Kura-kura
dan Monyet
(Teks Cerita Moral/Fabel)
Di tepi hutan hiduplah seekor
monyet dan seekor kura-kura. Pada suatu hari, monyet mengajak kura-kura menanam pohon pisang "Kura-kura, mari kita menanam
pohon pisang," ajak monyet. "Ayo, kau di sebelah kanan aku
di sebelah kiri," jawab kura-kura. Hari
berganti hari. Setiap hari kura-kura merawat pohon pisangnya. "Tumbuh, tumbuhlah pohon pisangku,"
kura-kura bernyanyi riang. Monyet
hanya melihat tingkah kura-kura sambil tiduran di rerumputan. "Apa kabar Monyet? Bagaimana pohon
pisangmu?" sapa kura-kura kepada monyet. "Biarkan saja, besok-besok juga berbuah," jawab monyet
sombong.
Bulan berganti bulan, pohon pisang
kura-kura berbuah. Buahnya besar-besar. Ia akan mengundang kawan-kawannya untuk
diajak berpesta pisang. Sebaliknya, pohon pisang monyet mati karena tidak dirawat.
Pisang tanaman kura-kura siap dipanen.
"Bagaimana cara memetik buah pisang ini?" pikir kura-kura. "Mungkin monyet mau membantuku." Kura-kura lalu meminta bantuan kepada monyet. "Maukah kau membantuku memetik buah pisang ini?" tanya kura-kura. "Aku bersedia, tetapi buah pisang itu nanti dibagi dua." jawab monyet. "Baik! " jawab kura-kura. Monyet lalu memanjat pohon pisang kura-kura. Bau harum buah pisang menggoda selera monyet. Ia lupa akan janjinya. Kura-kura menunggu di bawah pohon pisang. "Nyet, Nyet, mana pisang bagianku?" teriak kura-kura. "Sebiji pun tidak ada," jawab monyet rakus. "Nyet, ini pohon pisangku!" rengek kura-kura hampir menangis."Salah sendiri mengapa tidak bisa memanjat pohon?" ejek monyet.
"Bagaimana cara memetik buah pisang ini?" pikir kura-kura. "Mungkin monyet mau membantuku." Kura-kura lalu meminta bantuan kepada monyet. "Maukah kau membantuku memetik buah pisang ini?" tanya kura-kura. "Aku bersedia, tetapi buah pisang itu nanti dibagi dua." jawab monyet. "Baik! " jawab kura-kura. Monyet lalu memanjat pohon pisang kura-kura. Bau harum buah pisang menggoda selera monyet. Ia lupa akan janjinya. Kura-kura menunggu di bawah pohon pisang. "Nyet, Nyet, mana pisang bagianku?" teriak kura-kura. "Sebiji pun tidak ada," jawab monyet rakus. "Nyet, ini pohon pisangku!" rengek kura-kura hampir menangis."Salah sendiri mengapa tidak bisa memanjat pohon?" ejek monyet.
Kura-kura mulai menangis. Hatinya
sedih bercampur marah. Ia lalu menggoyang-goyang pohon pisang itu. Tiba-tiba.... bruk! Pohon pisang itu
tumbang. Monyet itu jatuh. Dia mengerang kesakitan. Tubuhnya tertimpa batang
pohon pisang.
"Ampun kura-kura, tolong aku! Aku menyesal..." kata monyet. Tetapi, kura-kura sudah berlalu. Ia mencari sahabat baru.
"Ampun kura-kura, tolong aku! Aku menyesal..." kata monyet. Tetapi, kura-kura sudah berlalu. Ia mencari sahabat baru.
Si Monyet yang Serakah
Pagi itu, sinar mentari belum
menampakkan diri. Namun si monyet sudah berjalan mondar mandir di pematang
sawah yang bersebelahan dengan kebun pisang. Sesekali si monyet menoleh ke kiri
dan sesekali ia menoleh ke kanan. Sepertinya ia khawatir bila ada
teman-temannya yang mengetahui keberadaannya. Ketika keadaan dirasakan
aman maka secepat kilat ia berlari dan memanjat pohon pisang yang
tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Hohohohoho....akhirnya
tercapai juga keinginanku menyantap setandan buah pisang," katanya sambil
duduk di atas tandan buah pisang. Kemudian Si monyet mencoba
menggoyang-goyangkan tandan pisang agar tandan pisang lepas dari pohonnya.
Namun berkali-kali ia mencoba ternyata usahanya selalu gagal. Tandan buah
pisang itu masih melekat pada tempatnya. Si monyet mulai jengkel.
"Aduhhh... kenapa tandan pisang ini susah
dilepaskan? Mengapa aku tidak membawa pisau? Apakah aku harus memotong
menggunakan gigi-gigiku ini? Walah walah..walaaaaah...ogah aaahhh... tidak
mungkin lha yauww...kalau gigiku sakit tentu aku tidak bisa menikmati
buah-buah pisang ini lagi....Aduuhhh..bagaimana ini??!" Rupanya
si monyet kebingungan dengan buah pisangnya. Dia tidak mengira kalau tandan
buah pisang memang sulit untuk dipatahkan begitu saja. Untuk memotong tandan
pisang harus menggunakan alat pemotong yang sangat tajam. Kini dia jadi serba
salah nongkrong di atas pohon pisang. Mau pulang mengambil pisau ia
merasa khawatir apabila buah pisang itu nanti diambil temannya, namun bila ia
terus nongkrong di atas pohon pisang ia juga kesulitan memotong tandan buah
pisangnya.
Saat si monyet kebingungan memikirkan cara untuk
memotong tandan buah pisangnya, di kejauhan nampak seekor tupai berjalan
mendekati pohon pisang yang telah dinaiki si monyet.
"Tralala..trilili...tralala...trilili....,"
kata si tupai sambil bernyanyi-nyanyi.
Namun, ketika si tupai telah sampai di pohon pisang ia terkejut ketika dilihatnya si monyet telah berada di sana.
Namun, ketika si tupai telah sampai di pohon pisang ia terkejut ketika dilihatnya si monyet telah berada di sana.
"Hehehehehehe....ngapain kamu
di atas pohonku ini, Nyet?" tanya si tupai kemudian "Ayo cepat turun! Aku mau memanen buah
pisangku ."
"Apa? Turun? Enak saja
menyuruh aku turun...buah pisang ini di tanganku... jadi sekarang menjadi
milikku." jawab si monyet membela diri. "Wahhh...tidak bisa
, Nyet ! Sejak pohon pisang ini mulai berbunga aku sering menungguinya. Jadi buah pisang ini
menjadi milikku! Ayo...cepat turun,
Nyet!"
"Hohohoho...bahkan sejak
pohon pisang ini masih kecil aku sudah menungguinya. Jadi aku yang terlebih dahulu memiliki
pohon pisang ini, kawan" Si
tupai nampaknya semakin geregetan dengan sikap keras kepala si monyet. Disuruh
turun tidak mau. Ada saja alasan
si monyet untuk mempertahankan setandan buah pisang yang kini berada di
tangannya.
"Untuk berdebat terus dengan
si monyet nampaknya tidak mungkin," pikir si tupai "Aku harus mencari akal agar si monyet segera turun dari
pohon pisangnya."
"Okey, nggak apa-apa bila kamu tidak mau
turun, Nyet. Tapi
jangan salahkan aku bila harus merobohkan pohon pisang ini dengan gigi-gigiku
yang setajam silet ini. Awassss....,
Nyet!!....Satu..du...aaaa....tiiiiiiiggg......"
"Hei..hei...hei....tunggu
dulu, tupai!" teriak si monyet menghentikan kenekatan si tupai mau
merobohkan pohon pisang yang dinaikinya. Si monyet takut jatuh bersama buah
pisangnya. Karena ia tahu bahwa gigi-gigi si tupai sangat tajam. Bathok
kelapa saja sanggup dipecahkan dengan gigi-giginya, apalagi kalau harus
memotong pohon pisang yang lembek ini tentu tidaklah sulit baginya. Oleh karena
itu si monyet berusaha mengulur-ulur waktu agar si tupai batal merobohkan pohon
pisang yang dinaikinya.
"Sebentar dong...., tupai! Ayo
kita musyawarah dulu agar kita sama-sama bisa memiliki buah pisang ini,
bagaimana, teman? Si tupai tidak
banyak bicara. Ia terdiam sambil memperhatikan tingkah si monyet.
"Akhirnya aku berhasil menggertaknya," kata si tupai dalam
hati."Mana mungkin aku merobohkan pohon pisang ini? Mana mungkin aku
merusah buah pisangnya...hehehehe."
"Nahhhh....gitu dong, lalu apa maumu, Nyet?"
kata si tupai kemudian.
"Begini , kawan. Sejak tadi aku sudah berusaha mematahkan tandan pohon pisang ini, tapi aku tidak sanggup melakukannya karena batangnya keras. Nahhh...bagaimana kalau engkau bantu aku memotong tandan pisang ini, lalu engkau akan mendapat bagian buah pisangnya." Betapa senangnya si tupai mendengar tawaran si monyet. Maka tanpa pikir panjang lagi si tupai segera menyetujui usulan si monyet tanpa memikirkan berapa jatah pisang yang akan dia terima. Si tupai cuma berpikir bahwa temannya itu tidak akan mencuranginya.
"Begini , kawan. Sejak tadi aku sudah berusaha mematahkan tandan pohon pisang ini, tapi aku tidak sanggup melakukannya karena batangnya keras. Nahhh...bagaimana kalau engkau bantu aku memotong tandan pisang ini, lalu engkau akan mendapat bagian buah pisangnya." Betapa senangnya si tupai mendengar tawaran si monyet. Maka tanpa pikir panjang lagi si tupai segera menyetujui usulan si monyet tanpa memikirkan berapa jatah pisang yang akan dia terima. Si tupai cuma berpikir bahwa temannya itu tidak akan mencuranginya.
Tap..tap..tap..tap..tappp...
secepat kilat si tupai memanjat pohon pisang. Dan dengan beberapa kali gigitan
saja tandan buah pisang telah lepas dari pohonnya. Kemudian si monyet cepat-cepat membawanya
turun dan lari menjauh. "Hei..hei..hei...kenapa
kamu meninggalkan aku, nyet!" teriak si tupai kepada si monyet yang telah
membawa lari setandan buah pisang yang berhasil dipotongkannya.
"Hoiiiiiiiiii......berhenti, nyeeetttt! Mana bagianku....kamu jangan
bertindak curang yaaa!" Namun
si monyet tidak
menghiraukan teriakan si tupai. Dia berlari semakin kencang meninggalkan si
tupai. "Hoiiii...,nyet!
Berhentiiiii!" teriak si tupai sambil mengejar kemanapun si monyet
berlari. Karena tubuh si tupai
kecil, ia tidak mampu mengimbangi langkah si monyet dalam berlari. Namun demi
mengambil haknya yaitu jatah buah pisang dari si monyet maka ia tetap mengejarnya
walau dengan sisa-sisa nafas yang ada.
Si monyet yang telah jauh
meninggalkan si tupai, kini mulai bisa bernafas lega. "Enak saja mau minta
jatah buah pisang yang segar-segar begini. Nggak bisa yaaaa....aku mau
menikmati setandan buah pisang ini sendirian," guman si monyet sambil
terus berlari menyusuri pematang sawah. Di
pertigaan jalan si monyet harus menyeberangi jembatan bambu untuk mencapai
rumahnya. Betapa senangnya hati si
monyet, ternyata si tupai tidak bisa mengejarnya. Oleh karena itu, kini ia bisa
berjalan menggotong setandan buah pisang sambil bernyanyi-nyanyi dan menari.
"Wah...tinggal selangkah lagi
aku sampai rumah," pikir si monyet sambil terus bernyanyi-nyanyi. Tiba-tiba ketika si monyet telah berada
di tengah-tengah jembatan bambu dia berteriak : "Astaga! Siapa lagi yang
menyaingi aku membawa setandan buah pisang?" teriak si Monyet.
Berkali-kali si monyet melihat ke permukaan air namun si monyet yang membawa
setandan buah pisang itu senantiasa mengikutinya. "Waaaah, buah pisang
yang dibawanya lebih segar dibandingkan yang aku bawa! Eitss...ini tidak boleh
terjadi...tidak boleh ada yang menyamaiku menyantap buah pisang. Awas! Aku
harus merebut buah pisang yang dibawanya agar persediaan pisangku semakin
banyak." kata si monyet mulai menampakkan sifat serakahnya."Aku harus
merebut buah pisang itu dari tangannya." Dan si monyet mulai mengambil
ancang-ancang.
"Oke....satu...dua...tii...gaaa....!!!"
si monyet melompat ke bawah. Dan .......byuuuurrrrr....byuuuurr.....byuuuurrrr.......toloooonnggg.....toloooonnggg"teriak
si monyet. Rupa-rupanya si monyet
tidak sadar bahwa hewan yang membawa setandan pisang yang ada di bawah jembatan
tadi adalah bayangannya sendiri yang terpantul di permukaan air. Tubuh si
monyet akhirnya basah kuyup dan setandan buah pisang yang telah dibawanya telah
lenyap tenggelam ke dalam air dan terbawa aliran air sungai yang deras.Si
monyet berusaha mengejar buah pisangnya, namun aliran air telah membawa
setandan pisangnya menjauh. Dan si monyet menyesal akibat sifat serakahnya
akhirnya rejeki yang telah didapat hilang semua dari genggamannya.
Sang Kancil & Monyet
Nyamannya suasana rimba di pagi
hari. Mergastua bergembira menikmati keindahan alam semula jadi. Di alam inilah
tinggalnya sang kancil yang bijaksana dengan sahabat karibnya kura-kura. Mereka
hidup rukun damai, bebas bergembira, tolong-menolong dan bekerjasama di taman
peliharaan mereka.
Kelihatan
seekor monyet berdekatan kawasan taman peliharaan sang kancil dan kura-kura.
Sungguh lincah si monyet, bergayutan ke sana ke mari. Megah dengan
kebolehannya. Awas, monyet! jangan ganggu ketenteraman penghuni yang lain.
Tiba-tiba
monyet berhenti bergayut dan memerhatikan sesuatu, apa pula yang dilihatnya?
“Ranumnya buah-buahan di sini. siapa punya agaknya?” kata monyet. “Oh, rupanya
sang kancil dan kura-kura.” Balas monyet sendiri selepas melihat sang kancil
dan kura-kura yang ada di situ. Begitu rajin mereka bekerja. bukan seperti
engkau monyet.
Lantas itu, monyet bergerak ke
arah sang kancil dan kura-kura sambil memegang perutnya. eh, ini mesti ada
apa-apakan monyet? “Tolong, tolong! dah empat hari aku tak makan. Tolonglah,
berikan aku sedikit makanan. kasihanlah aku.” Monyet berpura-pura sakit di
depan dua sahabat baik itu. Sang kancil dan kura-kura saling berpandangan, lalu
sang kancil berkata, “kesiannya, empat hari tak makan. Baiklah monyet. Ambil
sajalah apa yang engkau nak dari taman kami. Makanlah sepuas hati engkau
monyet.” Sang kancil yang begitu prihatin dengan kesakitan yang dihadapi monyet
menghulurkan bantuan. “Terima kasih kancil, terima kasih kura-kura.” Ujar
monyet setelah berjaya memperdaya sang kancil dan kura-kura.
“Aku nak itu, aku nak itu!” pinta
monyet dalam nada mendesak, sambil jarinya menuding ke arah pokok cabai yang nampak menarik itu. “Eh, tak
boleh monyet. kita tak boleh makan buah itu.” larang sang kancil sambil dibantu kura-kura di sebelahnya.
“Aku tak peduli, aku tak peduli, aku nak juga.” Monyet yang tamak dan degil itu
masih berkeras mahu mengambilcabai itu untuk dimakannya. “Jangan monyet,
jangan!” belum pun sempat kancil menghabiskan ayatnya, monyet telah mengambil cabai itu lalu memakannya beberapa
batang sekali gus. Apa lagi, terasa berapi dan merah muka monyet akibat
kepedasan yang melampau. “Ha, rasakan engkau monyet. Beginilah jadinya mereka
yang tidak menerima nasihat orang.” Ujar kura-kura yang geram melihat kedegilan
monyet.
Selang
beberapa hari kemudian, sang kancil dan kura-kura bersiar-siar di taman
peliharaan mereka. “Apa kabar pula dengan si monyet?” Bicara
sang kancil kepada kura-kura.“ Kasihan, ingat ya monyet.
jangan diulang lagi." Kata kura-kura yang melihat monyet masih berada di situ.
Monyet Lebih Baik daripada Manusia
(Teks Tantangan Hasil Konversi Teks
Cerita Moral/Fabel tentang Monyet)
Manusia adalah makhluk yang paling istimewa dari
segala makhluk yang ada di bumi. Manusia diciptakan berakal budi, sedangkan
makhluk lain tidak. Namun, sekalipun telah diberi keistimewaan oleh sang
pencipta, manusia masih saja mengusik ciptaan lain. Seperti halnya ketika manusia
marah kepada manusia yang lain, manusia sering menjadikan makhluk lain sebagai
pelampiasan kemarahannya dan yang paling sering adalah binatang. Salah satu
yang paling sering disebut adalah monyet. Monyet selalu dikenal dengan
sifat-sifat yang tidak patut ditiru seperti serakah, sombong, tamak, pemalas,
rakus, dan sebagainya. Namun, jika diperhatikan lagi, sebenarnya dari si monyet
kita dapat menemukan sifat-sifat baik yang menunjukkan manusia tidak lebih baik
darinya. Sifat-sifat itu ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Hal-hal yang
menunjukkan monyet lebih baik dari manusia dapat kita lihat dari sifat-sifat
monyet berikut.
Pertama, monyet selalu menjaga kesehatan. Monyet tidak mau manahan lapar
karena ia tahu bahwa menahan lapar akan membuatnya sakit. Monyet selalu
berusaha mencari makanan, tetapi usahanya mencari makanan kerap diartikan
sebagai sifat yang serakah padahal ia hanya ingin mendapatkan makanan supaya
tidak sakit. Sebaliknya, manusia banyak yang tidak menjaga kesehatan. Manusia
sering sekali menunda-nunda untuk makan. Manusia lebih mementingkan kerjaan
daripada makan, padahal apabila tidak mengisi perut dengan energi maka
pekerjaan tidak akan dapat dikerjakan dengan baik. Dan yang paling sering
terjadi di zaman sekarang adalah manusia suka sibuk dengan gadget dan melupakan makan. Alhasil, manusia banyak yang mengalami
sakit magh.
Kedua, monyet mau mengakui kesalahan lalu meminta maaf. Awalnya, monyet
memang berlaku curang karena tidak mau berbagi pisang kepada kura-kura maupun
kepada tupai. Namun, setelah diberi pelajaran oleh kura-kura dan tupai, monyet
mau mengaku kesalahan lalu meminta maaaf. Sebaliknya, manusia selalu menganggap
dirinya benar. Manusia malu mengakui kesalahan apalagi meminta maaf. Manusia
lebih memilih bermusuhan dan menaruh dendam daripada meminta maaf, padahal
dengan meminta maaf manusia dapat hidup rukun dan damai satu sama lain.
Sifat monyet yang ketiga adalah cerdas. Monyet selalu mempunyai berbagai
alternatif dalam menyelesaikan masalahnya. Ketika ia tidak dapat memotong
tandan pisang karena tidak memiliki pisau, ia menggunakan gigi tupai untuk
memotong tandan pisang itu. Hal itu tentu berbeda dengan manusia. Ketika
manusia memiliki masalah, manusia sering tidak mau mencari solusi dan cepat
berputus asa. Manusia bahkan sering harus bunuh diri karena beratnya
permasalahan yang dihadapi.
Keempat, monyet mau menolong temannya. Monyet adalah makhluk yang baik.
Ia mau menolong temannya yang kesusahan. Ketika ia melihat tupai tidak dapat
mengambil pisang karena pohonnya yang tinggi, monyet mau mengambilkan pisang
itu. Sebaliknya, manusia sering bertingkahlaku tidak peduli dengan orang-orang
di sekitarnya. Manusia adalah makhluk sosial tetapi tidak berlaku seperti
makhluk sosial. Manusia merasa dapat hidup seorang diri. Contohnya saja ketika melihat
orang tua yang hendak menyebrang jalan raya, masih banyak anak muda yang
membiarkan dan berlalu begitu saja.
Sifat monyet yang kelima adalah mau bermusyawarah. Sebelum mengambil
suatu keputusan, monyet mau bermusyawarah dengan tupai terlebih dahulu. Nah,
manusia adalah makhluk yang sering memenangkan egonya. Manusia menggangap
pendapat orang lain tidak penting dan tidak dibutuhkan. Oleh sebab itulah,
sulit terjadi kemufakatan dalam permusyawarahan yang dulakukan manusia.
Contohnya saja rapat DPR berlangsung begitu lama bahkan justru hingga terjadi
keributan.
Sifat baik yang juga dapat dilihat dari monyet adalah berani mencoba.
Monyet tidak takut dengan konsekuensi yang akan ia terima dengan keputusan dan tindakannya.
Hal itu dapat dilihat dari keberanian monyet memakan cabai dan mau merasakan
pedas. Sebaliknya, manusia adalah makhluk yang paling takut dengan konsekuensi.
Manusia tidak mau mencoba hal-hal baru yang positif.
Pada dasarnya manusia memang makhluk yang paling istimewa di muka bumi
ini. Namun bukan berarti manusia dapat merasa lebih baik dan paling sempurna
dari semua makhluk lain. Monyet misalnya, sekalipun tidak dianggap istimewa ia
dapat memberi pelajaran kepada manusia. Oleh sebab itu, sebagai makhluk yang
paling istimewa yang diciptakan Tuhan, kita sebagai manusia seharusnya dapat
bersikap lebih baik dibandingkan makhluk apapun.
Bukan Monyet
(Teks Puisi Hasil Konversi Teks Cerita Moral/Fabel tentang Monyet)
(Teks Puisi Hasil Konversi Teks Cerita Moral/Fabel tentang Monyet)
Tidak berbulu lebat
Tidak tinggal di pohon tetapi berkaki dua
Monyet tidak bersekolah
Tetapi dia bersekolah
Monyet memakan pisang
Dia juga memakan pisang sehabis makan nasi
Bukan monyet wujudnya tapi ia rakus
Dia bukan monyet tetapi ia serakah
Monyet terang-terangan mengambil milik yang lain
Dia diam-diam mencuri uang sekelompok manusia
Si monyet mau mengaku salah
Dia menjadi buronan karena tidak mau dianggap bersalah
Jadi lebih baik mana dia dari monyet?
Komentar
Posting Komentar