RANGKUMAN METODE COOPERATIVE LEARNING
A.
Pengantar
Setiap siswa memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Tentunya, setiap siswa juga mempunya potensi
ataupun tingkat kecerdasan yang berbeda. Sebagian siswa sangat mudah memahami
atau mengerti apa yang dipelajari di kelas, sedangkan sebagian yang lain sangat
sulit untuk mengerti materi yang diajarkan guru. Sekalipun sulit, Hal itu tidak
lantas membuat guru berhenti berusaha mencari cara agar seluruh siswa dapat
mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Salah
satu cara yang dapat digunakan guru untuk mengatasi perbedaan siswa dan membuat
seluruh siswa belajar secara efektif dan efisien adalah menggunakan metode cooperative learning. Metode ini
merupakan salah satu metode belajar inovatif. Untuk lebih memahami metode cooperative learning, berikut akan
diuraikan pengertian, karakteristik, prinsip, fungsi cooperative learning, dan sebagainya.
B.
Rangkuman
1. Pengertian Metode Cooperative Learning
Cooperative
learning adalah
salah satu metode belajar yang inovatif. Cooperative
learning merupakan metode belajar dengan cara membagikan siswa menjadi
beberapa kelompok. Menurut Nurhadi (dalam Sanjaya, 2011) cooperative learning adalah
suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu
yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi
makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesama. Berikut adalah
pengertian cooperative learning menurut
beberapa ahli (Suprijono, 2010: 56)
a.
Menurut Anita Lie, cooperative learning adalah pembelajaran
gotong-royong. Pembelajarannya memberi kesempatan peserta didik untuk bekerja
sama dengan peserta didik lain dalam tugas-tugas yang terstruktur (tugas yang
telah ditentukan).
b.
Menurut Malik, cooperative learning merupakan model pembelajaran yang
mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai
kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi,
berargumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama.
Berdasarkan
pengertian metode cooperative learning yang
telah disebutkan, maka metode belajar ini merupakan metode yang efektif untuk
mengatasi perbedaan siswa. Dalam metode cooperative
learning, siswa yang cerdas tidak hanya akan berteman atau dekat dengan
siswa yang cerdas pula. Begitupun sebaliknya, siswa yang biasa-biasa saja atau
tergolong kurang cerdas tidak akan hanya dekat dengan siswa yang biasa-biasa
saja. Hal itu dapat terjadi karena metode cooperative
learning merupakan metode belajar dengan cara membuat siswa berkelompok dan
berdiskusi. Dalam metode ini, siswa dikelompokkan dengan karakteristik yang
berbeda-beda. Idealnya, guru harus pandai membagi kelompok siswa. Artinya dalam
setiap kelompok, siswa yang cerdas hendaknya disatukan dengan siswa yang
biasa-biasa saja atau siswa pendiam. Hal itu bertujuan agar dalam belajar atau
diskusi, siswa yang biasa-biasa saja dapat dibantu oleh siswa yang cerdas.
Dengan cara itu, seluruh siswa dapat mencapai tujuan belajar secara optimal.
2. Karakteristik Metode Cooperative Learning
Menurut Isjoni
(2007: 37), karakteristik cooperative
learning adalah sebagai berikut.
a.
Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka
“sehidup sepenanggungan”.
b.
Di samping tanggung jawab terhadap individu, dalam
mempelajari materi yang dihadapi siswa sama-sama memiliki tanggung jawab
terhadap siswa lainnya dalam kelompok.
c.
Siswa membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.
d.
Siswa diberikan nilai mewakili seluruh anggota kelompok.
e.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f.
Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
Seperti yang telah
dibahas dalam pengertian, metode cooperative
learning merupakan metode belajar dengan cara berkelompok. Oleh sebab itu,
setiap siswa yang berada dalam satu kelompok harus bekerja sama dengan baik. Selain
itu, setiap anggota kelompok yang satu harus saling membantu terhadap anggota
kelompoknya yang lain. Hal itu karena nilai kelompok mewakili seluruh nilai
anggota kelompok. Apabila nilai kelompok rendah, maka nilai seluruh siswa dalam
kelompok itu akan rendah. Oleh sebab itulah setiap anggota kelompok harus
saling membantu satu sama lain.
3.
Prinsip-prinsip Cooperative Learning
Tidak
semua belajar kelompok dapat disebut cooperative learning. Menurut Lie
(2002: 32) Untuk mencapai hasil yang
maksimal, lima prinsip dalam cooperative learning adalah sebagai berikut
a.
Saling Ketergantungan Positif
Saling
ketergantungan positif artinya pembelajaran dengan metode cooperative learning. menuntut adanya interaksi yang memungkinkan
sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang
optimal. Oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena
jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas
kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
b.
Tanggung Jawab Perseorangan
Metode cooperative learning juga ditujukan
untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.
Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada
kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
c.
Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap
muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama
siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat saling menjadi sumber
belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih
memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang
memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas
individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
d.
Komunikasi antaranggota Kelompok
Keterampilan sosial seperti
tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik
teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri
dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan sengaja
diajarkan dalam metode cooperative
learning.
Keberhasilan suatu kelompok
tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa perlu
diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa
harus menyinggung perasaan orang lain.
e.
Pemrosesan Kelompok
Pendidik
hendaknya menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada
kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pendidik
terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative
learning.
Metode cooperative
learning melatih
siswa belajar bersama tim dan melatih siswa bekerja sama. Prinsip cooperative learning learning yang
pertama adalah saling ketergantungan
positif, karena setiap siswa harus saling memotivasi agar dapat menyelesaikan
tugas kelompok mereka. Namun meskipun berkelompok, guru tetap memperhatikan
nilai individual. Oleh sebab itu setiap siswa juga harus bisa menonjolkan
dirinya jika ingin mendapatkan nilai bagus. Prinsip cooperative learning yang lain adalah tatap muka, karena pada
dasarnya metode ini mengharuskan para siswa dalam satu kelompok untuk bertemu
dan berdiskusi. Agar diskusi dapat berjalan lancar, maka komunikasi
antaranggota harus berjalan secara baik.
Prinsip cooperative learning yang
terakhir adalah evaluasi proses
kelompok. Artinya, guru bertugas mengevaluasi hasil kerja kelompok.
4.
Tipe-tipe Cooperative Learning
Menurut Suprijono (2010: 89) ada beberapa tipe cooperative learning yaitu sebagai berikut.
a.
Jigsaw
Tipe
jigsaw adalah suatu tipe cooperative
learning yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya. Cara menerapakan tipe jigsaw dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut.
1)
Diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas.
2)
Membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil.
3)
Membagikan materi kepada tiap-tiap kelompok.
4)
Membentuk kelompok ahli.
5)
Memberikan waktu untuk berdiskusi.
6)
Kemudian guru memberikan penjelasan kembali terkait materi
yang telah didiskusikan.
b.
Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share
memberikan
kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu
sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian
pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru
meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah
dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan cooperative learning tipe Think-pair-share
adalah sebagai berikut.
1)
Berpikir (Think), guru mengajukan
pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk
memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
2)
Berpasangan (Pair),
guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang
telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban
bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika
suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih
dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3)
Berbagi (Share),
pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi
atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka
bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas
dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau setengah
dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
c. Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Tipe
Numbered heads together (kepala
bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan
jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu
setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan
kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Adapun langkah-langkah model cooperative
learning tipe Numbered heads together yaitu sebagai berikut.
1)
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
2)
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3)
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4)
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5)
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain.
d. Tipe GI (Group
Investigation)
Cooperative
learning tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey
tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat
dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia
nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antarpribadi. Pada
dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data
yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Tahapan-tahapan dalam
menerapkan cooperative learning tipe GI adalah sebagai berikut.
1)
Membagikan kelompok.
2)
Guru dan siswa memilih topik dengan
permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan.
3)
Menyepakati metode penelitian yang akan digunakan.
4)
Mempresentasikan hasil penelitian.
e.
Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model
cooperative learning tipe Two
Stay Two Stray
(TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode cooperative learning tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar
siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan
masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa
untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut.
1)
Guru memberikan pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
2)
Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir.
3)
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
4)
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
5)
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
6)
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
7)
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
f. Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran tahun
1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut.
1)
Guru menyiapkan
beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2)
Setiap siswa
mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3)
Tiap siswa
memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4)
Setiap siswa
mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
5)
Setiap siswa yang
dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6)
Jika siswa tidak
dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu
soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati
bersama.
7)
Setelah satu babak,
kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,
demikian seterusnya.
8)
Siswa juga bisa
bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9)
Guru bersama-sama
dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
g.
Tipe Listening Time
Adapun proses
belajar dengan menggunakan listening time
adalah sebagai berikut.
1)
Guru memaparkan materi.
2)
Guru membentuk seluruh siswa menjadi 4 kelompok.
3)
Kelompok pertama sebagai penanya.
4)
Kelompok kedua sebagai pendukung yang bertugas menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada hal-hal yang disepakati.
5)
Kelompok ketiga sebagai penentang yang bertugas mengutarakan
poin-poin yang tidak disetujui atau tidak bermanfaat serta menjelaskan mengapa
demikian.
6)
Kelompok keempat bertugas meriview atau meninjau kembali kemudian membuat kesimpulan dari hasil
diskusi.
Berdasarkan beberapa tipe
yang telah dikemukakan, pada dasarnya tujuan berbagai metode tersebut adalah
sama yaitu pembelajaran dengan cara berkelompok atau bekerja sama (cooperative).
Letak perbedaan berbagai tipe cooperative
learning adalah pada proses
belajarnya. Terkait tipe cooperative
learning mana yang paling tepat
digunakan dalam pembelajaran adalah sesuai dengan situasi dan kondisi kelas.
5.
Fungsi-fungsi Cooperative Learning
Menurut Lungren (dalam
Sanjaya, 2011) ada beberapa manfaat cooperative
learning bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu
sebagai berikut.
a.
Meningkatkan sikap bekerja sama.
b.
Rasa harga
diri menjadi lebih tinggi.
c. Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah.
d. Memperbaiki kehadiran.
e. Angka putus sekolah menjadi rendah.
f. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi
lebih besar.
g. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.
h. Konflik antar pribadi berkurang.
i. Sikap apatis berkurang.
j. Pemahaman yang lebih mendalam.
k. Motivasi lebih besar.
l. Hasil belajar lebih tinggi.
m. Retensi lebih lama.
n. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan
toleransi
Cooperative learning mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar
dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil yang membantu
siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan
mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis. Dengan sistem cooperative learning setiap siswa yang berkemampuan rendah dapat lebih mengembangkan diri dan berani
menyampaikan pendapatnya tanpa ada rasa takut atau apapun. Mampu untuk
mengunngkapkan gagasannya merupakan awal bagi peserta didik untuk lebih percaya
diri ke depannya. Sehingga sistem ini lebih menggali kemampuan-kemampuan siswa
yang masih tersimpan.
Manfaat cooperative learning bagi siswa yang berprestasi tinggi yaitu untuk
lebih mengembangkan dan menyalurkan ide-ide serta gagasannya dalam proses
diskusi. Selain itu juga siswa akan belajar untuk menghargai pendapat siswa
lain yang tentunya mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Mengambil keputusan
akhir diskusi dengan perpaduan pendapat siswa lain.
4.
Peran Guru dalam Cooperative Learning
Apabila dilihat dari proses pembelajaran yang
menggunakan cooperative learning dengan berbagi tipe, maka peran guru dalam cooperative learning yaitu sebagai
berikut.
a.
Fasilitator, peran guru sebagai
fasilitator harus mempnyai beberapa sikap sebagai berikut.
1)
Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan
menyenangkan.
2)
Membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan
menjelaskan keinginan dan pembicaraannya.
3)
Membantu kegiatan dan menyiapkan sumber atau alat.
4)
Membina siswa agar setiap siswa menjadi sumber yang
bermanfaat bagi yang lainnya.
5)
Menjelaskan tujuan kegiatan pada keluarga dan mengatur
jalannya dalam bertukar pendapat.
b.
Mediator, guru berperan untuk
menjembatani atau mengaitkan materi pelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning dengan permasalahan
yang nyata ditemukan di lapangan.
c.
Director-Motivato, guru beperan dalam
membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi
tetapi tidak memberikan jawaban.
d.
Evaluator, guru berperan dalam
menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlamgsung.
Dalam
pembelajaran yang menggunakan sistem cooperative
learning ini peran guru sangat membantu untuk tercapainya tujuan
pembelajaran. Guru tidak terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, tetapi
guru berperan untuk mengarahkan atau membimbing siswa untuk dapat menemukan
jawaban dari permasalahan yang ditemukan. Untuk dapat merangsang pola fikir
siswa, guru harus menyiapkan semua hal yang berkaitan ataupun menunjang proses
pembelajaran.
5.
Contoh Penerapan Cooperative
learning Tipe Think-Pair-Share dalam Pembelajaran
Menurut
Istarani (2012: 67) penerapan pembelajarn cooperative
learning tipe
think-pair-share adalah sesuai
namanya, yaitu berpikir, berpasangan, dan berbagi.
Penerapan
think-pair-share dalam pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan KD yang ingin dicapai yaitu
memahami teks ulasan. Selanjutnya
guru meminta seluruh siswa memikirkan (think)
hakikat, ciri kebahasaan, struktur, dan fungsi teks ulasan. Setelah beberapa
waktu, siswa diminta berpasang-pasangan 2 orang (pair) dengan teman di sampingnya lalu mereka berdiskusi tentang
hakikat, ciri kebahasaan, struktur, dan fungsi teks ulasan. Setelah setiap
pasangan telah berdiskusi, maka setiap pasangan yang diwakili seorang siswa
ditugaskan untuk berbagi (share)
hasil diskusi pasangannya mengenai hakikat, ciri kebahasaan, struktur, dan
fungsi teks ulasan.
Selanjutnya guru mengarahkan diskusi ke pokok
permasalahan kemudian menambahkan materi yang belum diungkapkan oleh siswa.
Pada saat itu pula guru memberikan kesimpulan terkait dengan hakikat, ciri
kebahasaan, struktur, dan fungsi teks ulasan lalu menutup diskusi.
Keberhasilan cooperative learning
dalam upaya mengembangkan belajar berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Walaupun kemampuan bekerja sama
merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampaun secara individual. Oleh
karena itu idealnya melalui cooperative learning selain
siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri secara individual.
6.
Kelebihan dan Kekurangan Cooperative
Learning
Menurut Soleh (2010) cooperative learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya
yaitu sebagai berikut.
a.
Dengan cooperative
learning maka setiap anggota dapat
saling melengkapi dan membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima
sehingga setiap siswa tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat
mengerjakan suatu tugas tertentu.
b.
Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran
yang berbeda – beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari
sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain.
c.
Cooperative
learning cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah
yang membutuhkan pemikiran bersama.
d.
Dalam cooperative
learning para paserta didik dapat
lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman –
temannya.
e.
Dalam cooperative
learning memupuk rasa pertemanan dan
solidaritas sehingga diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif.
Cooperative
learning selain memiliki kelebihan juga memiliki
kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Dalam cooperative
learning apabila kelompoknya tidak
dapat bekerjasama dengan baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena
adanya berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan perselisihan.
2)
Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan
ada yang hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak merata.
3)
Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab
harus saling berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat
dan pandangan yang dianggap benar.
4)
Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang
menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.
Setiap
metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Cooperative learning mengajarkan bagaimana saling bekerjasama dalam
menyelesaikan suatu masalah secara berkelompok melalui diskusi dengan teman
lain yang memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda – beda, melalui hal
tersebut maka setiap anggota akan memiliki pandangan yang lebih luas karena
saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan sehingga melalui semua
itu kelompok dapat meyelesaikan tugas yang diberikan melalui pemikiran bersama
yang dianggap benar dan baik. Tetapi karena adanya keberagaman tersebut juga
dapat menimbulkan adanya perselisihan dan pertentangan akibat adanya pemikiran
yang berbeda sehingga dalam memproses memerlukan waktu yang cukup lama sehingga
agar pertentangan tersebut tidak terjadi dibutuhkan kekompakan diantara
anggotanya.
C. Simpulan
Metode
cooperative learning merupakan salah satu metode yang efektif dalam proses
belajar mengajar. Metode ini diterapkan dengan cara membentuk kelompok-kelompok
kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam
proses belajar. Metode ini memberikan
cara yang berbeda dalam pengajaran yaitu dengan siswa bekerja sama dengan
anggota kelompoknya untuk memecahkan persoalan. Siswa saling bertukar
pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman mereka untuk memperoleh sesuatu yang
benar dan baik. Metode cooperative learning merupakan salah satu cara tepat untuk mengatasi perbedaan siswa dan
salah satu alternatif untuk menciptakan proses pendidikan yang efektif dan
efisien, sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara optimal.
D.
Referensi
Isjoni,
2007.Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok,. Bandung:
Alfabeta.
Istarani.
2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Lie,
Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative
learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Sanjaya, Ade. 2011. “Cooperative learning ”. http://aadesanjaya.blogspot.com. Diunduh 21 Oktober 2016.
Soleh,
Muhamad. 2014. “Cooperative learning ”.
http://muhmadsoleh.blogspot.co.id/. Diunduh 21
Oktober.
Suprijono,
Agus. 2010. Cooperative learning Teori
dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar