PRAGMATIK SEBAGAI PENDEKATAN PENGAJARAN BAHASA

 

PRAGMATIK SEBAGAI PENDEKATAN PENGAJARAN BAHASA

    A.            Sejarah Munculnya Pendekatan Pragmatik
Sebelum pendekatan pragmatik ada, pendekatan yang digunakan dalam pengajaran bahasa adalah grammar translation method, direct method, audiolingual method, cognitif learning theory hingga commivative approach. Pada tahun 1970-an pendekatan pragmatik mulai dipopulerkan yang pertama sekali yaitu Santo Agustinus sekalipun pada saat itu tidak disebut pragmatik. Selanjutnya semakin sering diperkenalkan dan digunakan oleh Oller, Austin hingga Searle yang pada akhirnya memperkenalkan pendekatan pragmatik dalam seminar. Dari seminar tersebut muncul kesepakatan-kesepakatan para pemikir yaitu sebagai berikut.
     1               Berubahnya arah pendidikan yang berpusat dari guru menjadi berpusat kepada siswa.
     2               Membagi sistem pendidikan global ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil.
Menurut para pemikir yang hadir pada acara seminar tersebut perkembangan belajar tidak dapat diatur begitu saja dari tahapan yang satu ke tahapan yang lain, karena perkembangan proses belajar bahasa tidaklah sama bagi semua siswa. Pendapat inilah yang kemudian melahirkan pendekatan komunikatif oleh Dell Hymes. Pendekatan komunikatif atau pragmatik adalah suatu pendekatan yang menekankan bahwa bahasa itu diajarkan sebagaimana berkomunikasi.

     B.            Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pada kurikulum 1975 dan 1984, terdapat kesenjangan antara tujuan pengajaran dengan materi pada bahan ajar. Tujuan pengajaran adalah keterampilan berbahasa, sedangkan materinya adalah pengetahuan tentang tata bahasa. Berdasarkan kenyataan itulah diperlukan pendekatan pragmatik, yakni agar sejalan tujuan pengajaran dengan materi yang diberikan kepada siswa.
Pendekatan pragmatik mengharuskan guru menentukan terlebih dahulu kemampuan komunikatif yang hendak dicapai, barulah guru tersebut memilih dan menyeleksi bahan serta cara pengajaran yang tepat digunakan. Pendekatan pragmatik telah diterapkan dalam pengajaran informal dan nonformal. Pengajaran informal terlihat bagaimana guru-guru menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajarkan bidang studi lain. Melalui jalur nonformal terlihat bagaiman guru-guru menggunakan bahasa Indonesia di luar sekolah seperti di lingkungan masyarakat. Jika dilihat dari kedua jalur tersebut, maka sangat penting pendekatan pragmatik digunaka dalam jalur formal, yaitu penyajian bentuk dan bahan pembelajaran serta penjelasan guru dan latihan menggunakan pendekatan itu dalam bahasa Indonesia itu sendiri.

     C.            Perbedaan Pendekatan Pragmatik dengan Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural menberikan defenisi-defenisi dalam bahasa Indonesia secara kaku solah-olah bersifat mutlak. Hal itu mengakibatkan siswa terbatas dalam memilih kalimat yang ingin digunakan. Siswa diajarkan materi-materi yang hanya bertumpu pada batas pengertian dari buku saja, yang pada akhirnya membuat siswa bingung dan menggunakan bentuk-bentuk yang kaku saat berkomunikasi.
Berbeda dengan itu, pendekatan pragmatik membuat suatu ungkapan bahwa siswa hendaknya diarahkan kepada kepekaan dalam memilih kalimat yang tepat digunakan dalam komunikasi lisan maupun tulis. Pemerolehan bahasa seperti inilah yang menjadi salah satu tujun yang hendak dicapai dalam pembelajaran bahasa menggunakan pendekatan pragmatik.

    D.            Penyusunan Silabus Berdasarkan Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengantarkan guru bahwa yang pertama sekali dilakukan guru adalah mengajarkan atau merangsang siswa berkomunikasi. Berdasarkan tujuan tersebut, beberapa model silabus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
     1               Model Brumfit
Silabus ini disusun dengan menggunakan tata bahasa sebagai inti dalam rentetan tahapan yang menyerupai tangga, sedangkan bahan pokok yang lain adalah nasional, fungsional, dan situasional dikaitkan sebagai spiral yang melilit kepada tata bahasa tersebut. Silabus model ini mencerminkan bahwa sistem tata bahasa dapat disusun atau ditata secara sistematis berdasarkan tahapan-tahapan sesuai kebutuhan pembelajaran.
     2               Model Maley
Model ini terbentuk dari beberapa untaian yaitu struktur dan leksikal, fungsi, keterampilan, tema, dan sebagainya. Untaian itu saling menjalin dan lilit-melilit yang menuju ke satu arah yaitu tujuan pembelajaran bahasa itu sendiri. Model ini didasarkan atas tiga hal yaitu, (1) ketidakmungkinan menyusun silabus yang sega sesuatunya berdasarkan fungsi semata, (2) dalam menyeimbangkan faktor ketepatan dengan kelancaran dan faktor keterampilan reseptif dengan keterampilan produktif, dan (3) kebutuhan untuk melibatkan siswa sebagai pemeran serta di dalam proses pembelajaran itu sendiri.
     3               Model Valdman
Model ini menekankan perlunya pertimbangan pembelajaran secara nasional dan fungsional. Kemudian, jangka penyajian butir-butir gramatikal perlu diperluas sehingga mencakup situasi komunikatif secara menyeluruh. Penyusunan model ini didasarkan atas: (1) silabus struktural, dan (2) penataan dan pengurutan pengajaran tata bahasa mengenyampingkan kebutuhan komunikatif dan kesulitan belajar siswa.

     4               Model Higgs dan Clifford
Model silabus ini cenderung sebagai suatu hipotesis mengenai kompetensi komunikatif dari tingkat kecakapan berbahasa yang satu ke tingkat berikutnya. Menurut Higgs dan Clifford ada lima faktor yang mendukung kopetensi komunikatif, yaitu kosakata, tata bahasa, pelafalan, kelancaran, dan sosiolinguistik.

     E.            Faktor Lain yang Diperhatikan dalam Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik lebih memfokuskan perhatian kepada siswa. Oleh sebab itu, dalam upaya mengoptimalkan proses pembelajaran bahasa, banyak hal-hal yang harus menjadi perhatian besar bagi guru, terutama tentang lingkungannya. Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam mengoptimalkan prosespembelajaran bahasa, yaitu faktor bahan pembelajaran, kesalahan, dan sikap.
  1                  Faktor Bahan Pembelajaran
Faktor bahan pembelajaran meliputi pengurutan dan isi bahan pelajaran itu sendiri. Kriteria yang digunakan dalam pengurutan bahan pembelajaran adalah dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan seterusnya.
Pemilihan isi bahan pembelajaran hendaknya mengikuti pola yang diterapkan dalam proses pemerolehan bahasa tersebut. Menggunakan konteks-konteks tersebut, maka siswa akan terdorong untuk menggunakan bahasa itu agar dapat berkomunikasi. Dengan demikian bahasa yang digunakan adalah bahasa ilmiah. Guru akan memilih bahan-bahan yang sesuai dengan perkembangan siswa, demikian pula dengan model pembelajaran, media, maupun metode yang akan digunakan.

  2                  Faktor Kesalahan
Saat proses belajar mengajar terjadi, kadangkala siswa melakukan kesalahan. Maka pada saat itu, guru hendaknya berusaha memperbaiki kesalahan yang diperbuat siswa tetapi di lain kesempatan. Kesalahan itu dapat berupa ejaan, pilihan kata, penataan struktur, dan sebagainya. Ketika proses belajar berlangsung, guru harus menahan diri menyangkal kesalahan siswa, hal itu bertujuan agar siswa tetap percaya diri dan tidak mematahkan kreativitasnya secara spontan. Perbaikan kesalah-kesalah siswa dapat dilakukan pada akhir PBM. Kesalahan siswa tidak hanya merupakan sesuatu yang terelakkan di dalam proses belajar, tetapi justru merupakan salah satu bukti kekreatifan dan kedinamisan siswa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. Para siswa memiliki potensi untuk memperbaiki kesalahan mereka tanpa desakan dari luar.

  3                  Faktor Sikap
Faktor sikap diperlukan agar hubungan guru dan siswa terjalin dengan baik, sehingga prosea belajar mengajar dapat kondusif. Guru hendaknya mampu membangkitkan gairah atau keingintahuan siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal itu dapat tercapai apabila guru mengikutsertakan langsung pembelajaran dengan siswa. Siswa akan termotivasi untuk mengetahui informasi berikutnya, dan selalu aktif di kelas.
Agar tercapainya tujuan pembelajaran, maka hendaknya guru menggunakan metode yang bervariasi, metode yang menarik, dan pendekatan yang dinamis. Semakin menarik proses belajar terjadi, maka akan semakin antusias siswa mengikuti PBM dan materi juga dengan sendirinya akan lebih mudah dipahami siswa.

Komentar