.          Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.
6.         Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
7.         Berlangsung lambat.
8.         Memerlukan alat bantu.

2.           Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
a.            Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (Logat/Diolek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

b.            Ragam Bahasa Berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.            Ragam Bahasa Berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Bahasa baku dipakai dalam kegiatan-kegiatan berikut.
1.         Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2.         Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3.         Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang
4.         Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.


3.         Ragam Bahasa Berdasarkan Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.


     E.            Contoh Kasus Terkait dengan Santun Bahasa
DSC_0008.jpg

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, santun bahasa berkaitan dengan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Agar bahasa Indonesia dapat terus digunakan dan semakin baik, sudah seharusnyalah dalam kegiatan-kegiatan di luar terlebih dalam lingkup pendidikan, bahasa Indonesia digunakan dalam berkomunikasi. Namun, kenyataan yang terjadi masyarakat Indonesia enggan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan bahwa bahasa daerah lebih sering digunakan masyarakat.
Contohnya saja mahasiswa yang berkumpul di pendopo Fakultas Bahasa dan Seni ini berkomunikasi menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Minang. Foto ini diambil pada Senin 27 Juni 2016. Setelah sekitar satu jam memperhatikan mereka secara diam-diam, ditemukan bahwa mereka sepenuhnya menggunakan bahasa Minang. Ketika sesekali menggunakan bahasa Indonesia, salah satu dari mereka terlihat tidak lancar berbahasa Indonesia dan sangat kental dialek Minang. Memang hal yang wajar menggunakan bahasa daerah apabila sesama mereka mengerti. Namun berhubung masih berada di lingkungan kampus, alangkah baiknya mahasiswa menggunakan lingkungan kampus menjadi tempat melatih diri agar mahir berbahasa Indonesia. Bahasa daerah cukuplah dipakai dalam lingkungan keluarga saja. Dengan berbahasa Indonesia di kampus, mahasiswa dapat terbiasa berbahasa Indonesia.
Kasus mahasiswa yang tidak lancar berbahasa Indonesia dan tidak menghargai kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sangat bertentangan dengan seorang anak SD ini.
Capture.PNG
Foto ini merupakan cuplikan vidio dari aksi seorang anak SD saat berpidato menggunakan bahasa Indonesia bahkan tergolong bahasa Indonesia yang baik dan benar. Anak SD ini berpidato dengan sangat baik dalam lomba pidato di salah satu provinsi. Dari penampilan anak tersebut terlihat bahwa bahasa Indonesia sudah biasa ia gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dia sangat mahir menggunakan bahasa Indonesia.
Anak SD tersebut seharusnya menjadi contoh bagi kita khususnya mahasiswa agar lebih mencintai lagi bahasa Indonesia dan lebih memprioritaskan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hal itu, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dapat diimplementasikan dengan baik.


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara Indonesia. Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam hal ini, bahasa Melayu hanya sebagai dasar pembentukan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat untuk menjalankan admistrasi negara, alat pemersatu pelbagai suku bangsa di Indonesia, dan sebagai alat untuk menampung kebudayaan nasional.
Ragam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis, logat/dialek, dan sebagainya. Contoh kasus terkait kedudukan bahasa Indonesia adalah kasus mahasiswa yang tidak mahir berbahasa Indonesia karena lebih sering menggunakan bahasa daerah.

B.     Saran
Demikian makalah ini ditulis untuk menambah wawasan pembaca sekaligus penulis sendiri tentang santun bahasa. Dalam makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penulisan makalah yang lebih baik di lain kesempatan. Terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. 2009. Kiat-kiat Mengarang dan Menyunting. Padang: UNP Press.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ermanto dan Emidar. 2009. Bahasa Indonesia Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Padang: UNP Press.
Muslich, Masnur dan Oka. 2010. Perencanaan Bahasa. Jakarta: Bumi Aksara.


Komentar