RINGKASAN MATERI TENTANG PROSES PEMBELAJARAN DAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN DI KELAS SERTA PEMBELAJARAN MICRO
BAB I
PROSES PEMBELAJARAN DAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN DI KELAS
PROSES PEMBELAJARAN DAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN DI KELAS
A.
Kompenen-komponen Dasar dalam
Pembelajaran
Belajar adalah aktivitas kompleks yang
melibatkan guru dan siswa. Idealnya dalam transformasi edukatif perlu adanya
komunikasi antara pendidik dengan peserta didik yang mengandung unsur-unsur
pendagogis, didaktis, dan psikologis. Menurut Asril (2011:2) untuk mewujudkan
hal tersebut diperlukan berbagai kompenen yaitu tujuan mengajar, bahan atau isi
pembelajaran, metode dan teknik mengajar, perlengkapan dan fasilitas, dan
evaluasi (penilaian). Namun, versi lain menyebutkan bahwa komponen yang
menentukan proses pembelajaran hanya tiga yaitu sebagai berikut.
1.
Tujuan
Mengajar
Tujuan mengajar merupakan langkah utama yang
harus ditentukan oleh pengajar agar mudah memilih metode maupun teknik yang
akan dipakai. Tujuan mengajar adalah perumusan kemampuan dan tingkah laku yang
diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah proses belajar mengajar.
2.
Metode
atau Teknik Mengajar
Metode mengajar adalah kemampuan
mengorganisasikan kegiatan dan teknik mengajar sampai kepada evaluasinya.
Metode adalah teknik-teknik tertentu yang dianggap baik (efisien dan efektif)
untuk menunjang pembelajaran yang optimal. Dalam menentukan metode pembelajaran
hendaknya disesuaikan dengan bahan pelajaran yang akan diajarkan, tujuan
pembelajaran, fasilitas, waktu, dan tempat pembelajaran.
3.
Alat-alat
Pelajaran
Alat-alat yang menunjang pembelajaran lazim
disebut media pembelajaran. Alat-alat yang akan digunakan juga disesuaikan
dengan materi dan metode pembelajaran. Contoh alat pembelajaran adalah papan
tulis, alat tulis, proyektor, dan sebagainya.
B.
Etika Guru dalam Proses Pembelajaran
Calon guru hendaknnya selalu mempunyai ide
untuk membuat persiapan-persiapan mengajar, dikerjakan dengan sungguh-sungguh
dan dengan mental yang besar. Guru yang baik adalah guru yang pandangannya
bukan terfokus pada yang menarik saja melainkan meliputi seluruh kelas, guru
juga harus bersikap tenang, tidak gugup, tidak kaku, ambil posisi yang bisa
dilihat dan didengar siswa, memberikan senyuman, dan berusaha membangkitkan
kreativitas siswa saat proses belajar mengajar.
Guru harus mengusahakan selalu menguasai bahan
pelajaran dan menulis dengan rapi agar mudah dipahami siswa. Selain itu, guru
harus selalu memberikan perhatiannya kepada siswa dan untuk selalu belajar
memperbaiki cara mengajarnya.
C.
Pengetahuan dan Penguasaan Teknis
Dasar Guru Profesional
Menurut Sudijarto (dalam Asril 2011:8), tujuh
belas pengetahuan dan kemampuan teknik dasar guru profesional yaitu sebagai
berikut.
1.
Pengetahuan
tentang disiplin ilmu sebagai sumber bahan studi.
2.
Penguasaan
objek studi sebagai objek belajar.
3.
Pengetahuan
tentang karakteristik perkembangan siswa.
4.
Pengetahuan
tentang berbagai model pembelajaran.
5.
Pengetahuan
tentang penguasaan berbagai proses belajar.
6.
Pengetahuan
tentang karakteristik dan kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya sebagai
latar belakang, dan konteks berlangsunggnya proses pembelajaran.
7.
Pengetahuan
tentang proses sosialisasi dan kulturalisasi.
8.
Pengetahuan
dan penghayatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
9.
Pengetahuan
dan penguasaan berbagai media sumber belajar.
10.
Pengetahuan
tentang berbagai informasi kependidikan dan manfaatnya.
11.
Penguasaan
teknik mengamati proses pembelajaran.
12.
Penguasaan
berbagai metode dan model belajar.
13.
Penguasaan
teknik penyusunan instrumen penilaian proses perkembangan belajar.
14.
Penguasaan
teknik merencanakan dan pengembangan program pembelajaran.
15.
Pengetahuan
tentang dinamika hubungan interaksi antarmanusia dalam pembelajaran.
16.
Pengetahuan
tentang sistem pendidikan sebagai bagian terpadu dari berbagai sistem
pembelajaran.
17.
Penguasaan
teknik memperoleh informasi yang diperlukan untuk kepentingan proses
pembelajaran.
D.
Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Menurut Adam dan Decey (dalam Asril 2011:9),
peran dan tugas guru yaitu pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan kelas, partisipasi, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator,
dan konselor.
Sejalan dengan pendapat itu, Pulias (dalam Asril 2011:10) mengemukakan
bahwa peran guru yaitu sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasihat, pembaru, model atau teladan, pribadi, peneliti, pendorong, pekerja
rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, dan evaluator.
E.
Strategi
Pembelajaran
Strategi
merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mancapai
tujuan. Strategi diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Konsep umum strategi pembelajaran adalah suatu garis besar haluan pembelajaran
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi dapat diartikan sebagai
pola-pola umum kegiatan guru dalam membina siswa mengikuti pembelajaran.
Ada
empat strategi dasar dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut.
1. Mengidentifikasikan
tujuan
2. Memilih
sistem pendekatan,
3. Menetapkan
metode
4. Menetapkan
norma-norma dalam belajar.
Kemampuan
yang dimilki guru meliputi apa yang harus dinilai dan bagaimana cara penilaian
itu harus dilakukan.
F.
Klasifikasi
Strategi Pembelajaran
Menurut Rusyam (dalam Asril 2011:17),
terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi pembelajaran yaitu sebagai
berikut.
1. Konsep
Dasar Strategi Pembelajaran
Konsep dasar strategi
pembelajaran yaitu mengidentifikasikan tujuan, memilih sistem pendekatan,
menetapkan metode, dan menetapkan norma-norma dalam belajar.
2. Sasaran
Kegiatan Pembelajaran
Sasaran atau tujuan
pembelajaran meliputi tujuan khusus (SK), tujuan umum (KD dan indikator),
tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan universal.
3. Proses
Pembelajaran Sebagai Suatu Sistem
Pembelajaran dikatakan
sebagai suatu sistem
karena belajar memerlukan seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama
lain untuk mencapai tujuan. Belajar juga memerlukan komponen seperti tujuan,
bahan, siswa, guru, metode, dan sebagainya.
4. Hakikat
Proses Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan latihan. Tujuan belajar adalah tingkah laku yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, dan sebagainya. Kegiatan
pembelajaran seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan
pembelajaran, menilai proses dan hasil belajar.
5.
Entering
Behavior Learning
Hasil kegiatan
pembelajaran tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara
material-substansial, struktur-fungsional, maupun secara behavior. Menurut Syamsudin, entering
behavior dapat didefinisikan sebagai kepastian bahwa tingkat prestasi yang
dicapai siswa apakah benar merupakan hasil kegiatan pembelajaran yang
bersangkutan untuk kepastiannya, seharusnya guru mengetahui karakteristik
perilaku siswa.
6. Pola-pola
Belajar Peserta Didik
Robert M. Gagne (dalam Asril, 2011: 22-29) membedakan
pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe yang saling berhubungan antara satu sama lain dan membentuk
sebuah hierarki. Delapan tipe yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe isyarat
merupakan tahap yang paling dasar jadi tidak menuntut persyaratan, namun
merupakan hierarki yang harus dilalui untuk tipe belajar yang paling tinggi.
Signal learning bisa diartikan sebagai proses penguasan pola-pola dasar
perilaku bersifat involuntary (tidak
sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi
emosional di dalamnya kondisi yang diperlakukan bagi berlangsungnya tipe
belajar ini, adalah diberikannya stimulus (signal)
secara serempak, perangsang-perangsang tertentu secara berulang kembali.
b. Stimulus- Response Learning (Belajar
Stimulus-Respons)
Tipe belajar
stimulus-respons termasuk ke dalam instrumental
conditioning atau belajar dengan trial
dan error (mencoba-coba). Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe
belajar ini adalah faktor inforcement.
Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting semakin singkat jarak
S-R nya, semakin kuat reinforcement.Dalam
belajar stimulus-respons ini seorang pelajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa
asing, demikian pula seorang bayi belajar mengatakan “Mama”.
c. Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar
menghubungkan satuan ikatan S-R (stimulus-respons)
yang satu dengan yang lain. kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya
tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai
sejumlah satuan pola S-R baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu, prinsip
kesinambungan, pengulangan dan reinforcement
tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
d. Verbal Assosiation (Asosiasi Verbal)
Baik chaining maupun verbal association, kedua tipe belajar ini sejajar, yaitu belajar
menghubugnkan satuan ikatan S-R satu dengan yang lain. bentuk verbal association yang paling sederhana
adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak dapat mengatakan
“bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila dilihatnya bola, sebelum
ia dapat membedakan bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’, ‘saya’, dan ‘itu’.
Hubungan itu terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang
satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity).
e. Discrimination Learning (Belajar
Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe
ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua perangsang atau
sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang
dianggap paling sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini
adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaning dan association
serta pengalaman (pola S-R).
f. Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept Learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan
kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk
suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai
kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
g. Rule Learning (Belajar Aturan)
Rule learning atau belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah.
Pada tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep
dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga anak didik dapat
menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule”: prinsip, dalil, aturan, hukum,
kaidah, dan sebagainya. Belajar aturan adalah tipe belajar yang banyak terdapat
dalam pelajaran di sekolah.
h. Problem Solving (Memecahkan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan maslalah. Menurut John Dawey
belajar memecahkan masalah itu berlangsung ketika individu manyadari masalah
bila ia menghadap kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga meraskan
adanya semacam kesulitan. Lankah-langkah memecahkan maslah adalah sebagai
berikut.
1) Merumuskan
fakta pendukung dan menegaskan masalah.
2) Mencari
fakta pendukung dan merumuskan hipotesis.
3) Mengevaluasi
alternatif pemecahan yang dikembangkan.
4) Mengadakan
pengujian atau verifikasi.
7. Memilih
Sistem Belajar Mengajar
Menurut Asril (2011: 30-31) Sistem pembelajaran yang menarik
perhatian akhir-akhir ini adlah Enquiry-Discovery
Learning approach. Enquiry-Discovery Learningadalah belajar mencari dan
menemukan sendiri. Secara garis besar prosedurnya adalah sebagai berikut.
a. Stimulation, guru mulai bertanya dengan
mengajaukan prsoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian
yang membuat permasalahan.
b. Problem statement, peserta didik diberi
kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan.
c. Data collection, untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
d. Data processing, semua informasi hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semua diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu diitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification atau pembuktian,
berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan
atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah
terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization, tahap selanjutnya
berdasarkan hasil verifikasi tadi., anak didik belajar menarik kesimpulan atau
generalisasi tertentu.
G. Petunjuk Operasi Pembelajaran
Yunus (dalam Asril, 2011: 33-34) mengemukakan bahwa
sikap-sikap yang harus dimiliki oleh guru adalah sebagai berikut.
1. Tajam
pengamatan.
2. Lancar
lidah di dalam berbicara.
3. Cepat
pengertian.
4. Sehat
buah pikiran.
5. Sabar
dan tabah.
6. Memiliki
minat untuk mengajar.
7. Memiliki
budi pekerti yang agung.
8. Memahami
tabiat peserta didik.
Seorang guru yang ideal seharusnya mempersiapkan buku persiapan mengajar dan situasi serta suasana kondisi di
dalam kelas yang sangat
membantu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Shuster (dalam Asril,
2011: 35-36) mengemukakan bahwa perencanaan yang efektif untuk tercapainya
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a)
Planing
for physical arrangement of the room, artinya merencanakan suasana ruangan
kelas yang nyaman.
b)
Planning
for desirable emotional tone, artinya merencanakan pengaturan penjagaan
yang stabil, seperti suasana batin, jika guru banyak masalah yang sedang dihadapi,
akan membawa dampak terhadap suasana pembelajaran.
c)
Planning
for needed resouce materials, artinya merencanakan kebutuhan dana, yang
akan dibutuhkan dalam membiayai kebutuhan rutin.
d)
Planning
for the use of instruments for recording pupil growth, artinya merencanakan
penggunaan alat-alat yang sesuai dengan perkembangan intelegensi question,
serta pertumbuhan dan perkembangan jiwa peserta didik.
e)
Planing
for profesional preposition through review of content areas, artinya
merencanakan tentang persisapan personalia yang tepat.
Asril (2011: 38-39) menjelaskan bahwa sejauhmana kemajuan
atau perkembangan proses pembelajaran yang sudah mencapai sasaran perlu
dilakukan evaluasi, salah satu alatnya adalah tes. Jenis tes yang dapat
dilakuakn seperti dalam bentuk true or
false (betul-salah), maching
(menjodohkan), fill-in (isian), complation (menyempurnakan kalimat), multiple choise (pilihan ganda).
1)
Interview
and converences, artinya tes yang dilakukan melalui wawancara, bertukar
pikiran.
2)
The case
study approach, artinya pendekatan yang digunakan untuk mengamati persoalan
khusus yang terjadi pada peserts didik.
3)
Mental
naturity and intelligence, artinya mengamati tentang kecerdasan peserta
didik.
4)
Achievement,
artinya tes untuk mengamati prestasi proses hasil belajar.
5)
Proficiency,
artinya mengamati keahlian seseorang.
6)
Diagnostic,
artinya tes untuk mengamati kelemahan-kelemahan peserta didik.
7)
Placement,
artinya tes penempatan peserta didik pada tingkat tertentu.
BAB II
PEMBELAJARAN MICRO
PEMBELAJARAN MICRO
A. Pendahuluan
Menurut Asril (2011:41), tugas
pokok seorang guru adalah mengajar. Umar Humalik (dalam Asril, 2011:41)
mengetakan bahwa guru adalah suatu profesi, artinya suatu jabatan tersendiri
yang menentukan keahlian sebagai guru, dapat dilaksanakan oleh setiap orang,
namun tidak berarti semua orang memiliki profesi keguruan. Guru tidak
dilahirkan, tetapi dibentuk terlebih dahulu.
Guru dapat dikatakan sebagai suatu
profesi, memiliki sembilan persyaratan, yaitu (1) memiliki pengetahuann dan
keahlian dalam bidang studinya melalui pendidikan yang lama, (2) mempunyai
pengalaman yang banyak, (3) profesi dihargai dan diakui keberadaannya oleh
kelompok lainnya, (4) memperoleh nafkah untuk untuk pekerjaannya, (5)
berdedikasi tinggi dalam melaksanakan tugasnya, (6) selalu berusaha
mngembangkan ilmu, (7) loyalitas terhadap teman se-profesi, (8) memiliki kode
etik, dan (9) memiliki organisasi profesi.
Kompetensi professional sangat
mendukung kemampuan guru dalam mengajar. Mengajar selalu berlangsung dalam
suatu proses pembelajaran yang actual yang memerlukan “Seni” dalam
pengangannya, di samping memiliki keterampilan mengajar. Keterampilan ini
memerlukan latihan secara spesifik dalam bentuk micro teaching. Micro
teaching merupakan syarat mutlak bagi calon guru untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman
berdiri di depan kelas dan melatih kemampuan bertindak sebagai administrator
pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pembelajaran (teaching skills training) bagi calon guru pada umumnya dilakukan
melalui dua tahp, yaitu peerteaching
(di hadapan teman sendiri) dan tahap praktik pengajaran (di hadapan siswa
sungguhan). Pada tahap peerteaching ini
dilatihkan dalam kelompok kecil. Tahapan ini disebut “pembelajaran micro” atau
program pengalaman lapangan I. pembelajaran micro
teaching mulai dirintis di Stanford University, USA tahun 1963, sebagai
salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas guru profesional. Micro teaching dilaksanakan oleh guru di
Amerika Serikat di lembaga pendidikan.
B. Pengertian Pembelajaran Micro
Menurut
Asril (2011:43), pembelajaran micro dapat diartikan sebagai cara latihan
keterampilan keguruan atau praktik mengajar dalam lingkungan kecil/terbatas.
Pemmbelajarn micro sebuah model pengajaran yang dikecilkan atau disebut dengan real teaching. Micro
teaching dijadikan salah satu mata kuliah berbobot 2 sks yang harus diikuti
oleh seluruh mahasiswa dari semua jurusan di Fakultas Ilmu Kependidikan di
bawah naungan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Mata kuliah ini
bersifat praktis dilaksanakan di kelas.
C. Landasan Pemikiran, Tujuan, Sasaran, dan
Fungsi Pembelajaran Micro
Menurut
Asril (2011:44), fakultas Tarbiyah sebuah lembaga LPTK salah satu lembaga
perguruan tinggi Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan
professional pendidikan akademik yang difokuskan pada pembentukan kemampuan
akademik di bidang pendidikan, sedangkan pendidikan profesional diarahkan untuk
membentuk calon pendidikan yang terampil di bidang ilmu keguruan.
Asril
(2011:45) menjelaskan bahwa T. Gilarso dalam bukunya Program Pengalaman
Lapangan mengutip pendapat Flanders dan Brown yang mengemukakan bahwa prinsip
dasar yang melandasi program micro teaching adalah, sebagai berikut.
1. Direncanakan,
di dalamnya mengenai materi, metode, tujuan, kegiatan belajar mengajar,
alat-alat bantu yang digunakan, tingkah laku, dan penampilan.
2. Nyata,
terjadi di kelas artinya diwujudkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
secara konkret.
3. Bayangan
sekaligus dirasakan, dalam diri pengajar akan terdapat suatu gambaran mengenai
tingkah lakunya sendiri. Perlu tiga langkah meningkatkan keterampilan
professional guru, yaitu planning
(persiapan yang baik), performance
(pelaksanaan latihan mengajar, dan perpection
(balikan, keterbukaan mau belajar dari pengalaman).
Tujuan
diselenggarakan pembelajarann micro menurut T. Gilarso (dalam Asril, 2011:46)
terbagi dua. Yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum melath kemampuan
dan keterampilan dasar keguruan. Tujuan khusus, untuk melatih calon guru untuk
terampil dalam membuat desain pembelajaran, mendapatkan profesi keguruan, dan
menumbuhkan rasa percaya diri.
Dwight Allen (dalam Asril, 2011:46) mengatakan bahwa tujuan micro teaching bagi n calon guru adalah
sebagai berikut. (1) memberik pengalaman mengajar yang nyata dan latihan sejumlah
keterampilan dasar mengajar, (2) calon guru dapat mengembangkan keterampilan
mengajarnya sebelum mereka terjun ke lapangan, (3) memberikan kemungkinan bagi
calon guru untuk mendapatkan bermacam-macam keterampilan dasar mengajar. Dengan
demikian, tujuan pembelajar micro
teaching adalah melatih calon guru agar memiliki keterampilann dasar dan
khusus dalam proses pembelajaran.
Sasaran akhir yang akan dicapai dalam pembelajaran micro teaching adalah terbinanya calon
guru memiliki pengetahuann tentang proses pembelajaran, dan terampil dalam
proses pembelajaran, serta memiliki sikap dan perilaku yang baik sebagai
seorang guru. Sedangkan fungsi pembelajaranmiccro adalah selain sebagai sarana
latihan dalam mempraktikkan keterampilan mengajar, dan juga salah satu syarat
bagi mahasiswa yang akan mengikuti Praktik Mengajar di Lapangan (PPL II).
D. Prosedur Pembelajaran Micro
Pelaksanaan
pembelajaran micro bertujuan membekali calon guru keterampilan dasar mengajar
dan akan dipraktikkan di depan kelas. Siklus pembelajaran micro adalah sebagai
berikut.
Idealnya program pembelajaran micro
dilaksanakan pada semester III bagi D.2 atau semester VI untuk S.I, semester II
bagi program Akta VI. Stressing program pengalaman lapangan adalah pada
kegiatan dalam bentuk latihan mengajar yang dilaksanakan oleh seseorang secara
terbimbing untuk mendapatkan keterampilan dalam memberikan pelajaran dan
ditempuh pada waktu tertentu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi suatu
program.
Prosedur
pelaksanaan pembelajaran micro terdiri dari, sebagai berikut.
1. Mahasiswa
atau calon guru harus menyususn Satuan Pembelajaran (SP) atau Rencana
Pembelajaran (RP) atau scenario, lama penyajian 10 sampai 15 menit, ditulis
rapid an diserahkan kepada dosen pembimbing sebelumm tampil untuk mencocokkan
apa yang ditulis sesuai dengan yang dipraktikkan.
2. Bagi
mahasiswa yang tidak tampil bertugas sebagai supervisor, observer tertulis,
observer lisan, sekaligus sebagai peserta didik di kelas.
Adapun yang menjadi kegiatan
dalam pembelajaran micro yaitu selama kegiatan berlangsung
dicatat dan direkam yang pada
suatu saat dapat dikaji ulang lagi. Selanjutnya, penilaian pembelajaran micro yaitu sebagai berikut.
a. Perencanaan
tertulis mendesain (RPP)
b. Ket.
Membuka pelajaran
c. Ket.
Bertanya dan menjawab
d. Ket.
Menguasai dan menjelaskan materi
e. Ket.
Penggunaan media pembelajaran
f. Ket.
Memakai metode/pendekatan dan strategi pembelajaran
g. Penampilan
(berpakaian)
h. Ket.
Mengelolan kelas
i. Ket.
Penggunaan bahasa
j. Volume
suara
k. Menyimpulkan
dan melakukan evaluasi
l. Penutup
1. Mahasiswa
yang tidak hadir lebih dari tiga session,
nyatakan gugur.
2. Tata
ruang proses pembelajaran micro teaching.
3. Masing-masng
kelompok bergilir mendapat tugas berperan sebagai guru, supervisor, observer
tertulis, observer lisan, sekaligus sebagai peserta didik di kelas.
E. Manfaat Pembelajaran Micro
Menurut
Asril (2011:53), dengan bekal micro
teaching terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil, antara lain sebagai
berikut.
1. Mengembangkan
dan membina keterampilan tertentu calon guru dalam mengajar.
2. Keterampilan
mengajar terkontorl dan dapat dilatih.
3. Perbaikan
atau penyempurnaan secara cepat dapat segera dicermati.
4. Latiah
penguasaan keterampilan mengajar lebih baik.
5. Saat
latihan berlangsung calon guru dapat memusatkan perhatian secara objektif.
6. Menuntut
dikembangkan pola observasi yang sistematis dan objektif.
7. Mempertinggi
efisisnesi dan efektivitas penggunaan sekolah dalam waktu praktik mengajar yang
relative singkat.
F.
Langkah-langkah
Prosedur Pembelajaran Micro
Ada
lima langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pembelajaran micro, yaitu
sebagai berikut (Asril, 2011:53).
1. Pengenalan
2. Penyajian
model dan diskusi
3. Perencanaan/persiapan
mengajar
4. Praktik
mengajar
5. Diskusi
umpan balik
G. Hubungan Pembelajaran Micro dengan Program
Pengalaman Lapangan
Pembelajaran
micro bukan pengganti praktik lapangan, melainkan bagian dari Program
Pengalaman Lapangan yang berusaha untuk menimbulkan, mengembangkan serta
membina keterampilan-keterampilan tertentu dari calon-calon guru dalam
menghadapi kelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dikemukakan beberapa
alterbatif yang dapat menggambarkan kedudukan program pengajaran micro dalam
ruang lingkup program pengalaman lapangan, sebagai berikut.
Alternatif I
1. Observasi
kegiatan/proses belajar mengajar dalam kelas dan diskusi
2. Melaksanakan
micro teaching
3. Praktik
mengajar real class room teaching
Alternatif II
1.
Class
room Teaching
2. Melaksanakan
micro teaching
3. Praktik
mengajar (real class room teaching)
4. Observasi
proses pembelajaran dalam kelas.
H. Peran Supervisor (Dosen Pembimbing) dalam
Pembelajaran Micro
Peran
dosen pembimbing atau supervisor, merupakan salah satu unsur terpenting dalam
pembelajaran micro. Fungsinya sebagai pengelola prose belajar mengajar dan
memberikan bimbingan terhadap calon guru. Di samping membantu calon guru
memilih model pembelajaran yang tepat, membantu mendesain pembelajaran yang
tepat, dan memberikan umpan balik.
Peran
feed back yang objektif segera dapat dimasukkan sebagai solusi yang tepat
terhadap perbaikan proses pembelajaran selanjutnya, seyogianya dosen pembimbing
memerlukan keterampilan mengobservasi dan menganlisis proses pembelajaran,
terampil dalam menggunakan alat evaluasi, dan mampu menjelaskan bermacam-macam
keterampilan yang dibutuhan dalam proses pembelajaran. Peran khusus dosen
pembimbing dalam pembelajaran micro memahami strategi “Tell, Listen, and Tell,
dan Listen (non-directive counseling) (Maein dalam Asril, 2011:60).
Referensi:
Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: Rajawali Press.
Komentar
Posting Komentar